Waktu berlalu begitu cepat. Sehingga pada hari inilah Faiz dan Humairah akan melangsungkan sebuah ikatan pernikahan. Rasa gugup bercampur dengan rasa cemas menghantui diri Faiz yang kini tengah berdiri di hadapan cermin besar di kamarnya. Tadinya ia sedang memakai jasnya namun setelah selesai berpakaian rapi ia jadi melamun.
Sudah cukup lama Faiz menatap dirinya di cermin. Sampai saat ini ia masih saja belum percaya jika hari ini ia akan melangsungkan pernikahan. Ia akan menikah dan mendapatkan pendamping baru dalam hidupnya. Pendamping hidup yang harusnya menjadi pelengkap untuknya. Tapi ia merasa tidak bahagia dengan pernikahannya ini. Ia dipenuhi beban pikiran. Ia kacau dan sebenarnya ia ingin pernikahannya tidak terjadi.
Hal yang tidak pernah ia bayangkan akhirnya terjadi ke dalam hidupnya. Akhirnya ia menikah untuk kedua kalinya. Dan ia benar-benar menikah tanpa rasa cinta. Sungguh menggelisahkan. Sangat jauh berbeda dengan pernikahannya 5 tahun yang lalu. Penuh rasa bahagia dan dibanjiri senyuman kebahagiaan.
Waktu itu senyumnya mengembang indah saat menatap dirinya di cermin. Ia terlihat gagah dan tampak keren dengan setelan jas yang dipakainya. Hari itu ia akan menikahi seorang gadis cantik pujaan hatinya. Stella, wanita pujaan hatinya sejak jaman SMA. Ia pacaran dengan gadis itu sejak kelas X. Dan pada akhirnya ia berhasil menikahi gadis itu. Ia benar-benar bahagai saat itu. Ia merasa menjadi pria paling beruntung yang menikahi pujaan hatinya. Ia benar-benar bahagia karena bisa menikah dengan cinta pertamanya.
Namun, saat ini jauh berbeda. Senyumnya tak lagi ada. Bahkan ia tidak peduli dengan pakaiannya yang rapi atau tidak. Bagus atau tidak, dan ia terlihat keren atau tidak. Ia tidak peduli sama sekali. Cukup ia menghadiri pernikahannya dan cukup mengucapkan ijab kabul saja. Hanya hal itu yang akan ia lakukan. Ia tidak peduli dengan rencana-rencana apa yang akan ia lakukan setelah menikah nanti. Apakah ada bulan madu? Tidak perlu. Apakah ia harus mendapatkan keturunan? Tidak usah. Apakah hubungannya dengan Humairah akan sakinah mawadah waramah? Entahlah. Tidak sakinah juga tidak apa-apa baginya. Ia tidak menginginkan pernikahannya terjadi. Jadi untuk apa ia merancang kebahagian dari pernikahannya itu.
"Faiz, ayo Nak. Kita semua sudah mau berangkat," ucap Khadijah yang barusan saja masuk ke dalam kamar Faiz. Lamunan Faiz pun buyar karena kedatangan mamanya.
Faiz menoleh. "Iya, Ma," balasnya singkat. Ia pun memutar badannya dan berjalan malas keluar kamar bersama mamanya. Berat langkahnya ingin pergi. Tapi mau tidak mau ia harus tetap pergi. Semua sudah terlanjur terjadi. Jika ia kabur ia akan dipandang pecundang. Lebih baik ia jalankan saja dengan ala kadarnya. Ia ikuti saja alur hidupnya yang dirancang oleh orang tuanya. Ia pasrah, masa bodoh dengan pernikahan yang akan terjadi. Disuruh melamar, ia lamar. Disuruh menikah, ia akan menikah. Ia lakukan saja apa yang orang tuanya inginkan. Tapi semuanya akan berjalan dengan datar karena pernikahannya tidak melibatkan perasaan. Sekali lagi tidak apa-apa, ia tidak masalah.
***
Keluarga besar Faiz kini berkumpul di ruang tamu. Faiz yang duduk di tengah-tengah keluarga besarnya hanya bisa diam saat semuanya menggodanya. Apalagi sepupu-sepupunya yang terus saja mencandainya. Sehingga ruang tamu itu penuh canda dan tawa. Dan hanya Faiz lah yang diam tanpa peduli dengan orang-orang di sekitarnya.
"Si Faiz malam ini gak tidur sendiri lagi ya," ucap Gana-sepupunya Faiz sembari tertawa.
"Gak meluk guling lagi, haha," sahut Zahra, adiknya Faiz.
"Faiz, nanti jangan main kasar. Pelan-pelan aja. Hahaha," timbal Arkan-sepupunya Faiz juga. Dia ketawa paling besar.
"Ih, Bang Arkan ngomong apa sih Bang," ucap Zahra gak respek dengan candaan Arkan yang delapan belas tahun ke atas itu.
"Anak kecil mana paham," sahut Arkan sambil terkekeh.
"Makanya Za, nikah," tambah Gana. "Nyusul tuh, abangmu si Faiz." Gana menunjuk Faiz.
Faiz hanya diam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Beginilah jika sedang berkumpul bersama abang-abang sepupunya. Pasti ia jadi bahan ledekan.
"Udah-udah, apaan sih kalian berdua," derai Gina selaku ibu dari Gana dan Arkan. Gina adalah saudari dari Khadijah.
"Ayah, kapan ketemu sama bunda?" pekik Noah sambil berlari dan langsung gelendongan di punggung Faiz.
"Bentar lagi ganteng." Arkan yang menjawab.
"Om Arkan gak bohong, kan?" tanya Noah.
"Enggaklah, masa om bohong sih."
"Horeee," girang Noah sembari lompat-lompat kesenangan.
"Noah," panggil Gana.
"Apa?" Noah bertanya sembari mendekati Gana.
"Noah mau adik gak?"
"Mau," jawab Noah dengan semangat 45.
"Nanti ayah sama bunda kamu bakal buatin, hahaha," kata Gana dan dia ketawa sampai perutnya keram saking merasa ucapanya itu amat lucu.
Faiz hanya diam. Ia tidak peduli dengan sepupu-sepunya yang gila itu. Ia bersikap cuek saja. Sedangkan para istri dari Gana dan Arkan cuma bergumam sambil menggendong anak masing-masing yang masih kecil.
"Ayah, kapan buatin aku adik?" tanya Noah dengan amat polos.
"Nanti malam," jawab Gana.
"Hahaha," tawa Gana dan Arkan berbarengan.
Noah hanya cengok tanda dia tidak mengerti mengapa kedua om-nya itu tertawa setelah mendengar pertanyaannya. Adakah yang lucu? Pikir anak polos itu.
"Noah-Noah," ucap Gana dan Arkan serempak sambil geleng kepala.
"Kue kali ah dibuat," ucap Gana.
"Yuk berangkat," ajak Ilham yang sudah siap pergi ke masjid An-Nur untuk melaksanakan akad nikah Faiz.
Semua beranjak. Semua antusias dengan pernikahan Faiz. Semua semangat dan berharap pernikahan Faiz berjalan dengan lancar. Namun hanya Faiz sendiri yang tidak semangat. Ia melangkah malas sambil memimpin Noah dan menuju ke luar rumah.
"Ayah kenapa?" tanya Noah yang melihat ayahnya tidak semangat, seperti orang sakit saja.
"Gapapa," jawab Faiz.
"Ayah bahagia, kan?"
Faiz hanya diam saja.
"Ayah kok gak nanyak Noah."
"Noah pasti bahagia," ucap Faiz.
"Iya Ayah, Noah bahagia banget. Akhirnya Noah punya bunda."
"Ayah bahagia juga kan?" tanya Noah lagi.
Faiz memberikan anggukan saja. Supaya anaknya mengira ia bahagia walaupun kenyataannya ia merasa menderita.
Noah tersenyum.
Semua keluarga Faiz kini siap masuk ke dalam mobil untuk mengantar Faiz ke tempat akad Nikah. Faiz juga masuk ke dalam mobil bersama Noah. Ia semobil bersama orang tuanya.
***
Di tempat lain.
Di kediaman Humairah. Kini gadis bernama Humairah itu tengah duduk bercermin. Ia sedang dihias oleh tantenya. Selesai berhias ia tampak terlihat cantik dengan dandanan yang selaras dengan wajahnya. Hiasan wajahnya tidak terlalu tebal karena wajahnya sudah putih dan hanya diberi sedikit polesan maka wajahnya sudah tampak sangat cantik dan terlihat indah dipandang mata.
"Subhanallah, cantiknya keponakan tante ini," puji Fatih selaku tantenya Humairah yang barusan saja selesai mendadani keponakannya itu. Dia pangling melihat keponakannya yang terlihat begitu cantik dengan gaun pengantin yang terkesan mewah dan indah. Ditambah pula dengan kecantikan dari wajah keponakannya itu, pokoknya sangat memanjakan mata.
Humairah menunduk malu. Ia paling tidak bisa dipuji. Pasti dirinya jadi tersipu dan merundukkan pandangannya. Ia senang jika memang benar ia terlihat secantik itu. Ia bersyukur memiliki wajah yang kata orang-orang wajahnya ini tampak cantik.
"Angkat dong wajahnya, lihat diri kamu di cermin. Cantik, kan," ucap Fatih sambil mengangkat dagu Humairah.
Humairah pun memandangi wajahnya di cermin. Ia tersenyum simpul. Entah kenapa ia jadi deg-degan. Dan juga jadi senyum-senyum sendiri. Ia tahan senyumnya dengan menggigit bibir bawahnya. Ia takut dilihat tantenya dan nanti bisa dianggap sedang membayangkan wajah calon suaminya. Jika itu terjadi ia bakalan malu banget.
"Selamat ya sayang, bentar lagi kamu akan jadi seorang istri," ucap Fatih.
"Terima kasih Tante," balas Humairah sambil bangkit dari posisi duduknya.
Fatih membantu mengangkat gaun pengantin serba putih Humairah. Agar keponakannya itu tidak susah berjalan.
"Ayo kita keluar sekarang, abi kamu pasti sudah tidak sabar ingin melihat kamu."
"Baik Tante."
Humairah dan Fatih pergi menemui Hasan. Saat Hasan melihat putrinya yang kini memakai gaun pengantin yang sangat cantik apalagi wajah anaknya itu berseri seperti bidadari. Sungguh membuat Hasan terkagum melihat Humairah yang begitu tampak sempurna. Hasan langsung memeluk Humairah dan berbisik pelan di telinga Humairah.
"Bismillah, semoga Allah meridhoi pernikahan kamu," bisiknya.
***
Faiz telah sampai bersama keluarganya di tempat akad nikah. Ia berjalan bersama rombongan masuk ke dalam masjid yang sangat indah dan besar. Ia duduk di depan meja yang di depannya sudah ada Pak Penghulu. Faiz ditemani Ilham selaku orang tuanya dan akan menjadi saksi pernikahannya. Ilham mendudukkan diri di dekat Faiz.
Tak lama kemudian semua orang menoleh ke belakang melihat mempelai wanita yang begitu cantik berjalan ke arah penghulu dengan digandeng oleh abi tercintanya. Semua terkesima dengan Humairah yang sangat terlihat cantik. Semua orang yang ada di dalam masjid memuji dalam hati. Sungguh Faiz sangat beruntung menikahi wanita itu, pikir para keluarga Faiz.
Hasan tuntun Humairah sampai di depan penghulu. Humairah pun mendudukkan dirinya di samping Faiz. Dan Hasan duduk di samping penghulu dan berhadapan dengan Faiz.
Saat semua sudah siap. Hasan mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Faiz. Faiz jabat tangan abinya Humairah. Keringat pun mulai bercucuran di pelipis Faiz. Sungguh, Faiz sangat gugup saat ini. Faiz menghela nafasnya perlahan. Ia tenangkan dirinya. Lalu situasi menjadi semakin tegang saat Hasan berucap.
"Ananda Faiz Sultan Arshad Shagufta bin Ilham Sultan Shagufta saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Humairah Alisyah Al Hasan binti Al Hasan Bukhori dengan mas kawin berupa cincin tunai karena Allah Ta'ala," ucap Hasan dengan mantap.
Berjeda. Semua orang bingung karena Faiz hanya diam. Lalu beberapa detik berlalu Faiz pun buka suara dan membuat orang-orang jadi bernafas lega kembali. "Saya terima nikah dan kawinnya Humairah Alisyah Al Hasan binti Al Hasan Bukhori dengan mas kawin tersebut dibayar tunai karena Allah Ta'ala," sahut Faiz dengan suara melemah.
"Sah?" tanya penghulu.
"SAH!" sahut semua serempak kecuali Faiz dan Humairah.
"Alhamdulillah." Semua berucap syukur dan mengusap wajah mereka.
Setelah ijab kabul berjalan dengan lancar. Humairah dan Faiz mengadah tangan mereka untuk berdoa. Humairah bersyukur kepada Sang Maha Kuasa yang telah melancarkan akad nikahnya. Dan ia juga berdoa meminta hubungannya dengan Faiz bisa awet dan menjadi pasangan yang bahagia.
Sedangkan Faiz berdoa untuk memohon maaf kepada Stella, karena telah melanggar janji untuk selalu setia kepada wanita itu. Ia tidak mendoakan untuk hubungannya dengan Humairah. Melainkan berdoa akan hal lain. Untuk apa ia berdoa atas pernikahannya dengan Humairah. Toh, Humairah bukan wanita yang ia cintai. Itulah yang ada di pikiran Faiz.
Selesai berdoa Faiz dan Humairah saling menoleh dan memandang satu sama lain. Faiz pura-pura tersenyum memandangi Humairah. Faiz melihat ada gelat kebahagiaan yang terpancar dari wajah wanita itu. Faiz jadi merasa bersalah karena tak seharusnya ia menikahi wanita yang mungkin tidak bisa ia jaga dengan baik nantinya. Faiz akui Humairah cantik dan baik. Tapi apa artinya jika ia tak mencintai wanita itu.
Faiz meraih cincin nikahnya lalu ia pasangkan cincin pernikahannya di jari manis tangan kanan Humairah. Setelah itu giliran Humairah yang memasangkan cincin itu di jari manis Faiz. Setelah selesai pemasangan cincin tanda pengikat mereka berdua. Lalu Humairah raih tangan kanan Faiz dan ia cium dengan lembut punggung tangan suaminya itu.
Faiz pun mendekatkan wajahnya pada Humairah lalu ia kecup kening Humairah. Ciuman itu tidak mengartikan apapun. Tak lain hanya untuk membuat orang tuanya dan anaknya senang karena pasti mereka berpikir ia sudah menerima pernikahan yang tak seharusnya terjadi itu.
Semua telah selesai. Keluarga Faiz dan Humairah pun serta kedua pasangan yang baru saja menikah itu beranjak pergi. Faiz gandeng tangan Humairah menuju mobil pengantin. Mereka berdua memisahkan diri dari rombongan.
"Ayah! Noah ikut Ayah!" teriak Noah sembari berlari menghampiri Faiz. Saat Noah berjarak dekat dengan ayahnya itu pun, Faiz langsung berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Noah karena ia sudah tahu pasti Noah akan langsung memeluknya lalu minta digendong.
"Noah ikut Ayah," ucap Noah langsung memeluk Faiz. Seperti dugaan Faiz. Putranya itu pasti langsung memeluknya.
Faiz berdiri dan Noah pun kini dalam gendongannya. Faiz menoleh Humairah dan Humairah sedang memandang ke arah Noah.
"Ayah, boleh kan, Noah ikut mobil Ayah sama Bunda?" tanya Noah.
"Terserah," jawab Faiz.
Noah menatap Bundanya dengan tatapan memohon. "Boleh yah ..." bujuknya.
Humairah tersenyum. "Tentu boleh," ucapnya.
Noah lalu mencium pipi bundanya dan setelah itu dia rangkul ayah dan bundanya. Mereka seperti sedang berpelukan.
"Noah sayang kalian," ucap Noah bahagia.
Anak kecil itu bahagia. Akhirnya dia bisa memiliki orang tua yang lengkap. Dia akan mendapatkan kasih sayang dari seorang yang dipanggilnya dengan bunda itu. Selama ini dia selalu bersedih karena tidak seperti teman-temannya yang memiliki kedua orang tua. Tapi sekarang tidak lagi. Dia tidak akan menjadi anak piatu lagi. Dia sudah memiliki seorang ibu yang akan menjadi pelengkap hidupnya.
"I love you, Ayah bunda."
****