1. PENDIDIKAN DASAR [DIKSAR]

1107 Words
[UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS, SURABAYA] Suasana di depan kampus terlihat ramai dengan mahasiswa yang akan berangkat untuk menjalani Pendidikan Dasar (DIKSAR). Mereka membawa tas ramping yang menjulang tinggi hingga melebihi kepala masing-masing, biasanya tas itu disebut carrier atau tas yang biasa digunakan para pendaki gunung. Tidak hanya tas yang besar dan tinggi, mereka juga membawa matras dan tas selempang kecil. “Baris yang rapi! Lihat ke belakang, regu kalian sudah lengkap atau belum?” tanya seorang mahasiswa yang mengenakan atribut khusus panitia. Semua mahasiswa yang mengikuti kegiatan itu kebanyakan anak baru yang masih semester awal. Mereka yang mengikuti kegiatan UKM (unit kegiatan mahasiswa) pada awal penerimaan anggota baru, harus mengikuti kegiatan ini. “Ketumnya galak euy,” bisik seorang mahasiswa pada temannya. “Heh! Kamu bilang apa barusan?” sahut mahasiswa lain yang mendengar. “Tidak, Kak.” “Apanya yang tidak?” “Tidak ada yang saya katakan, Kak.” Dari belakangnya, panitia lain menyusul dan berbisik,”jangan sekarang, entar aja di sana.” Tidak lama setelah itu, ada tiga truck milik militer datang, dan siap membawa mereka ke tempat tujuan. “Baris ya! Sesuai urutan naiknya, kalau tidak muat bisa ke truck yang lain!” ujar seorang mahasiswa cewek. Mengerti dengan perintah yang diberikan semua mahasiswa yang mengikuti kegiatan itu bergerak menaiki truck militer itu. Satu persatu mereka duduk dan meletakkan tas di bagian ujung truck. Tidak banyak yang bersuara, kecuali mereka para panitia di truck barang. Semua orang yang ada di sana terlihat merencanakan beberapa kegiatan agar mahasiswa yang ikut tidak terlalu bosan atau takut.  Mereka akan menuju ke Malang, kota dingin yang memiliki banyak pemandangan gunung dan bukit. Perjalanan memakan waktu sekitar dua sampai tiga jam. Dan kini mereka hampir sampai di sebuah pos tempat mereka akan memulai perjalanan. Semua turun di sana dan membuat barisan untuk memastikan semua regu telah lengkap. “Baik, kita akan berjalan menuju  puncak panderman, tim satu akan mulai lebih dulu, dan berjarak lima belas menit kemudian tim dua dan seterusnya. Mengerti?” tanya seorang cowok dengan kaos dan celana panjang jenis cargo. “Mengerti!” jawab semua mahasiswa di sana. Akhirnya, perjalanan dimulai. Satu persatu dari mereka melangkah dengan setiap regu memiliki dua pendamping dari senior. Di area panitia utama, terlihat ketua umum dari mahasiswa pecinta alam atau biasa di sebut dengan Mapala, berdiri dengan memberikan arahan pada panitia lainnya. Prayoga Keenan Adyaksa atau biasa dipanggil Yoga adalah mahasiswa tingkat akhir yang sudah menjadi ketua umum selama dua tahun berturut-turut. Selain Pecinta Alam, Yoga juga mengikuti kegiatan futsal. Dia adalah salah satu mahasiswa aktif dalam kegiatan positif di kampus. Bahkan, Yoga juga memiliki hubungan dengan tim BASARNAS Surabaya. Biasanya, Yoga akan membantu para tim SAR untuk mencari pendaki yang hilang di gunung, dan daerah yang mengalami bencana alam. Karena ke-aktifannya ini, Yoga sangat terkenal di kalangan pecinta alam di Indonesia. Selain Yoga, ada Dian dan Candra yang selalu ada bersama Yoga di setiap kegiatan mereka. Tidak lupa teman sehidup semati Yoga yang selalu ada di samping Yoga di setiap cowok itu berada, Ucok. Mereka adalah empat sekawan yang sering melakukan pendakian bersama, dan merencanakan kegiatan alam di Mapala Pataga ( Mahasiswa pecinta alam Tujuh Belas Agustus). Kali ini, kegiatan ini memiliki ketua panitia yang tidak lain adalah Ucok. Dan Dian sebagai wakilnya. Perlu diketahui, Dian adalah seorang cowok tulen yang memiliki sifat jahil dan suka menggoda teman cewek di kampus. “Oke, jadi di sini jalur mereka dan pendamping. Kita pakai jalur ini, karena bakal lebih cepat.” Yoga menjelaskan jalur untuk mendaki ke Panderman. “Jadi nanti kita ketemu mereka di titik ini? Atau kita nggak akan nongol sampai mereka ngumpul?” tanya seorang panitia. “Gantian aja, tim yang bisa bikin acara langsung aja ke sana buat ajakin mereka bikin tenda atau kegiatan lain. Terus buat tim konsumsi, jangan lupa siapain buat mereka masak, nesting sama parafinnya juga, jangan lupa kasih kompor lapangan biar mereka nggak bakar sembarangan,” jelas Yoga sekali lagi. “Oke, Yo.” Setelah penjelasan dari Yoga, kini mereka mulai perjalanan menuju ke puncak dengan jalur lain yang lebih cepat dari peserta. Perjalanan dilakukan sore hari, dan biasanya untuk sampai di puncak Pancerman mereka membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk jalan kaki. “Di, nanti tenda panitia ada di sebelah mana?” tanya Riska slaah satu panitia konsumsi. “Entar aja di atas, jangan sekarang. Aku nggak tau.” “Oke deh.” “Jangan lupa obat-obatan buat peserta, ingat kesehatan mereka lebih penting, karena siapa yang tahu kalau mereka baru ikutan kegiatan begini sekarang? Buat jaga-jaga juga, biar kita nggak kecolongan yang udah isi data kesehatan,” jelas Yoga lagi dan lagi. “Siap, Yo.” Langkah demi langkah membawa mereka perlahan hampir sampai di atas. Tanjakan yang mereka lalui bukanlah yang pertama kalinya, dan Yoga berada di akhir untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Kecepatan berjalan cowok dan cewek berbeda sangat jauh, karena itu Yoga ada di bagian belakang. “Ris, sebelum nanjak udah kasih tau orang tua kan?” tanya Yoga. “Udah kok, kan Abang aku udah ada di Papua sekarang, jadi aku bebas mau ikutan,” jawab Riska. “Siplah! Berarti untuk tanjakan selanjutnya, kamu ikutan ya?” tanya  Yoga. “Boleh, nanti kabarin aja mau kemana?” “Palingan ke Arjuno – Welirang, Ris. Kan kamu tahu sendiri, aku sibuk banget sama tugas akhir, jadi belum bisa kemana-mana,” jelas Yoga. “Iya juga, kamu bentar lagi lulus kan? Selamat menempuh mumetnya skripsi deh, kalo aku masih tahun depan,” ujar Riska. Percakapan mereka terdengar sangat akrab, itu karena mereka sudah mengenal sejak menjadi mahasiswa baru di sana. Dan akhirnya … perjalanan mereka sampai di puncak. Yoga memastikan sudah ada yang sampai atau belum untuk peserta baru. Sedangkan Dian mengatur tempat tenda panitia dan juga perlengkapan. Selesai dengan pengecekan, Dian menyusul Yoga ke tempat mahasiswa baru berkumpul, dan akan mendirikan tenda. “Gimana?” tanya Dian. “Masak belum ada yang keliatan sih? Mereka ini naiknya pakai kaki apa ngesot?” gerutu Yoga. “Hahaha, newbie bosqu … sabarlah!” ujar Dian. “Punya rokok nggak? Aku lupa bawa tadi, gara-gara si Tenten.” “Hahaha, ada nih! Tapi depan mahasiswa matiin!” ujar Dian. “Itu gue tau keles.” Cukup lama mereka menunggu hingga akhirnya Yoga menggunakan HT untuk menghubungi teman-temannya yang menjadi pendamping. “Tim satu mana nih?” tanya Yoga. “Tim satu hampir sampai.” “Lama oi!” “Ada yang jatuh tadi, sama ada yang sesak napas, sekarang udah diturunin ke tim medis.” Yoga mematikan HT nya dan mengomel karena peserta yang tidak jujur. Dian memanggil Ucok untuk menenangkan Yoga, dengan membawa Yoga ke camp pengurus.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD