1. Snowdrop

1361 Words
Udara dingin di kota Swiss membuat Vieny mengeratkan mantel tebal yang menutupi tubuhnya. Tahun ini suhu udara sangat rendah hingga membuat musim dingin semakin parah. Tidak hanya itu. Salju juga turun cukup deras di banding tahun-tahun sebelumnya. Menutupi hampir semua jalanan kot9a Swiss dengan salju yang cukup tebal. Suhu ekstrim yang terjadi saat ini membuat sebagian besar warga Swiss memilih duduk diam di rumah dengan perapian yang menyala. Menghangatkan ruangan dan tubuh-tubuh yang membutuhkan kehangatan. Lengkap dengan secangkir coklat hangat ataupun kopi di tangan masing-masing. Sebagian lagi terpaksa harus keluar rumah. Membiarkan angin musim dingin menerpa tubuh yang tetap kedinginan meskipun sudah dilapisi dengan mantel yang cukup tebal, seperti yang dilakukan Vieny saat ini. Tapi Vieny tidak mempermasalahkan semua itu. Ia tidak memperdulikan udaraa dingin yang seakan menusuk tulangnya. Ia justru semakin melambatkan langkahnya. Membiarkan angin musim dingin dan tetesan salju yang berjatuhan menimpa tubuhnya. Tidak juga dihiraukan tubuhnya yang mulai mengigil kedindingan, karena ia butuh semua itu. Ia butuh udara dingin yang begitu di sukainya ini untuk membuatnya pikirannya tetap dingin. Meskipun kenyataannya semua itu sama sekali tidak berpengaruh untuk mendinginkan pikirannya. Setidaknya perhatiannya bisa sedikit teralihkan karena fokus pada udara dingin yang dihadapinya. Vieny terus melangkah membiarkan kakinya terendam dalam tumpukan salju putih yang mendominasi semua tempat yang dilaluinya. Bahkan ketika semakin jauh ia melangkah dan membuat kakinya terendam, ia tidak peduli. Toh ia benar-benar butuh sesuatu yang dingin untuk mengingatkannya tetap berpikir jernih saat ini. Uap yang keluar dari dalam mulutnya setiap kali Vieny menghela napas panjang membuatnya sadar bahwa ia sudah masuk semakin dalam ke area hutan yang terdapat di belakang tempat tinggalnya. Tapi hal itu lagi-lagi tidak menghentikan langkahnya. Ia terus melangkah sampai akhirnya berhenti di tempat yang selalu menjadi favoritnya. Tempat yang pertama kali ditunjukkan Damian ketika ia nyaris menyerah dengan kondisinya. Vieny menatap sekeliling. Mencari sesuatu yang dibutuhkannya. Sesuatu yang selalu menjadi penyemangat dirinya. Sesuatu yang membuatnya semangat untuk tidak menyerah dan terus berjuang hingga bisa bangkit dari keterpurukan yang dialaminya. Matanya terus menjelajah. Mencari diantara tumpukan salju putih yang berada di sekelilingnya. Cukup lama Vieny mencari dan tidak menemukan apapun di sana. Ia nyaris menyerah ketika sadar apa yang sedang dicarinya mungkin tidak ada saat ini. Lagi pula mustahil bagi sesuatu yang dicarinya tumbuh di saat cuaca ekstrim seperti ini. Keputusasaan melanda. Vieny berbalik hendak melangkah pergi meninggalkan tempat yang mungkin sebentar lagi akan membekukan tubuhnya, alih-alih ia melihat apa yang dicarinya tumbuh diantara tumpukan salju yang cukup tinggi diantara tumpukan yang lainnya. Dengan kegembiraan yang meluap, Vieny melangkah mendekat. Berjongkok di depan bunga Snowdrop cantik yang tengah berjuang untuk tumbuh dan mekar diantara terjangan salju dan cuaca ekstrim musim dingin. Sebuah senyum terukir di wajah cantik Vieny. Tangannya terulur menyentuh bunga putih dengan warna hijau di tengahnya. Bunga yang selalu menjadi penyemangatnya. Bunga yang membuatnya bangkit dan berjuang untuk hidupnya. Bunga indah yang melambangkan penghiburan dan harapan, kemurnian dan pembersihan. Bunga yang mampu mekar di kala musim dingin tiba dan akan bertahan hingga bertahun lamanya. Vieny ingat ketika dulu ia hampir menyerah pada kondisinya, Damian menggendongnya, membawanya ke tempat ini. Menunjukkan pemandangan terindah yang pernah dilihatnya. Sebuah bunga cantik yang mekar di antara tumpukan salju. Damian mengibaratkan dirinya sebagai Snowdrop yang harus berjuang, dan kondisinya saat itu sebagai salju. Seandainya saja Damian tidak membawanya melihat bunga Snowdrop yang indah itu. Mungkin selamanya ia tidak akan berani menghadapi kenyataan yang menimpanya. Ia akan tenggelam dalam keputusasaan yang membelenggu langkahnya untuk selamanya. Syukurnya bunga cantik itu menyadarkannya bahwa sesulit apapun hidup yang kita jalani, kita tidak boleh menyerah. Hal itulah yang dilakukannya hingga akhirnya ia berhasil melewati masa-masa sulitnya saat itu. Vieny menghela napas. Ia sudah memutuskan untuk kembali dan kali ini ia pastikan tidak akan kalah. Apa yang terjadi di masa lalu akan dijadikannya pelajaran. Toh sekarang ia bukan lagi wanita lemah dan bodoh yang bisa dengan mudah di tipu. Ia bukan lagi Vieny yang begitu mempercayai dongeng tentang pangeran ataupun cinta sejati. Vieny yang sekarang adalah wanita yang akan selalu berpikir realistis dan ia tidak akan segan menunjukkan pada pria itu ataupun orang lain bahwa kini dirinya sudah berubah. Ia akan membuat pria itu menyesal atas apa yang telah dilakukan padanya di masa lalu. Vieny kembali menghela napas. Ia tahu semua akan terasa berat karena nyatanya ia masih mencintai pria itu. Tidak, ia tidak akan memungkiri apa yang di rasakannya karena memang begitulah kenyataannya. Karena rasa cinta yang dirasakannya itulah yang pada akhirnya membuat langkah yang kini akan diambilnya terasa berat. Seandainya rasa itu sudah tidak ada lagi, ia yakin tidak akan sulit baginya untuk mengambil keputusan ini. Tapi bukankah semua memang harus dihadapi? Tidak akan ada gunanya lagi ia menghindar, toh setelah bertahun-tahun lamanya –hampir setiap malam dalam tidurnya– ia tahu semua ini akan terjadi. Tidak ada celah untuk menghindar. Karena lari dan bersembunyi lagi adalah hal terakhir yang bisa dilakukannya saat ini. Itu pun kalau ia tidak mau semua yang menjadi miliknya berpindah tangan pada pria b******k itu. Pria b******k yang telah mengambil hatinya dan menghancurkannya begitu saja. Vieny memejamkan mata. Ingatan akan apa yang telah terjadi di masa lalu terasa begitu jelas di dalam kepalanya. Menyakitkan dan menyedihkan. Tidak ada perumpamaan yang bisa menggambarkan perasaannya setiap kali mengingat kejadian itu. Kejadian yang begitu sulit untuk dilupakan selama ini. Menguatkan tekadnya, Vieny berbalik dan melangkah menjauh. Meninggalkan bunga Snowdrop yang tengah mekar di antara tumpukan salju untuk kembali ke rumah dan bergelung dalam kehangatan yang ditinggalkannya beberapa saat lalu. Raut wajah penuh kelegaan langsung menyambutnya sebelum Vieny mencapai pintu. Sosok pria dengan surai kecoklatan dan Netra biru sebiru langit seperti matanya menatapnya dengan wajah khawatir sekaligus penuh kelegaan. Damian –sepupu yang begitu di sayanginya– langsung merengkuhnya. Membawa tubuh Vieny yang sudah menggigil ke dalam pelukan hangatnya. Membuat Vieny membenamkan wajahnya di atas d**a bidang yang beberapa tahun terakhir selalu menjadi sandarannya. Menguatkannya hingga saat ini, "Aku mengkhawatirkanku little girl, are you okey?" Vieny tidak membuka bibirnya untuk menjawab pertanyaan Damian. Hanya sebuah anggukan yang diberikannya sebagai jawaban. Meskipun semua terasa berat toh ia memang merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah membulatkan tekadnya untuk kembali dan menghadapi semuanya. Menghadapi apapun yang nanti akan dihadapinya. "Apa kau sudah menemukan yang kau cari?" Damian kembali bertanya. Tahu apa yang sebenarnya tengah di cari Vieny di dalam hutan. "Aku menemukannya Dam. Bunga itu tumbuh dengan cantiknya diantara tumpukan salju," jawab Vieny masih dalam pelukan hangat Damian. "Apa kau yakin akan kembali?" Kali ini Vieny mengangkat kepalanya. Membuatnya bisa melihat dengan jelas wajah tampan sepupunya yang menatapnya khawatir. Sepupu yang sangat disayanginya. Vieny tahu Damian tidak akan mudah melepaskannya dan membiarkannya kembali. Terlebih setelah apa yang telah terjadi di masa lalu. Tapi Vieny juga tahu bahwa Damian akan menjadi orang pertama yang akan mendorongnya maju, menghadapi apapun yang akan terjadi di depan nantinya. Damian selalu percaya bahwa setiap masalah harus diselesaikan dan bukan dihindari. Seulas senyum terukir di wajah cantik Vieny membuat alis Damian hampir menyatu ketika melihatnya. Vieny menyentuhkan ujung jarinya diantara alis Damian. Menghilangkan kerutan diantara kedua alisnya. "Jangan berpikir terlalu keras Dam," ucap Vieny lembut, "Bukankah kau yang mengajarkanku untuk bertahan selama ini?" Vieny kembali tersenyum, "Ada tanggungjawab yang harus kuemban dan aku tidak mungkin selalu meminta banTuan orang lain mengerjakan semua itu dan yang paling penting aku tidak mungkin menghindarinya terus menerus. Masalah harus dihadapi, itu yang selalu kau katakan padaku, ingat?" Damian menatap Vieny. Masih terlihat jelas raut khawatir pada wajah tampan pria itu. "Aku bisa. Aku mampu. Percayalah padaku." Setelah cukup lama diam, Damian akhirnya mengangguk. Ia masih memandang Vieny lama seolah menyakinkan dirinya sendiri atas kesungguhan Vieny akan kata-kata yang baru saja diucapkannya, sebelum kembali menarik tubuh Vieny ke dalam pelukannya. Melingkupi tubuh mungil sepupunya dalam tubuh besarnya. Memberinya kehangatan seolah hal itu bisa memberi Vieny kekuatan untuk menghadapi apapun yang akan terjadi di masa depannya. "Yah... aku yakin kau bisa..." ucapan Damian terhenti. Ia mengecup puncak kepala Vieny dengan lembut, "Karena kau adalah Vieny... Vieny Angela Swann. Sepupu cantikku yang kuat, sekuat bunga Snowdrop." Dan keyakinan Damian cukup bagi Vieny untuk semakin yakin akan keputusan yang telah diambilnya. Keputusan untuk tidak lagi bersembunyi dan menghadapi ketakutan yang selama ini selalu dihindarinya. Ketakutan akan penolakan yang akan dihadapinya kembali.  ====Lbk==== Revisi 081019
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD