05 - Curhat.

1394 Words
  Kini Erlangga, Ajeng dan juga Keira berada di ruang keluarga. Makan malam bersama mereka baru saja selesai beberapa menit yang lalu dan ketiganya memilih untuk mengobrol di ruang tamu. Di mana Ajeng duduk tepat di samping Keira sedangkan Erlangga duduk tepat di hadapan keduanya.   "Sayang." Ajeng menggenggam erat kedua telapak tangan Keira, menatap Keira dengan raut wajah memelas. "Mengingap di sini ya Sayang, jangan pulang," mohon Ajeng.   Tanpa berpikir dua kali Keira mengangguk dan Ajeng langsung memeluk Keira, tak lupa mengecupi setiap jengkal wajah putrinya,  senang dengan jawaban yang Keira berikan.   Keira tertawa dengan mata terpejam, menikmati setiap kecupan yang Ajeng berikan padanya.   "Malam ini kita tidur di kamar Keira ya," ujar Ajeng dengan antusias.   "Ibu mau tidur sama Keira?" tanya Keira memastikan.   Ajeng mengangguk dengan penuh semangat. "Iya, malam ini Ibu mau tidur sama Keira. Sudah lama Ibu tidak bertemu dengan Keira, jadi Ibu masih sangat merindukan Keira, makanya Ibu mau tidur sama Keira," jelas Ajeng secara rinci.   Ajeng teramat sangat merindukan Keira, karena itulah malam ini ia ingin tidur bersama dengan Keira. Lagipula Ajeng yakin kalau ada banyak hal yang ingin Keira bagi dengannya.   Sejak Keira kecil, Ajeng selalu memposisikan dirinya sebagai seorang sahabat bagi Keira, hal itu membuat Keira menjadi lebih terbuka padanya dan hal itu benar-benar Ajeng syukuri. Saat kecil, Ajeng tidak banyak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan itu cukup menyakitkan, karena itulah Ajeng tidak mau melakukan hal yang sama pada kedua anaknya.    "Loh, terus Ayah tidur sama siapa?" Erlangga menatap Ajeng dan Keira secara bergantian.   "Ya sendiri." Ajeng dan Keira menjawab dengan kompak pertanyaan Erlangga di barengi tawa yang lolos dari mulut keduanya.   Raut wajah Eralngga seketika berubah kecut begitu mendengar jawaban kompak Ajeng dan Keira. "Ibu masa tega biarian Ayah tidur sendiri?" Erlangga menatap Ajeng dengan raut wajah memelas, berharap Ajeng mengurungkan niatnya untuk tidur bersama dengan Keira.   "Pokoknya malam ini, Ibu mau tidur sama Keira," ujar tegas Ajeng. "Ayo sayang, Ibu mau ngobrol sama Keira di kamar." Ajeng lantas berdiri, di ikuti oleh Keira yang juga ikut berdiri.    "Dadah Ayah," ujar Keira seraya melambaikan tangannya. Keira lantas berlari, menyusul Ajeng yang kini sudah menaiki tangga.   Erlangga hanya diam, menatap kepergian Ajeng dan Keira dengan raut wajah kecut. Gagal sudah rencananya untuk berolahraga, tapi ya sudahlah toh Ajeng dan Keira sudah lama tidak bertemu dan pasti akan banyak hal yang keduanya bicarakan.   Ajeng dan Keira terlihat seperti sahabat ketimbang seorang Ibu dan anak. Bahkan tak jarang jika keduanya bepergian keluar rumah, orang-orang yang tak mengenal keduanya akan berpikir kalau Ajeng dan Keira adalah Kakak beradik, itu karena Ajeng yang tampak terlihat awet muda di usianya yang menginjak kepala 4.   Erlangga memilih menyalakan tv, mungkin malam ini ia akan begadang menonton pertandingan sepak bola klub kesayangannya. Kalau saja Alex ada pasti ia tidak akan terlalu merasa kesepian, tapi anak bungsunya itu sedang berada di luar kota.   Keira memasuki kamarnya, kamar yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Sedangkan Ajeng sendiri memasuki kamarnya yang letaknya berada tak jauh dari kamar Keira.    "Semuanya masih sama," gumam Keira sesaat setelah mengamati suasana kamarnya yang sama sekali tidak berubah semenjak ia pergi meninggalkannya 6 bulan yang lalu.   Setelah puas mengamati kondisi kamarnya, Keira lantas memasuki kamar mandi. Keira tidak akan bisa tertidur dengan pulas kalau ia tidak membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, karena itulah Keira bergegas untuk mandi.   Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Keira untuk mandi, ia segera memakai piyama kesukannya yang berada dalam almari.   Saat Keira baru saja selesai berpakaian pintu kamarnya terbuka, memunculkan sosok Ajeng yang juga sudah memakai piyama.   Ajeng menaiki tempat tidur Keira di susul Keira yang juga ikut menaiki tempat tidurnya. Keira berbalik menghadap Ajeng, memeluk Ajeng dengan sangat erat.   Keira memposisikan dirinya sedikit lebih rendah dari pada Ajeng, itu ia lakukan agar wajahnya bisa berada tepat di perut Ajeng, perut tempat di mana dulu ia tinggal.   "Ibu."   "Kenapa Sayang?"   Keira semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Ajeng, membenamkan wajahnya di perut Ajeng. "Keira enggak mau di jodohin sama Mas Dimas," jawab lirih Keira dengan mata yang kini terpejam.   Keira menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ajeng yang wangi bunga melati, Ajeng sangat menyukai bunga melati karena itulah parfume yang Ajeng gunakan juga beraroma bunga melati.   Ajeng tersenyum, dengan tangan kanan yang terus mengusap puncuk kepala Keira. "Iya Ibu tahu, lagian perjodohan itu baru wacana dari Ayah kok, sama sekali belum ada pembicaraan dari kedua belah pihak keluarga."   Penjelasan Ajeng membuat Keira benar-benar senang. Keira lantas melepas pelukannya, lalu mendongak, menatap Ajeng dengan mata berbinar. "Ibu enggak bohong kan?" Tanyanya antusias.    "Enggak Sayang, Ibu sama sekali enggak bohong kok." Ajeng tersenyum, senyum yang kini menular pada Keira. Keira memekik kegirangan begitu mendengar jawaban pasti Ajeng.   Inilah alasan kenapa Keira memilih kabur dari rumah. Beberapa bulan yang lalu, saat sedang makan malam bersama keluarganya, Erlangga mengatakan padanya kalau ia akan di jodohkan dengan Dimas dan tentu saja Keira menolak.   Akhirnya Keira memilih kabur saat semua orang sudah tertidur, semenjak itulah ia tidak pulang kerumah karena ia takut di jodohkan dengan Dimas.   Tapi, jika memang rencana perjodohan antara dirinya dan Dimas hanya wacana, kenapa Ayah dan Ibunya tidak pernah menjelaskan hal itu padanya? Kenapa baru sekarang? Setelah 6 bulan berlalu?   "Kok Ayah sama Ibu enggak pernah bilang sih kalau itu cuma wacana doang?"    "Ayah yang melarang Ibu untuk bilang, Ayah mau tahu sejauh mana putri kesayangannya bisa hidup mandiri."   Senyum di wajah Keira semakin mengembang dengan sempurna. Bolehkah Keira berbangga diri karena selama hampir 6 bulan ini ia bisa hidup mandiri tanpa adanya bantuin finansial dari kedua orang tuanya.   "Ibu bangga gak?" Meskipun Keira sudah dewasa tapi ia tetap saja menyukai pujian, apalagi jika pujian itu datang dari kedua orang tuanya.   "Bangga dong, Ibu senang karena putri Ibu akhirnya bisa hidup mandiri." Awalnya Ajeng takut, tapi ternyata Keira mampu bertahan, bahkan sebelum Keira di terima menjadi sekretaris di salah satu perusahaan ternama, Keira sempat menjadi pelayan di sebuah kafe dan itu semua Keira lalukan demi menyambung hidup. Sebagai orang tua, Ajeng tentu saja bangga.   Keira tertawa, senang mendapat pujian dari Ajeng. Keira lantas mengecup pipi Ajeng, membuat tawa Ajeng lolos.   "Boleh Ibu bertanya?"   Keira mengangguk. "Boleh, Ibu mau tanya apa?" tanyanya antusias.   "Kenapa Keira menolak di jodohkan sama Mas Dimas?" Meskipun perjodohan antara Dimas dan Keira baru sekedar wacana Erlangga, tapi Ajeng tahu kalau seandainya Keira tidak menolak pasti Erlangga berniat untuk menjodohkan keduanya, sayangnya Keira menolak, bahkan malamnya Keira langsung kabur.   Erlangga dan Ajeng tentu saja panik saat mengetahui kalau Keira kabur dari rumah, tapi selang beberapa jam kemudian, orang yang Erlangga perintahkan untuk mencari di mana keberadaan Keira berhasil menemukan Keira.   Erlangga dan Ajeng akhirnya bisa bernafas dengan lega saat mengetahui kalau Keira dalam keadaan baik-baik saja.   Alih-alih menjelaskan kalau perjodohan itu hanya sedekar wacana belaka dan membawa Keira kembali pulang, Erlangga dan Ajeng malah sepakat untuk membiarkan Keira hidup mandiri di luar sana dan ternyata selama hampir 6 bulan ini Keira bisa hidup dengan mandiri tanpa bantuan finansial dari kedua orang tuanya.   "Keira enggak cinta sama Mas Dimas Bu." Sejak dulu atau lebih tepatnya sejak kecil, Keira hanya menganggap kalau Dimas adalah Kakaknya mengingat usia Dimas 3 tahun lebih tua darinya.   Dimas adalah anak dari sahabat Ayah dan Ibunya yang kebetulah tinggal tepat di hadapan rumah mereka.   Keira menolak untuk di jodohkan dengan Dimas bukan hanya karena ia tidak mencintai Dimas tapi karena ia juga tidak mau menyakiti perasaan Ayu, sahabatnya.   Ayu sangat mencintai Dimas, hanya saja Dimas sama sekali tidak peka dan rasanya Keira ingin sekali memberitahu Dimas tentang perasaan Ayu yang sebenarnya, tapi Ayu melarangnya.   "Keira masih suka sama Nak Rafa ya?"   Wajah Keira sontak merona dan itu tak lepas dari pengamatan Ajeng.   "Iya, Keira masih suka sama Kak Rafa," jawab Keira malu-malu dengan wajah yang kini merah padam.   "Sudah ada kabar dari Nak Rafa?" Saat terakhir kali Keira curhat padanya, Keira mengatakan kalau Rafa masih berada di luar negeri.   "Keira sudah ketemu sama Kak Rafa Bu," jawab Keira antusias.   "Dimana?" Sama seperti Keira yang teramat sangat antuias, Ajeng juga tak kalah antusiasnya begitu mendengar jawaban Keira.   "Kak Rafa itu atasan Keira di kantor Bu."   Mata Ajeng sontak membola begitu mendnegar jawaban Keira. "Jadi atasan Kakak itu Nak Rafa?"   Dengan antusias Keira mengangguk. "Iya Bu, Kak Rafa atasan Keira si kantor."   Obrolan Ajeng dan Keira pun berlanjut, bukan hanya membahas tentang Rafa tapi juga membahas tentang pekerjaan Keira dan apa saja yang sudah Keira lalui selama hampir 6 bulan berada jauh dari jangkauan kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD