Letta menatap pemandangan di depan matanya dengan kagum karena rumah milik Azel tidak jauh beda dengan rumah miliknya di LA. Selama perjalanan, Azel tidak membuka suaranya membuat mulut Letta yang cerewet terasa gatal. Namun, bisa dipastikan bahwa pria disampingnya memiliki sikap seperti Daddy dan Kakaknya –Vior- dingin dan kejam. Letta sampai berpikir, apakah semua pria tampan setipe dengan Kakaknya memiliki sifat yang membosankan seperti itu?
"Sampai kapan kau mau disitu?" Tegur Azel dari luar mobil. Bahkan, Letta tidak sadar jika mereka sudah sampai di depan rumah, tidak, lebih tepatnya mansion mewah tersebut. Gadis itu segera keluar dari mobil mewah milik Azel dan mengambil barangnya di bagasi dengan susah payah karena Azel tidak membantunya sama sekali.
Ck, sepertinya Kak Vior terlalu berlebihan dalam memperingatkan dirinya karena sampai kapanpun, Letta tidak akan jatuh cinta pada pria berekspresi datar seperti itu!
"Selamat datang, Letta.." Sapa wanita paruh baya yang sangat cantik dan dipastikan orang tua dari pria tanpa ekspresi tersebut.
"Tante Invy?"
Invy mengangguk ramah kemudian membantu Letta membawa barang-barangnya. "Maafkan Azel, Letta. Dia memang seperti itu. Bahkan om dan tante susah payah membujuknya untuk menjemputmu.."
Letta menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, tante. Aku masih bisa membawanya."
Invy tersenyum kemudian segera menarik koper milik Letta untuk masuk ke dalam rumah mewah mereka.
"Disini, anggap saja rumahmu, Sayang. Jangan segan sama Tante dan Om. Jika ada yang kau butuhkan katakan saja pada salah satu diantara kami."
Letta tersenyum tidak enak dan berujar. "Maaf, aku merepotkan kalian, Tante."
"Kau tidak merepotkan sama sekali, Sayang. Keluargamu sudah seperti keluarga kami sendiri."
"Terimakasih, Tante."
"Sama-sama." Balas Invy kemudian mengajak Letta ke lantai dua. "Nah, kamarmu ada disini dan di depan sana kamar Azel."
Kamarnya dengan kamar Azel dipisahkan oleh tangga besar yang melingkar di tengah-tengah hingga ke lantai 3. Invy membuka kamar yang berwarna cream tersebut. "Mommymu bilang kau tidak suka warna-warna feminim. Jadi, Tante mengubahnya menjadi warna kesukaanmu."
"Terimakasih banyak, Tante. Aku benar-benar tidak enak merepotkan kalian. Seharusnya tidak perlu diubah pun aku akan bersedia menerimanya."
Invy tersenyum kemudian menarik Letta masuk ke dalam dan bergumam. "Bersihkan dirimu, Sayang. Setelahnya kita akan makan malam bersama dibawah. Para pembantu akan membantu untuk membereskan barang-barangmu nantinya."
Letta mengangguk. "Baiklah, Tante."
Invy keluar dan tak lupa menutup kembali pintu kamar milik Letta membiarkan wanita itu sendirian.
***
Letta keluar dengan mengenakan kaos karet serta jeans pendeknya sedikit di atas lutut. Ia turun dan menuju dapur. Disana ada seorang wanita cantik yang baru saja dilihat oleh Letta, umurnya mungkin sebaya dengan Kak Vynca.
"Letta, kemarilah.." Invy menegur membuat Letta mau tidak mau menuju ke dapur dimana para dua wanita cantik itu sedang memasak.
"Hai, Letta.." Sapa wanita cantik tersebut kemudian mengulurkan tangannya. "Aku Seva, Kakak Azel."
Ah~ pantas saja mereka mirip.
"Letta, Kak.." Balas Letta tak kalah ramah.
"Aku sudah tahu." Jawab Seva kemudian memeluk Letta erat. "Senang kau disini karena sejak lama aku menginginkan adik perempuan yang bisa kuajak berjalan-jalan."
Letta yang tidak siap merasa sedikit sesak akan pelukan Seva.
"Kau membuatnya kehabisan nafas, Seva!" Tegur Azel yang entah darimana membuat Seva langsung melepaskan pelukannya dan bergumam maaf berkali-kali.
"Tidak apa-apa, Kak." Balas Letta.
"Kalian duduklah. Mama akan menyiapkan makanannya." Invy menyela dan mereka bertiga menurut. Seva duduk disamping Letta sedangkan Azel duduk tepat dihadapan Letta.
"Kau tahu, aku sangat senang saat kau tahu kau kemari.." Seva bergumam riang. "Sejak dulu ingin bermain, berbelanja bersama seorang adik perempuan tapi Mama tidak ingin melahirkan lagi karena Papa melarangnya."
Letta terkekeh pelan. "Daddy juga melarang Mommy untuk melahirkan lagi dan menjadikan aku anak bungsu padahal aku sangat ingin memiliki saudara perempuan yang bisa kuajak balapan."
Seva membelalakkan matanya. "Kau suka balapan?"
Gadis itu mengangguk. "Maka itu aku dikirim kemari agar sifatku berubah."
Azel juga sedikit kaget karena tahu perempuan di depannya ini suka sekali dengan balap liar.
"Bukankah Vynca ada?"
Letta kembali mengangguk menjawab pertanyaan Seva. "Ya, tapi Kak Vynca bukan wanita yang bisa diajak balapan karena dia akan mati jantungan."
Invy yang mendengar sedari tadi hanya tersenyum melihat Seva yang akrab dengan orang asing. Padahal, anaknya itu jarang-jarang bisa akrab dengan orang lain.
"Aku mau jika kau mengajakku." Tawar Seva membuat Letta membelalak tidak percaya.
"Dan Leo akan memarahimu!" Sambung Azel membuat Seva terdiam. Leo merupakan suaminya yang saat ini sedang berada di luar negeri. Mereka baru saja menikah tahun lalu dan sedang proses memiliki anak. "Tidak ada yang namanya balapan selama kau tinggal disini, Letta!"
"Kau bukan orangtuaku, Kak Azel!" Letta menyahut tak mau kalah. Ia tidak mau di tekan seperti Daddy dan Kakaknya Vior.
"Kalau begitu, aku akan menghubungi Vior agar menjemputmu kemari!"
"Mati saja kau!!" Letta bersungut-sungut membuat Seva dan Invy mau tak mau tersenyum karena baru kali ini ada perempuan yang berani menentang Azel.
"Ada apa ini?" Tegur Aiden tiba-tiba kemudian mengecup dahi Invy dengan sayang. "Hai, sayang.." Sapa Aiden pada Letta.
"Om Aiden??" Pekik Letta kemudian memeluk Aiden erat. Letta memang sangat dekat dengan Aiden karena beberapa kali pria itu berkunjung ke asramanya dulu bersama dengan Levin.
"Haha~ kau tidak pernah berubah.."
"Kau tahu apa yang akan membuatku berubah, Om." Sahut Letta sambil menyengir jahil kemudian mendapatkan tempelengan dari Aiden di kepalanya.
"Sakit, Om." Sungutnya sambil mengelus kepala sendiri.
"Sudah-sudah. Ayo makan.." Invy memutuskan menyela agar mereka makan terlebih dahulu.