3. Mimpi Buruk

1471 Words
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Hari di mana Vieny akhirnya berangkat ke Singapura. Damian serta paman dan bibinya turut serta mengantar. Melepas kepergiannya dengan raut wajah sedih, terutama Damian. Pria itu terus memeluknya sejak mereka sampai di bandara. "Hubungi aku jika kau butuh apapun. Aku akan datang secepatnya kapan pun itu little girl." "Aku tahu Dam," jawab Vieny masih dengan wajah yang terbenam di dalam d**a Damian. Pelukan itu selalu membuatnya merasa berarti dan di sayangi. Begitu juga kali ini, membuatnya tidak ingin melepaskan pelukan yang selalu membuatnya nyaman. "Kau harus berjanji untuk menelponku jika terjadi sesuatu," Vieny mengangguk, "Maafkan aku karena tidak bisa menemanimu." "Tidak masalah Dam," Vieny akhirnya melepaskan pelukannya ketika mendengar suara sedih Damian. Ia menatap Damian dan berusaha tersenyum. Berharap senyumnya bisa menghilangkan kekhawatiran yang Damian rasakan dan syukurnya hal itu cukup berhasil karena Damian perlahan ikut tersenyum kepadanya. "Aku sudah memutuskan untuk kembali dan itu artinya sekaranglah saatnya aku menghadapinya sendiri. Kepulanganku ke Singapura hanya untuk melaksanakan amanat Papa. Tidak lebih," ucap Vieny tanpa melepaskan senyuman di wajahnya, "Lagi pula aku yakin pria itu sudah menemukan kekasih hatinya. Pria itu tidak mungkin masih mengingatku karena selama ini ia tidak pernah menganggapku ada. Bukankah begitu Dam?" Damian mengangguk, mengiyakan ucapan Vieny. Ia tahu hal itu akan melukai hati sepupu kesayangannya tapi tidak ada gunanya memberikan harapan palsu yang pada akhirnya justru akan semakin membuatnya terluka. Meskipun sejujurnya Damian tahu Adrian masih sendiri hingga saat ini karena ia selalu mengikuti berita Adrian dan tentu saja menjauhkannya dari Veiny. Meksipun masih sendiri, bukan berarti kesendirian Adrian dikarenakan Vieny. Adrian memang tidak pernah menegaskan hubungannya dengan wanita-wanita yang selama ini digosipkan dengannya, dan tentu saja hal itu bukan alasan bagi Damian untuk membuat Vieny mengharapkan pria itu lagi. Lebih baik seperti ini, Vieny yang tegar tanpa menggantungkan harapannya pada pria yang tidak pernah mencintainya. Dalam hati Damian berharap, Vieny akan bisa menemukan pria yang sungguh-sungguh mencintainya dan menerimanya apa adanya. "Kau harus menghubungiku begitu kau membutuhkanku dan aku akan segera datang untukmu. Percayalah," ucap Damian lagi. "Aku tahu, kau sudah terlalu sering mengatakannya, Dam," Vieny terkekeh, "Aku harus masuk. Terimakasih banyak Dam," Vieny memeluk Damian sekali lagi lalu paman dan bibinya sebelum akhirnya ia masuk ke ruang tunggu keberangkatan pesawat. Ucapan Damian terus diingat Vieny ketika ia akhirnya menaiki pesawat yang akan membawanya ke Singapura. Negara yang memiliki begitu banyak kenangan untuk dirinya. Negara tempat semuanya bermula. Rasanya baru beberapa saat lalu ia melambaikan tangan pada paman dan bibinya yang tidak bisa menahan air mata karena dirinya memilih kembali ke Singapura, serta pada Damian. Dan sekarang ia tiba-tiba saja merasa sendirian. Kesepian. Tanpa teman dan keluarga yang akan selalu menjaganya. Vieny menyandarkan kepalanya pada jendela pesawat. Membiarkan matanya melihat pemandangan di luar sana. Awan yang seputih salju serta langit biru yang bersandingan benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, begitu sayang untuk dilewatkan. Mata Vieny tidak lepas dari pemandangan di sampingnya. Hingga akhirnya matanya terasa berat dan ia tertidur. Kalah dengan rasa kantuk yang mengusik kesenangannya. Perlahan tapi pasti, Vieny mulai terlelap. Tenggelam dalam buaian mimpi yang menemani tidurnya. Kabut mengelilingi sekeliling. Vieny tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ia berada di sebuah kamar yang sangat besar. Kamar yang terasa begitu familiar baginya. Ia sudah akan berbalik pergi ketika matanya menangkap sosok gadis berusia sekitar delapan belas tahun, berkacamata dengan gaun indah tengah memandangi dirinya di depan cermin. Senyum terkembang di wajah wanita itu. Senyum polos yang membuatnya terlihat begitu manis. Vieny terhenyak ketika wanita itu berbalik. Mereka saling menatap beberapa saat yang cukup lama. Untuk sesaat Vieny yakin gadis yang begitu mirip dengannya itu akan berteriak ketakutan. Tapi hal itu tidak terjadi. Gadis itu justru berjalan ke arahnya, hingga membuat Vieny ingin berlari pergi. Alih-alih berteriak ketakutan, gadis itu seperti tidak menyadari kehadirannya. Gadis itu membuka pintu dan berjalan meninggalkannya begitu saja. Sesaat Vieny terpaku di tempatnya. Masih belum mengerti kenapa ia bisa berada di tempat ini. Dipandanginya tubuh gadis yang perlahan menjauh itu sampai akhirnya ia berlari kecil. Mensejajarkan langkahnya bersama wanita itu. Mengikuti setiap langkah yang wanita ambil. Sesekali Vieny melirik gadis di sampingnya. Ia tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat senyum terukir di wajah gadis manis di sampingnya. Gadis itu terus berjalan menyusuri lorong-lorong rumah yang sangat besar itu, sementara Vieny tetap setia berjalan di sampingnya tanpa suara. Langkah gadis itu terhenti, begitu juga Vieny. Mereka kini berdiri di depan pintu besar berwarna coklat. Sesaat Vieny bisa melihat gadis itu diliputi keraguan. Berkali-kali tangannya terulur hendak mengetuk pintu tapi berkali-kali juga niatnya dibatalkan membuat Vieny kesal melihatnya. Ia nyaris mendorong pintu coklat itu terbuka sampai sebuah suara yang di dengarnya –karena posisi pintu yang tidak tertutup sempurna– menghentikan gerakannya, begitu juga dengan gadis di sampingnya. "Akhirnya kau bertunangan juga dengan gadis yang kau katakan menjijikkan itu." "Aku sudah mengatakannya bukan? Aku akan mendapatkannya dan sekarang kau bisa melihatny sendiri." Suara gelak tawa terdengar. Vieny memperhatikan gadis di sampingnya yang sebelumnya terlihat begitu gembira kini berdiri dengan wajah pucat. Vieny mengikuti ketika gadis di sampingnya menjulurkan kepala ke dalam kamar. Ada dua orang yang dilihatnya di dalam ruangan itu, terlihat tertawa dengan suara keras. Lalu kenyataan itu perlahan menghantam Vieny dan ingatannya. Ia tidak sedang bermimpi. Ini adalah mimpi buruk yang bertahun-tahun menghantuinya. Dan kini ia menyaksikan kembali dengan begitu jelas ketika dirinya terluka dulu. "Tentu. Aku tidak pernah meragukan kemampuanmu menaklukan wanita Adrian," ucap pria itu di sela tawanya, "Tapi apa kau yakin tidak jatuh cinta padanya setelah kebersamaan kalian yang cukup lama selama ini? Aku pikir ia gadis yang cukup manis." "Tentu saja aku yakin. Kau pikir apa yang menarik dari gadis yang berpenampilan bisa itu?" suara Adrian dingin, "Selain takdirnya yang terlahir dari orang tua kaya raya dan memiliki harta berlimpah, tidak ada yang istimewa darinya. Ia kekanak-kanakan, manja dan sangat ketinggalan jaman. Yang ada di kepalanya hanya buku dan buku. Benar-benar membuat kepalaku nyaris pecah setiap kali kami bersama." "Benarkah? Aku pikir ia gadis yang cukup menyenangkan. Yah di luar dandanannya yang tidak seperti wanita kebanyakan." "Kau hanya belum pernah menghabiskan waktu seharian dengannya," Adrian memberengut kesal, "Tapi begitu acara pertunangan ini selesai aku tidak akan bersikap manis lagi padanya." "Kenapa?" "Karena aku sudah mendapatkannya. Vieny akan menjadi tunanganku dan gadis itu sudah tergila-gila padaku sejak kecil.. Aku yakin ia tidak akan pernah meninggalkanku meskipun aku tidak lagi bersikap lembut padanya." "Aku tahu kau b******n. Tapi aku tidak habis pikir kenapa kau begitu tega mempermainkan Vieny. Aku rasa ia menerima pertunangan kalian karena ia benar-benar mencintaimu." "Cinta? Aku tidak percaya pada apa pun yang kau sebut dengan cinta," elak Adrian, "Di dunia ini hanya ada hubungan saling menguntungkan dan hubungan itulah yang saat ini sedang kujalani sekarang. Aku mendapatkan apa yang kuinginkan dan Vieny mendapatkan popularitas karena memiliki suami yang menjadi incaran semua wanita. Toh perjodohan ini memang sudah dilakukan sejak kami kecil. Jadi baik aku maupun Vieny tentunya harus menerima semua ini. Kami hanya perlu menjalaninya meskipun tanpa cinta di dalamnya." "Aku rasa kalau bukan karena posisi yang akan kau dapatkan setelah menikahinya, kau tentu tidak akan pernah mau bersama Vieny, benar kan?" "Kau tahu seperti apa seleraku pada wanita kawan dan aku tidak menampik apa yang kau katakan. Sejak awal pernikahan ini memang semata-mata untuk bisnis. Hanya ada hubungan saling menguntungkan dan aku hanya mengambil apa yang memang bisa kudapatkan dari hubungan ini." "Terserah kau saja. Saranku cuma satu. Hati-hati bermain api kalau kau tidak ingin terbakar." "Aku tidak akan terbakar apalagi pada gadis seperti Vieny," ucap Adrian sombong, "Dia hanyalah wanita biasa, tidak lebih dari wallflower yang menghiasi dinding. Terlihat tapi tidak cukup mempesona untuk menarik perhatianku dan menjadikannya prioritas utamaku dalam hidup ini." Vieny tersentak. Ingatan itu datang lagi. Kejadian yang selalu membuatnya kecewa dan terluka. Membuatnya merasa menjadi wanita yang tidak memiliki keistimewaan sama sekali. Kejadian yang menjadi awal semua hal buruk yang terjadi padanya. Tubuh Vieny bergetar. Air matanya mengalir keluar. Apa yang terjadi di masa lalu ternyata masih sangat besar mempengaruhinya. Hingga untuk sesaat membuatnya ragu akan keputusannya. Tapi ia sudah sejauh ini dan kembali begitu saja tidak akan pernah menyelesaikan semuanya. Ini saatnya ia menghadapi semuanya. Berdiri dihadapan Adrian. Menunjukkan pada Adrian bahwa pria itu sudah tidak berpengaruh pada hidupnya. Bahwa ia sudah bisa berdiri dihadapannya dengan dagu terangkat. Meskipun kenyataannya pengaruh Adrian masih sangatlah besar baginya. Semua terbukti dari ingatan-ingatan tentang kejadian di masa lalunya yang membuatnya dihampiri rasa kecewa dan terkhianati. Tapi di balik semua itu Vieny sadar bahwa apa yang dirasakannya saat ini tidak dirasakan oleh Adrian. Pria itu tidak akan pernah mengingatnya meskipun hampir setiap malam selama tujuh tahun terakhir hanya wajah Adrian yang mengisi malam-malamnya. Vieny sadar bahwa dirinya hanyalah wallflower, hanya hiasan di dinding, menarik tapi tidak cukup mempesona, seperti yang Adrian katakan. Dan saat ini, ia cukup tahu posisinya. Ia tidak akan membiarkan dirinya jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Lbk ====revisi 131019====
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD