(PART 1) SATU

675 Words
Menikah adalah keharusan bagi seorang pria dan wanita. Faiz, seorang pria yang sebelumnya pernah menikah saat usianya 19 tahun. Ia menikahi wanita yang ia cintai, bahkan sangat ia cintai. Lebih dari rasa cintanya pada dirinya sendiri. Tapi yang jadi pertanyaan adalah: bila mana ia menikah lagi namun tanpa cinta, apa jadinya? Tidak pernah Faiz bayangkan seumur hidupnya. Ia yang pernah menikah dengan cinta saja berakhir dengan luka. Apalagi menikah tanpa cinta, tidak terbayangkan semenderita apa ia nantinya. Walau baru membayangkan saja membuatnya takut, apalagi benar-benar terjadi dalam kehidupannya. Ia benar-benar tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Cinta. Rasa yang membuat Faiz takut untuk merasakannya yang kedua kalinya. Cukup sekali ia merasakan sakit yang sampai saat ini tidak bisa ia lupakan gara-gara rasa cinta. Cinta pertamanya pergi meninggalkannya tanpa kembali. Cintanya itu pergi saat melahirkan buah hati mereka. Penantian bahagia yang ia bayangkan bersama wanitanya berakhir hanya sebatas mimpi. Semua berakhir sia-sia. Ia memperjuangkan wanita itu susah payah. Tapi ujungnya wanita itu meninggalkannya sendiri di dunia fana ini. Sungguh menyedihkan. Ia benci hal tersebut dan kenapa pula hal itu harus terjadi pada dirinya. 5 tahun sudah Faiz menjadi seorang pemuda yang berstatus duda. Membesarkan seorang anak sendirian tidaklah mudah baginya. Sangat berat untuknya membagi waktu untuk memberikan kasih sayang pada putranya. Belum lagi jiwanya yang masih menyisakan rasa sakit ditinggal pergi oleh istri tercinta. Ia hancur, dan belum bisa melupakannya. Ia hampir gila menjalankan hidupnya yang seperti ini. Ketahuilah, sangat sakit ditinggal mati kekasih hati. Dan ia belum dapat menyembuhkan rasa sakit itu. Entah sampai kapan ia akan berada pada fase menyedihkan ini. Ia mulai muak dengan kondisi yang dialaminya. Rasanya ingin ia menyusul saja istrinya yang pergi lebih dulu dari bumi ini. Namun jika ia lakukan, bukankah putranya akan lebih menderita darinya karena tidak akan merasakan kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Soal menikah lagi, hal yang tidak ingin Faiz lakukan dalam hidupnya. Baginya menikah hanya cukup sekali. Ia tahu, anaknya butuh sosok seorang ibu. Tapi, ia tidak ingin memiliki pendamping. Namun, orang tuanya selalu mendesaknya untuk menikah. Mereka sering menjodohkannya. Tapi ia menolak mentah-mentah. Ia tidak mau posisi istrinya tergantikan. Ia tidak mau mencintai wanita lain. Baginya wanitanya hanya satu dan tak akan pernah terganti oleh siapapun. Namun, orang tuanya tidak pernah putus asa untuk terus mencarikan pendamping untuknya. Sampai-sampai Faiz yang bosan mendengarkan perdebatan papa dan mamanya yang selalu berdebat hanya perihal ia yang tidak mau menikah ini. Hingga ia muak dengan semuanya dan memilih pasrah saja, dan mengikuti keinginan orang tuanya. Mereka terlalu menuntut hidup Faiz. Dan Faiz tidak bisa apa-apa. Ia sebagai anak memang selayaknya menurut perkataan orang tua. Dan ia sebagai orang tua memang selayaknya memberikan kebahagiaan kepada anaknya dengan memberikan seorang ibu. Meskipun itu adalah langkah berat yang harus diambilnya. Walaupun hal tersebut atas rasa keterpaksaan. Mau tak mau ia lakukan saja demi anak dan orang tuanya. Ia tidak mau gara-gara perihalnya rumah tangga orang tuanya jadi berantakan. Jadi ia mengalah saja dan menuruti keinginan papa dan mamanya. Jujur, Faiz capek hidup sendiri. Ia hampa tanpa pendamping. Ia lelah mengurus anaknya yang sangat manja. Ia dibuat stres dan frustasi oleh anak itu. Ia menyayanginya, namun kadang ia menyalahkannya atas kematian istrinya. Tapi ia sadar anak itu tidaklah salah. Hanya saja ia terlalu bodoh masih tenggelam dalam masa lalu yang membuatnya terpuruk. Sebenarnya, Faiz tidak menginginkan seorang istri lagi. Makanya ia tidak ingin menikah. Jika ia membutuhkan wanita, ia bisa menyewanya kapan saja disaat ia butuh. Ia bisa membelinya dengan uang. Tapi untuk menjadikannya istri, Faiz tidak mau. Buat apa ia menikah, jika ia berujung menyakiti perasaan wanita karena ia tidak bisa mencintainya. Tidak, bukan tidak bisa tepatnya. Akan tetapi ia takut mencintai. Ia takut di saat ia menaruh rasa pada sang wanita dan wanita itu lalu pergi lagi meninggalkannya. Seperti cinta pertamanya. Namun karena terpaksa menerima keinginan orang tuanya untuk menikah. Mau tidak mau Faiz lakukan. Meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya ia akan memperlakukan istrinya nanti. Bisakah ia mencintai dan beranikah ia untuk jatuh cinta lagi? Entahlah, ia juga tidak tahu. Ia juga mempertanyakan hal itu kepada dirinya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD