2

1095 Words
Kiara memutuskan untuk tidak jadi menemui suaminya dan kembali ke kamar. Tidak lama setelahnya dirinya pun diberitahu jika makan malam sudah siap. Kiara keluar dan diarahkan oleh Nia untuk ke ruang makan. Disana suaminya sudah menunggunya dengan penampilan yang santai, entah kenapa suaminya terlihat tampan. "Aku bahkan dulu tidak berani menatap wajah itu," kata Kiara di dalam hati. "Jika ada yang tidak cocok katakan saja, nanti kepala pelayan akan menyampaikannya pada dapur." Kata Rendra yang tentu saja terdengar ramah. "Saya bisa memakan semuanya kecuali makanan pedas." Jawab Kiara dengan tenang. Rendra yang mendengarnya tentu saja terkejut, ia pikir istrinya akan pilih-pilih makanan. Meskipun keluarga Sentosa memiliki kekayaan yang melimpah, namun kepemimpinannya tidak terlalu diakui oleh banyak orang. Selain karena dirinya yang masih muda, dirinya juga sudah terlalu banyak berbuat ulah hingga menyingkirkan para pengikut yang sudah lama mengikuti keluarganya. Keduanya makan dengan tenang, Alisa sendiri makan dengan lahap karena sudah lama tidak merasakan makanan enak seperti itu. Mengingat bagaimana dirinya yang selalu makan makanan basi di kehidupan sebelumnya, membuat Kiara benar-benar bersyukur dapat makan makanan enak. "Jika ada yang kamu inginkan, katakan saja pada kepala pelayan. Untuk uang bulanan akan diberikan padamu, kamu bisa memakainya untuk apapun tanpa khawatir dipertanyakan." Kata Rendra disela-sela makan malamnya. Kiara sendiri hanya diam dan tidak mengatakan apapun, dulu suaminya juga mengatakan hal itu pada dirinya. Uang bulanan yang ia terima selalu diurus oleh kepala pelayan, hingga dirinya bahkan tidak menerima seribu rupiah pun karena semua dilahap habis oleh kepala pelayan dulu setelah Ken mengundurkan diri. Awalnya itu hanya berkurang, lalu tidak ada begitu saja. Dirinya dulu bahkan tidak memiliki waktu untuk bicara dengan suaminya terkait apa yang terjadi, selain suaminya yang tidak memiliki waktu, dirinya pun bingung bagaimana harus mengatakannya. Tanpa terasa makan malam berlalu begitu saja, dan keduanya masuk ke dalam kamar pengantin seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya. Kiara sendiri sudah mengganti pakaian rumahan yang tadi ia pakai dengan piyama yang sudah disiapkan sebelumnya. Saat pertama kali melihat istrinya masuk ke kamar pengantin dengan pakaian seperti itu tentu saja membuat Rendra terkejut, pasalnya tubuh putih istrinya terlihat begitu halus dan juga bersinar. "Tidurlah, kita tidak akan melakukan apapun yang tidak kamu inginkan." Kata Rendra dengan suara tenangnya. Keduanya hanya berbaring di atas ranjang yang sama, bahkan saat ini keduanya tidur dengan memunggungi satu sama lain. "Soal uang bulanan, bolehkah kamu sendiri yang memberikannya padaku?" Kiara bertanya dengan suara pelan, meskipun begitu itu terdengar cukup keras karena ruangan yang hening. "Kenapa? Apakah kamu takut kepala pelayan mengambilnya?" Balas Rendra yang tentu saja membuat Kiara terdiam. Bahkan suaminya bisa berpikiran seperti itu, tapi kenapa suaminya tidak berpikir hal seperti itu akan terjadi kedepannya. "Apa kamu benar-benar berpikir seperti itu?" Tanya Rendra yang langsung saja berbalik dan menatap ke arah Kiara yang saat ini juga mengubah posisi tidurnya dengan terlentang. "Bukan, setidaknya kamu punya waktu untuk memperhatikanku sebulan sekali jika kamu sendiri yang mengaturnya." Jawab Kiara pelan. "Kata pelayan kamu menghabiskan seluruh waktumu untuk bekerja, jadi kamu pasti tidak akan punya waktu untuk memperhatikanku yang ada dirumah, untuk itu setidaknya sebulan sekali, kamu bisa memikirkan tentang uang bulanan untukku." Lanjut Kiara lagi. "Apakah kamu tidak membenci pernikahan ini?" Tanya Rendra penasaran. "Tidak, apakah kamu membencinya?" Balas Kiara bertanya. Saat ini Kiara menggerakkan kepalanya untuk menoleh dan menatap ke arah laki-laki yang kembali menjadi suaminya. Di Kehidupan sebelumnya, dirinya bahkan tidak pernah bisa berbicara dengan suaminya seperti ini. Untuk bertemu pun sulit, apalagi berbicara santai sampai menanyakan pendapat seperti ini. "Tidak, aku hanya berpikir mungkin saja kamu terpaksa untuk menikah denganku yang memiliki reputasi buruk." Jawaban yang keluar dari bibir suaminya membuat Kiara menebak satu hal. Apakah suaminya juga tidak percaya diri pada dirinya sendiri? Keduanya berbincang cukup panjang, hingga tanpa sadar Kiara tertidur ditengah-tengah pembicaraan. Rendra yang melihatnya tentu saja langsung bangun dan menaikkan selimut istrinya yang turun. "Aku tidak pernah berpikir akan diterima seperti ini," gumam Rendra pelan. Pernikahan yang berlangsung begitu saja tentu saja membuat Rendra mengeluarkan banyak uang sebagai maharnya. Keluarga istrinya, Harianto, bersedia membantu memperbaiki reputasinya dengan syarat pernikahan dengan mahar yang sudah ditentukan. Rendra yang sudah merasa terpojok tentu saja menerima persyaratan itu. Awalnya Rendra pikir dirinya hanya perlu menikah dan kembali bekerja untuk mengembalikan uang yang sudah ia keluarkan untuk pernikahan. Dirinya pun berpikir untuk mempercayakan istrinya pada pelayan, dirinya yakin pelayan akan memperlakukan istrinya dengan baik. Tapi setelah perbincangan tadi, tiba-tiba saja Rendra merasa jika dirinya tidak boleh lepas tanggung jawab begitu saja tentang istrinya. Rendra mencoba memejamkan matanya meskipun terasa sulit, dirinya tidak biasa tidur lebih awal karena memikirkan pekerjaan yang mungkin saja akan dibatalkan jika dirinya mengundur waktu dalam pekerjaannya. "Emmhhh..." Rendra terdiam, menatap ke arah tangan istrinya yang sudah berada di atas dadanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba posisi tidurnya jadi seperti ini? Rendra bahkan tidak berani bergerak karena takut membangunkan istrinya yang tertidur pulas itu. Rendra mencoba untuk bergerak menyingkirkan lengan istrinya dengan perlahan, namun bukannya menyingkir, justru suaminya kembali bergerak dan kali ini kaki istrinya sudah menimpa dirinya. "Jika aku tahu kamu tidur seperti ini, aku tidak akan mengatakan untuk hanya tidur saja." Gumam Rendra yang tentu saja merasa tidak nyaman, tapi dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa. *** Jam menunjukkan pukul 5 pagi, pada akhirnya Rendra tidak bisa tidur karena posisi tidur istrinya. Selain itu, kaki istrinya selalu bergerak kemana-mana dan membuat adik kecilnya bangun namun tidak bisa melakukan apa-apa. Belum lagi dengan tangan istrinya yang terus menepuk dadanya atau mengelusnya. Itu benar-benar menyiksa malamnya. Rendra bangun lebih dulu dan keluar, sudah ada seorang pelayan yang menunggu di depan kamar. "Biarkan istriku tertidur lebih lama, dia akan memanggil kalian jika sudah bangun. Jadi kalian bisa mengerjakan hal yang lainnya lebih dulu." Kata Rendra memberikan instruksi. Setelah itu Rendra berjalan ke arah kamarnya sendiri, diikuti oleh kepala pelayan yang mengekor di belakangnya. "Apakah anda akan langsung bekerja seperti jadwal?" Tanya kepala pelayan memastikan. "Tidak, aku akan istirahat di rumah hari ini, dan tolong beritahu perusahaan untuk tidak ada yang datang ke rumah." Jawab Rendra yang langsung saja dijawabi anggukan oleh kepala pelayan. Diam-diam kepala pelayan tersenyum, ia pikir kehidupan tuannya itu akan berubah kedepannya. "Oh ya, tolong bangunkan jika sudah waktunya sarapan pagi." Kata Rendra pada kepala pelayan yang ingin pergi. "Baik," setelah menjawabnya, kepala pelayan pun segera keluar dan menutup pintunya. "Perlakuan nyonya dengan sangat baik, jangan biarkan nyonya mengeluh dan kalian harus membuat nyonya betah di rumah ini. Karena sepertinya nyonya dapat merubah suasana yang ada di rumah ini." Kata kepala pelayan memberikan instruksi pada pelayan yang sudah berkumpul setelah ia hubungi dengan alat khusus. "Kita akan melakukannya sesuai perintah!" Jawab mereka secara bersamaan dan kompak.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD