E N A M

2090 Words
"Jadi gimana?" tanya Ilham. "Terserah Papa aja lah, gimana baiknya," jawab Faiz. Kalau menurutnya sih minggu depan ia gak bisa. Ia terlalu sibuk. Tapi kalau ia jawab begitu pasti membuat semua orang kecewa. Jadi langkah yang tepat adalah mengucapkan kata terserah. Lagian perjodohan ini kemauan orang tuanya. Bukan atas kehendaknya sendiri. Karena itu sekalian saja orang tuanya yang mengatur semuanya. Ia malas untuk repot mengurus pernikahannya. Pernikahan yang akan ia jalani juga tidak penting baginya. Ia tidak tertarik dengan pernikahan yang akan ia laksanakan. Mempelai wanitanya bukanlah wanita yang ia inginkan. Wanita itu hanya akan ia anggap sebagai pengganti seorang ibu untuk anaknya. Namun bukan untuk pengganti istri pertamanya. "Kamu Humairah?" tanya Hasan sambil melihat Humairah. Humairah terdiam sejenak. Saat ia sudah meyakinkan dirinya untuk benar-benar menerima Faiz, ia pun memberikan keputusan. "Insya Allah, Humairah setuju," jawab Humairah dengan menundukkan wajahnya karena Faiz menatapnya dan membuat ia merasa tak nyaman. Faiz belum jadi mahramnya dan ia juga malu jika diperhatikan semua orang. Karena bukan hanya Faiz saja yang meliriknya tapi semua orang yang duduk di kursi meja makan saat ini. "Alhamdulillah." Semua senang dan bersyukur, kecuali Faiz. Faiz mengepal tangannya. Ia merasa kesal. Ia merasa orang-orang senang di atas penderitaannya. Tidak kah kedua orang tuanya mengerti bahwa ia masih sangat mencintai istri pertamanya. Ia belum bisa melupakan wanita yang sangat ia cintai. Ia masih sangat berharap untuk bisa setia pada almarhuma istrinya. Ia ingin, ia tetap menduda seumur hidup dan mati dalam keadaan mencintai satu wanita. Hanya satu, tidak lebih dari itu. Akan tetapi orang tuanya selalu saja mendesaknya untuk mencari wanita lain, untuk belajar mencintai wanita lain, dan melupakan wanita yang selama ini masih lekat di dalam hatinya. Faiz menghela nafasnya. Ia memandangi kedua orang tuanya yang tengah tersenyum padanya. Dan ia tidak membalas senyum itu. "Pa," bisik Khadijah pada suaminya. "Apa?" tanya Ilham. "Apa Papa yakin Faiz senang dengan yang kita lakukan ini?" Melihat ekspresi Faiz yang dingin membuat Khadijah ragu jika putranya itu bahagia dengan perjodohan yang dia rencanakan dengan suaminya. "Tentu saja." Ilham tersenyum pada Khadijah. "Mama gak usah khawatir, yang kita lakukan ini untuk kebaikannya dan juga untuk kebahagian cucu kita," tambahnya. Ilham meyakinkan istrinya dengan sangat baik. Sehingga Khadijah ikut merasa yakin jika perjodohan ini adalah cara terbaik untuk kebahagian Faiz dan juga Noah. Suasana hening. Untuk mengisi kekosongan. Khadijah tiba-tiba memberikan usulan. Dia mendapatkan rencana yang bagus. "Sambil menunggu hari pernikahan, gimana kalau Faiz dan Humairah saling mengenal lebih dulu. Jalan bareng, mungkin. Menghabiskan waktu bersama dan untuk lebih membiasakan diri," usulnya. Dia rasa ini adalah usulan yang sangat tepat. Dengan usulan ini semoga saja Faiz dan Humairah bisa lebih memahami satu sama lain. "Ide bagus," sahut Ilham. Dia setuju dengan usulan istrinya itu. Usulan itu menurutnya adalah cara yang tepat untuk Faiz dan Humairah agar menjadi dekat dan akan mengerti sifat serta sikap satu sama lain. "Tapi__" Humairah agak tidak bersependapat dengan usulan orang tuanya Faiz. Entah kenapa ia merasa usulan itu hanya akan memperburuk rencana pernikahannya dengan Faiz. Ia merasakan jika Faiz juga tidak menyetujui hal itu. Ia hanya berpirasat seperti itu. Untuk kebenarannya ia juga tidak tahu. "Tapi apa Maira?" tanya Hasan pada putrinya. Menurut Hasan usulan dari ibunya Faiz adalah langkah yang bagus. Sebelum pernikahan dilaksanakan memang sebaiknya Faiz dan Humairah saling mengenal. Jadi jika ada ketidak cocokan dalam diri mereka. Mereka bisa mengambil keputusan ulang sebelum pernikahan terjadi. Hasan takut saja pernikahan putrinya nanti tidak bertahan lama jika ada selisih paham dalam rumah tangga mereka. Karena perihal sepele yang mendasari permasalahan tersebut. Faiz menghela nafas. Ia akan bukan suara. "Hal semacam itu tidak perlu dilakukan. Usulan Mama memang sangat bagus. Tapi usulan itu bukan berarti yang terbaik," ucapnya dan ucapan itu membuat tanya besar di benak orang-orang. Kenapa? "Kamu juga gak setuju, kenapa Faiz?" tanya Khadijah. "Bukannya sebaiknya kamu dan Maira saling mengenal lebih dalam lagi. Agar kalian memahami satu sama lain," tambahnya. "Faiz dan Humairah sudah saling mengenal, Ma. Humairah tau siapa Faiz dan Faiz pun tahun siapa Maira dan seperti apa dia. Jadi buat apa repot-repot dan buang waktu untuk masa perkenalan lagi. Lagian jika itu terjadi bagaimana jika kami jadi berubah pikiran. Dan memutuskan untuk tidak ingin menikah. Tapi, jika hal itu tidak dilakukan dan langsung saja menikah. Maka semuanya akan berjalan dengan baik. Jika pun nantinya ada perselisihan diantara kami, kami tentu tidak akan langsung memutuskan untuk berpisah. Karena kami sudah dewasa dan bukan anak kecil yang begitu mudah memberikan keputusan yang sepele tanpa dipikirkan lagi," jelas Faiz. Ia tidak punya waktu untuk masa perkenalan. Untuk apa juga ia membuang waktunya dengan wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Lebih baik ia bekerja. Masih banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan hanya alasan untuk saling mengenal wanita yang bukan pilihan hidupnya itu. Sebenarnya ini adalah alasan ia yang sebenarnya. Dan penjelasan yang ia sebutkan tadi hanyalah omong kosong semata. "Jadi sebenarnya kalian sudah saling kenal? Betul Maira?" tanya Hasan. Humairah mengangguk. "Kebetulan Faiz ini salah satu dokter yang bertugas di rumah sakit tempat Maira bekerja, Bi. Jadi memang kami sudah kenal cukup lama," jelas Humairah. "Mungkin awalnya Faiz tidak tahu kalau ternyata Humairah ini anaknya Abi. Dan begitu juga Maira yang gak tau orang tuanya Faiz. Jadi kalian mengira kami tidak saling mengenal." "Alhamdulillah dong kalau gitu. Berarti kalian jodoh. Gak salah lagi," timbal Ilham. "Aamiin," ucap Hasan dan Khadijah. Percakapan pun terus berlanjut sampai kedua belah pihak keluarga sudah benar-benar memutuskan bahwa seminggu lagi pernikahan Faiz dan Humairah dilaksanakan. Setelah selesai memutuskan keluarga Ilham berpamitan pulang. Humairah dan Hasan mengantar keluarga Ilham sampai depan rumah. Humairah pun menyalami Khadijah dan Ilham serta memeluk Noah dan mencium pipi Noah. Saat berpapasan dengan Faiz, Humairah hanya melempar senyum untuk Faiz lalu ia menundukkan pandangannya. Ia tidak bersalaman dengan Faiz. Karena Faiz bukan mahramnya. Faiz pamit ke Hasan dan mencium punggung Hasan dan juga memberikan pelukan ala laki-laki. "Assalamualaikum," pamit Ilham. Dia dan Khadijah serta Noah berjalan duluan menuju mobil. "Waalaikumsalam," sahut Hasan dan Humairah. Faiz memandangi Humairah. Humairah malu sekali. Ia sesekali menundukkan wajahnya agar Faiz tidak melihat pipinya yang saat ini merona, karena tersipu malu diperhatikan oleh Faiz. "Aku pulang dulu, terima kasih sekali lagi," pamit Faiz pada Humairah. Ucapan itu ia sampaikan semata-mata bukan karena Humairah telah menerima lamarannya. Tapi hanya ucapan sekedar ucapan tanpa mengartikan apa-apa. Humairah tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Assalamualaikum," pamit Faiz. "Waalaikumsalam," sahut Hasan. "Waalaikumsalam," ucap Humairah dalam hati. Noah melambaikan tangannya memberikan dadahan untuk Humairah saat hendak masuk ke dalam mobil. "Dadah calon Bunda!" teriaknya dengan semangat. "Dah," balas Humairah sembari melambaikan tangannya. Setelah semua masuk ke dalam mobil keluarga Ilham pun berlalu pergi. Humairah memeluk Abinya. "Bi, apakah keputusan Humairah adalah yang terbaik?" tanya Humairah. "Allah Maha Tahu. Kita berdoa saja semoga keputusan kamu adalah yang tepat," jawab Hasan sambil membawa putrinya masuk ke dalam rumah. *** Faiz berjalan ke arah ruang keluarga. Di sana keluarganya sudah berkumpul, sudah ada mama dan papanya. Malam ini rencananya mereka akan membicarakan soal pernikahan Faiz yang akan digelar minggu depan. Faiz mendudukan dirinya. Dan perbincangan pun dimulai. Selama perbincangan itu Faiz hanya diam saja dan memberikan anggukan jika orang tuanya melontarkan pertanyaan padanya. Faiz menyetujui setiap rencana yang direncanakan orang tuanya. Ia malas campur tangan untuk urusan perencanaan pernikahannya. Setelah selesai membicarakan hal tersebut sampai larut malam. Tiba-tiba Ilham membahas masalah lain. Dan berujung meminta Faiz untuk mencintai Humairah di saat Faiz dan Humairah sudah berstatus menikah nantinya. Ilham tahu putranya itu masih mencintai istri pertamanya yang sudah lama meninggal. Dan dia menginginkan Faiz untuk melupakan ibu dari Noah itu. Menurutnya ini adalah waktu yang tepat untuk Faiz merelakan kepergian Stella. Sudah berulang kali Faiz katakan pada papanya, ia tidak bisa mencintai wanita lain lagi. Sebab ia sudah trauma dan belum bisa melupakan istri lamanya. Namun papanya tidak terima dengan perkataannya itu dan akhirnya berujung ribut. "Faiz, pokoknya jika kamu sudah menikah. Papa mau kamu melupakan masa lalu kamu. Dan belajarlah untuk menerima kehadiran Humairah! Dan cintai wanita itu selayaknya suami yang mencintai istrinya!" tegas Ilham. "Tidak bisa Pa! Faiz cinta mati sama Stella. Gak mungkin Faiz melupakan dia hanya karena Humairah! Untuk menerima kehadiran Maira, Faiz tidak mempermasalahkan. Tapi untuk mencintai wanita itu, Faiz gak bisa!" bentak Faiz. Stella adalah wanita satu-satunya yang Faiz cintai. Ia sudah berjanji pada dirinya ia akan setia. Sampai mati pun ia tetap akan mencintai wanita itu. Ia tidak akan melupakan Stella sampai kapan pun. Stella adalah cinta pertamanya, dan wanita itu juga akan menjadi cinta terakhir untuknya. Ia tidak akan mencintai wanita lain lagi. Cukup satu wanita di hatinya. Dan ia juga tidak ingin terluka lagi. Semenjak istrinya meninggal, ia takut untuk menyukai wanita lain. Dan ia juga takut untuk belajar mencintai. Ia takut kisah cintanya akan berakhir sama. Berakhir perpisahan. Plakk Tamparan melayang di pipi Faiz. Ilham terbawa emosi. Khadijah yang melihat suaminya yang menampar Faiz, dia hanya bisa terdiam karena syok. Kejadian seperti ini memang kadang terjadi. Karena Faiz yang keras kepala dan begitu juga dengan Ilham. Mereka sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Faiz mengepal tangannya. Untuk sekian kalinya papanya memukulnya. Ada rasa ingin melawan, namun ia menahan rasa itu. Bagaimana pun yang di hadapannya sekarang ini orang tuanya. Ia sadar diri. Ia memang pantas menerima tamparan dari papanya. Ia anak pembangkang. Akan tetapi sadar diri tidak membuatnya mengubah keputusannya. Ia tetap pada pendiriannya. "Dengarin Papa! Stella itu sudah meninggal! Anak kamu itu butuh sosok ibu, Faiz. Sudah sepantasnya kamu menikah lagi dan memberikan kebahagiaan untuk Noah! Dengan mencintai Humairah, papa yakin. Hidup kamu lebih baik dan bukan keras kepala seperti saat ini! Kamu jangan egois! Pikirkan anak kamu," jelas Ilham penuh dengan penekanan. "Terserah Pa! Terserah! Cukup Papa meminta Faiz untuk menikah. Tapi jangan pernah memaksa Faiz untuk mencintai wanita lain!" tegas Faiz. Selesai berbicara, ia beranjak pergi dari ruang keluarga itu dengan langkah cepat. Papanya selalu mendesaknya. Lihat saja, saat ia menikah nanti ia akan pergi dari rumah petaka ini, pikirnya tak main-main. "Faiz!" teriak Ilham. "Papa belum selesai bicara!" Faiz tidak kembali. Ia tetap pergi. Sudah tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan menurutnya. Semua sudah jelas. Ia akan tetap dengan apa yang sudah ia putuskan. Ia tidak akan menuruti keinginan papanya. Menikah saja cukup baginya. Jangan ada permintaan lagi yang melibatkan perasaan. "Anak itu," gumam Ilham. Khadijah menghampiri suaminya. "Sudahlah Pa, jangan terlalu keras sama Faiz. Selesaikan dengan kepala dingin. Faiz itu masih muda. Dia masih sulit untuk mengerti maksud dari keinginan Papa. Mama paham papa menginginkan yang terbaik untuk Faiz. Tapi kita juga harus memahami kondisi Faiz. Dia masih belum bisa melupakan istrinya. Kita harus mengerti itu dan memberikan waktu untuk Faiz," ucapnya menenangkan Ilham. Ilham menghela nafas berat. Dia beranjak duduk di sofa dan Khadijah menyusulnya. *** Faiz beranjak menuju kamarnya. Sesampainya di kamar Faiz merebahkan tubuhnya di samping Noah yang sudah tertidur dengan pulas. Hari ini Noah tidurnya jauh lebih awal. Dan gak terlalu cerewet seperti malam-malam sebelumnya. Baguslah, jadi anaknya itu tidak merepotkanya. Ia sangat setres sekarang. Faiz berusaha untuk tidur tapi tidak bisa. Kepalanya pusing. Setiap hari ia selalu susah menidurkan dirinya. Kerena setiap malam kepalanya selalu saja terasa sakit. Faiz berangsur turun dari tempat tidur. Ia mengambil obat pereda rasa sakit kepala. Sudah beberapa menit kemudian barulah sakit kepalanya hilang berkat meminum obat itu. Faiz merebahkan tubuhnya lagi. Sebelum ia memejamkan matanya. Ia meraih foto yang terletak di atas nakas. Ia melihat seorang wanita yang ada di dalam foto. Ia mengusap wajah seseorang itu. Ia menatapnya dan mengingat betapa bahagianya ia saat seseorang itu masih ada di sisinya. Faiz memeluk foto tersebut. Wanita yang ada di dalam foto itu adalah wanita tercintanya. "Sayang, aku merindukan kamu," ujarnya sambil memejamkan mata. Tidak terasa air matanya pun mengalir jatuh. Sungguh ia sangat merindukan istrinya. Ia sangat merindukan cinta pertamanya. Ia sangat merindukan wanita itu. Isak tangis mulai keluar dari mulut Faiz. Ia tidak bisa menahan kesedihannya. Faiz bangkit dan mendudukan diri di pinggir tempat tidur. Ia menangis sambil melihat Foto istrinya. "Sayang, kenapa kamu harus pergi?" "Kenapa kamu ninggalin aku?" "Kenapa Stella?" "Kenapa?" "Hiks ..." "Aku cinta sama kamu." "Aku sayang sama kamu." "Aku ... gak bisa mencintai wanita lain." "Cuma kamu satu-satunya." "Aku gak akan pernah lupa sama kamu." Faiz semakin larut dalam kesedihannya. Tidak ingin Noah terbangun, ia beranjak pergi ke balkon kamar. Sampai di balkon ia semakin tenggelam dalam masa lalunya. Ia terus menangisi istrinya yang sudah lama meninggalkannya. Walaupun kematian Stella sudah bertahun-tahun lamanya. Namun Faiz selalu merasa kepergian istrinya itu baru saja kemarin. Rasa kehilangan masih melekat dalam dirinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD