2. Adrian Dan Masa Lalu

1610 Words
Meskipun Singapura bukanlah negara subtropis yang memiliki empat musim setiap tahunnya. Tapi entah kenapa musim hujan tahun ini terasa lebih dingin dari biasanya. Desiran angin yang menerpa dedaunan menambah suara yang tercipta malam itu. Satu-satunya suara alam yang masih bisa di dengar selain suara desahan dan erangan serta u*****n kasar dari sepasang manusia yang tengah menyatukan tubuh mereka dalam irama indah yang akan membawa mereka mencapai surga dunia yang tak tertandingi. Udara dingin di luar tentu saja tidak sama dengan apa yang tengah terjadi di dalam kamar yang cukup luas itu. Salah satu kamar di rumah peristirahatan besar yang digunakannya untuk bersenang-senang dengan sahabat sekaligus sepupunya dan tentu saja dengan wanita yang menjadi pasangannya. Adrian William Glenn. Itulah nama pria itu. COO (Chief Operations Officer) perusahaan Swann&Glenn Grup. Sebuah grup perusahaan multinasional yang bergerak di bidang makanan. Dan seharusnya ia sudah menjadi CEO perusahaan itu kalau saja wanita sialan –yang menjadi tunangannya saat itu– tidak kabur dan menghilang begitu saja tanpa kabar berita hingga saat ini. Kalau saja waktu bisa di putar kembali, Adrian tidak akan pernah sudi menerima pertunangan yang direncanakan orang tua mereka. Karena pada akhirnya wanita sialan itu justru meninggalkannya begitu saja. Membuat dirinya dan keluarganya begitu malu atas apa yang dilakukannya. Pembatalan pertunangan jauh-jauh hari mungkin masih bisa ditolerir. Tapi jika sang calon tunangan kabur begitu saja dan membatalkan pertunangan tanpa penjelasan beberapa saat sebelum acara dimulai tentu lain cerita. Apa yang terjadi tujuh tahun lalu tidak akan pernah dilupakan Adrian. Bukan hanya karena wanita sialan itu pergi begitu saja. Tapi juga karena perasaan terhina atas apa yang dilakukan wanita itu pada keluarga dan terutama kepada dirinya. Selama hidupnya tidak pernah sekalipun Adrian mengejar wanita. Para wanita itulah yang mengejar dirinya, bertekuk lutut di bawah kakinya. Tidak pernah juga dalam sejarah hidupnya ia ditinggalkan oleh seorang wanita. Tapi wanita sialan dan tidak tahu diri itu justru pergi begitu saja beberapa saat sebelum acra pertunangan di mulai. Sialnya lagi wanita itu bukanlah wanita cantik yang pantas bersanding dengannya. Masih jelas dalam ingatan Adrian. Bagaimana orang tua serta para pelayan kalang kabut karena tidak menemukan wanita itu di kamarnya. Semua begitu sibuk mencari dengan begitu banyak pikiran buruk terlintas dalam benak masing-masing. Semua khawatir terjadi hal yang buruk pada wanita itu. Mau tidak mau, kekhawatiran itu menular padanya. Bukan khawatir pada kondisi wanita itu tentu saja, tapi ia jauh lebih mengkhawatirkan reputasinya kalau saja acara pertunangan itu gagal. Sampai akhirnya sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya membuat kemarahan Adrian memuncak. Ia membanting ponselnya, membuat benda pipih itu terburai menyedihkan. Wanita sialan itu pergi dan membatalkan pertunangan mereka secara sepihak. Hal itu tentu saja membuat Adrian marah. Lagi pula siapa yang tidak akan marah kalau tiba-tiba saja acara pertunangan yang seharusnya berlangsung meriah akhirnya harus dibatalkan hanya karena si wanita pergi begitu saja? Pergi? Adrian ingin tertawa setiap kali mengingat kata itu. Logikanya hanya wanita sinting yang akan membatalkan pertunangannya dengan pria tampan dan kaya seperti dirinya. Dan kenyataannya wanita itu memang gila. Kegilaan yang pada akhirnya membuat Adrian sangat membencinya. Seperti Adrian membenci brokoli di dalam makanannya. "Pelan-pelan... ouh... sayang," wanita di bawahnya bersuara, memohon di antara erangan yang diakibatkan dari pergerakan kasar yang Adrian lakukan. Tapi Adrian tidak peduli. Saat ini ia butuh melampiaskan kemarahannya dan satu-satunya yang bisa dilakukannya tentu saja dengan melampiaskannya pada wanita di bawahnya saat ini ini. Vina, wanita yang tergila-gila padanya. Salah satu teman kuliahnya dulu yang selama ini selalu menjadi teman tidurnya ketika ia membutuhkan seseorang untuk mengalihkan pikirannya dari rasa marah setiap kali mengingat masa lalu yang pernah dijalaninya. Adrian menarik tubuhnya. Membuat senjatanya sedikit menjauh. Hampir terlepas. Membuat Vina menghela napas lega karena merasa Adrian mendengarkan ucapannya. Sayangnya apa yang dipikirkannya tidak dilakukan Adrian. Pria itu justru menghujam miliknya ke dalam milik Vina dengan lebih keras hingga membuat wanita itu terpekik kaget. Beberapa kali Adrian mengulanginya lagi. Membuat Vina tidak mampu lagi menumpukan tubuhnya pada kedua tangannya. Posisi tubuhnya yang membelakangi Adrian membuat gerakan Adrian benar-benar terasa luar biasa. Membuatnya kesakitan tapi tidak henti mendamba. Merasakan lebih intim kedekatan diantara mereka berdua. "Adri... Aaann," teriakan Vina yang telah mencapai kepuasan untuk kedua kalinya malam itu memenuhi kamar yang menguarkan aroma percintaan mereka. Adrian bergerak semakin cepat. Tidak dibiarkannya Vina menikmati puncak kenikmatannya lebih lama. Ia terus bergerak. Hingga tidak lama setelahnya Adrian menggeram ketika merasakan puncak yang di carinya. Bersamaan dengan Vina yang juga merasakan hal yang sama untuk ketiga kalinya. Setelah mengatur napasnya yang masih memburu, Adrian segera menarik tubuhnya dari penyatuan yang dilakukannya. Ia berjalan ke kamar mandi, melepaskan pengaman yang sudah terisi cairan miliknya, mengikatnya dan melemparkannya ke tong sampah yang terdapat di sana. Adrian berdiri di depan wastafel. Membasuh wajahnya yang terlihat letih. Terlalu banyak yang dipikirkannya akhir-akhir ini dan salah satunya, tentu saja tentang wanita itu. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu teringat wanita itu. Sialnya lagi beberapa saat lalu ia justru membayangkan wanita yang berbaring di bawahnya bukan Vina melainkan wanita itu. Hal itulah yang membuatnya menghujam Vina dengan kasar tanpa mempedulikan teriakan kesakitan Vina atas apa yang dilakukannya. Mungkin dendam yang dirasakannya pada wanita itu membuatnya tanpa sadar terus memikirkannya. Keinginan untuk membalas sakit hati karena telah dipermalukan tentunya menjadi alasan kuat kenapa selama ini wanita itu selalu memenuhi pikirannya. Dan ia sudah bertekad akan mempermainkan wanita itu jika mereka bertemu lagi, seperti yang telah dilakukannya dulu. Setelah membasuh wajahnya, Adrian keluar dari kamar. Memakai pakaiannya yang beberapa saat lalu dibiarkannya berserakan. Ia memandang ke arah ranjang. Melihat Vina tengah tertidur dengan tubuh telanjang yang tidak tertutupi apa pun. Kelelahan. Vina adalah temannya sejak kuliah. Vina adalah wanta yang cantik dengan tubuh yang indah. Tidak heran kalau pada akhirnya wanita itu menjadi salah satu model terkenal di Singapura dan Adrian tentu saja berada di balik kesuksesan wanita itu saat ini. Ia membuka jalan untuk Vina melangkah kedunia hiburan yang kini membesarkan namanya. Meskipun sibuk dengan segudang aktifitas yang dimilikinya, Vina selalu bisa diandalkan di saat-saat seperti ini. Saat Adrian butuh pelampiasan dan pelepasan, wanita itu akan dengan senang hati membuka pahanya lebar-lebar untuk dirinya. Tidak ada hati di dalamnya, itulah yang selalu Adrian tekankan. Hubungan yang mereka jalani hanyalah hubungan saling menguntungkan. Ia membantu Vina dalam kariernya dan Vina selalu ada untuknya kapanpun ia butuhkan. Seperti saat ini, tentunya. Dengan malas Adrian keluar dari kamar. Ia butuh udara segar dan berjalan-jalan di taman belakang rumah setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan paru-parunya akan udara segar.  Sebelum keluar, Adrian melangkah menuju dapur. Mengambil dua kaleng bir dan membawanya ke taman belakang. Membuka satu dan meletakkan satu kaleng lainnya di atas meja sebelum ia mulai menjelajahi taman kecil di rumah peristirahatan keluarganya. Bunga-bunga di taman itu sedang bermekaran. Mawar, Melati, lily dan bunga lainnya terlihat menambah keindahan taman yang selalu dirawat dengan baik. Sayangnya tidak ada bunga Snowdrop yang biasa dilihatnya ketika musim dingin saat ia sedang bepergian keluar negeri. Tanpa sadar seulas senyum terukir di wajah tampan Adrian. Snowdrop, bunga yang indah, terlihat begitu rapuh sekaligus kuat diantara warna putih yang mendominasi musim dingin. Ia pertama kali mengetahui bunga itu dari wanita sialan itu. Oh untuk menyebut namanya saja ia sangat tidak sudi. Bunga itu pasti saat ini tengah tumbuh di belahan negara lain yang sedang mengalami musim dingin. Kalau saja ia tidak sibuk, sudah pasti ia akan berpergian ke negara mana pun hanya untuk melihat bunga itu tumbuh. "Dari kamar aku bertanya-tanya apakah ada hantu yang berjalan dini hari di taman," suara Luca membuat Adrian berbalik. Ia mengernyit melihat pria itu sudah berdiri di belakangnya dengan tangan terlipat. Entah kapan Luca di sana dan ia sama sekali tidak menyadarinya karena pikirannya yang sedang berkelana ke sana kemari, "Dan begitu aku mendekat ternyata hantu itu sangatlah tampan," kekeh Luca. Ia menghampiri Adrian dan mengangkat kaleng bir ke arah Adrian. Membenturkannya sebelum meminum bir yang diambilnya dari atas meja yang sebelumnya diletakkan Adrian. "Apa yang mengganggu pikiranmu teman? Aku pikir kau sedang tidur bersama Vina di dalam kamar yang hangat setelah percintaan berisik kalian," sindir Luca. Luca sebenarnya tahu apa yang dilakukan sepupunya setiap kali selesai memenuhi kebutuhan jasmaninya. Tidur bersama pasangannya bukanlah hal yang akan dilakukan Adrian. Tidak sebelum maupun setelah apa yang terjadi tujuh tahun lalu. Tapi saat ini ia hanya ingin menggoda sepupunya. Sepupunya yang terlalu serius menjalani hidupnya akhir-akhir ini. Adrian hanya tersenyum tipis. Ia memang tidak pernah bisa menyembunyikan apapun dari Luca. Sahabat sekaligus sepupunya itu. Sifat mereka yang hampir sama membuat keduanya bagaikan saudara kandung. Dan Adrian bersyukur memiliki sepupu dengan umur yang sama seperti Luca. Syukurnya lagi Luca dan dirinya memiliki hobi yang sama yakni bersenang-senang.  "Kau memikirkan wanita itu lagi?" tebakan Luca tepat sasaran. Adrian menyipitkan mata. Memandang Luca dengan tatapan menuduh yang sangat kentara, "Oh tenang sepupu. Aku bukan peramal seperti yang saat ini kau pikirkan. Terlalu gampang menebakmu ketika kau memikirkan wanita itu." "Benarkah?" Adrian bersuara. Suara pertama yang keluar setelah pembicaraan panjang lebar Luca. "Tentu saja," sahut Luca yakin, "Karena hanya wanita itu yang bisa membuatmu uring-uringan seperti saat ini. Entah apa yang telah dilakukan wanita itu padamu selain membatalkan acara pertunangan kalian hingga membuatmu terus memikirkannya." Ada banyak hal yang telah dilakukannya padaku dan aku bersumpah ia akan mendapatkan balasan atas semua perbuatannya, tekad Adrian dalam hati. "Aku tidak pernah ikut campur urusanmu selama ini, tapi sepertinya kali ini aku harus memberikan saran padamu, demi dirimu demi hidupmu," kata Luca serius, "Lupakan wanita itu, berdamailah dengan masa lalumu." "Tidak segampang itu." "Aku tahu, tapi tidak ada yang tidak mungkin kalau kau mencobanya, bukan?" "Kau pikir selama ini aku tidak mencobanya?" Luca mengangkat bahunya, "Hanya kau yang tahu apakah kau sudah mencobanya atau tidak." Ucapan Luca membungkam Adrian. Pria itu mungkn benar, tapi bagian dari dirinya enggan untuk mengakuinya.  Lbk ====091019====
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD