2. MASIH DIKSAR

1051 Words
Malam semakin larut, peserta sudah mulai berdatangan dan beristirahat di barisan masing-masing. Di sana, Dian mulai menjelaskan kegiatan apa yang akan mereka lakukan setelah ini. Dan memang ada beberapa mahasiswa yang masih baru dalam ilmu pecinta alam. Biasanya mereka ikut karena ajakan teman yang memberikan iming-iming pendakian dan pemandangan indah di atas gunung. “Jadi, mala mini tidak aka nada kegiatan yang lebih. Kalian bisa mendirikan tenda dan untuk logistic bisa diserahkan pada Kak Riska yang ada di sana. Untuk mendirikan tenda, pendamping kalian akan menunjukkan di mana saja kalian bisa mendirikannya. Ingat! Cari tempat yang datar, dan jangan terlalu dekat dengan jurang,” jelas Dian. “Baik, Kak.” Dian kini memantau mereka yang sedang mendirikan tenda, setelah itu dia berjalan menuju kea rah bagian konsumsi. Dan melihat logistic yang sudah terkumpul di tenda konsumsi. “Gimana? Banyak nih yang dikumpulin,” ujar Dian saat melihat tumpukan logistic. “Iya, ini mau aku bagi tiap tim.” “Oke, apa lagi yang kurang?” tanya Dian. “Hmm … sementara udah ini aja dulu, terus itu tadi kayaknya Yoga nyariin kamu,” ujar Riska sembari menunjuk pada cowok yang sedang menghisap gulungan tembakau. Dian berjalan menuju ke arah Yoga, dan menyapanya. Mereka berbicara mengenai kegiatan yang akan berlanjut hingga subuh itu. Yoga memberikan arahan pada Dian untuk tidak melakukan lintas malam karena medan yang belum tentu bisa mereka lewati. “Jadi lintas malam diganti apa?” tanya Dian. “Bikin aja renungan malam. Bawa mereka kayak biasa yang kita lakuin dulu.” “Oke deh.” Setelah percakapan itu selesai, Yoga kembali ke dalam tenda dan berbaring. Di sana, dia menggunakan ponsel andalannya yang bisa menangkap sinyal di atas gunung. Yoga bisa dengan mudah menghubungi keluarga atau bahkan teman-temannya yang ada di Surabaya. Tidak lama kemudian, Ucok menyusul Yoga ke dalam tenda dan tidur di sampingnya. Ucok terlihat meemjamkan mata tanpa berkata sama sekali di sana. “Ngapain di sini?” tanya Yoga dengan nada ketus. “Tidur, sama kayak yang lagi di sini.” “Heleh, bilang aja males buat mikir kegiatan.” “Nah itu tau, udah pinter aja nih.” “Kampretos.” Yoga pun bangkit dan menarik Ucok untuk keluar dari tenda itu. Mereka ikut berkumpul dengan peserta DIKSAR yang ada di area camp. Ada banyak wajah baru, da nada juga mereka yang pernah bertemu dengan Yoga saat melakukan pendaian. Biasanya, mereka yang mengenal Yoga adalah peserta yang mengikuti kelas panjat dinding saat SMA. Terlihat di sana sudah berdiri banyak tenda peserta dan pendamping. Dalam satu regu memang cewek dan cowok menjadi satu, dan biasanya mereka mengutamakan para kaum hawa yang beristirahat diawal. Yoga berkeliling bersama Ucok. Mereka melihat satu persatu tenda mulai dari tim lima. Di sana, mereka sedang memakan camilan yang dibawa salah satu peserta. Dan saat Yoga datang, keberuntungan berpihak padanya juga Ucok. “Kak, jajan.” Seorang peserta menawarkan makanan itu pada Yoga. Tentu saja Yoga tidak menolak makanan itu, dan memakannya bersama mereka di sana. Yoga terlihat akrab dengan peserta di sana, karena kebanyakan dari mereka adalah anak didiknya yang ada di SMA Tujuh Belas Agustus. Ya … selain kuliah,dan kegiatan UKM, Yoga juga ikut memberikan kelas pada mereka yang mengikuti ekstrakurikuler di SMA. Saling berkenalan dan bertukar cerita. Suasana keakraban itu sangat kental dan membuat mereka merasa nyaman. Sampai akhirnya, suara Dian memanggil pada ketua regu untuk mengambil alat dan bahan untuk memasak. Yoga ikut beranjak dari sana dan berjalan menemui Riska yang sedang membagikan alat dan bahan di sana. “Udah bener hitungannya?” tanya Yoga. “Udah.” “Oke.” Setelah semua mendapatkan apa yang dibagikan panitia. Yoga kembali memberikan arahan untuk membuang sampah di dalam plastic dan harus dibawa kembali turun. Yoga tidak akan emmaafkan mereka yang dengan sengaja membuang sampah maupun mengotori area di sana. Mengerti dengan penjelasan Yoga. Semua memulai kegiatan memasak. Ada beberapa alat yang dibagikan oleh Riska, yaitu Nesting atau cooking set merupakan perlengkapan wajib untuk memenuhi asupan makanan saat berada di gunung. Tidak hanya itu ada juga kompor lapangan dan parafin untuk memasak. Parafin adalah nama umum untuk hidrokarbon alkana dengan formula CnH2n+2. Lilin parafin merujuk pada benda padat dengan n=20–40. Molekul parafin paling simpel adalah metana, CH4, sebuah gas dalam temperatur ruangan. Yoga cukup puas dengan mereka yang sudah bisa menggunakan alat-alat survival kit. Dan melihat cara mereka memasak, sepertinya sudah banyak dari mereka yang mendaki gunung dan menggunakan alat itu. Satu jam berlalu, ada tiga tim yang sudah selesai memasak nasi juga lauk, kini mereka siap untuk makan makanan yang sudah matang itu. Sedangkan tim lain yang masih belum selesai, harus bersabar dengan masakan yang masih belum bisa mereka nikmati. “Yo, bisa ke tenda medis?” tanya Dian. Yoga mengangguk dan berjalan menuju ke tenda medis. Yoga melihat ada seorang peserta yang mengalami hipotermia. “Ken, ambilin sleeping bag punya aku yang ada di tenda sebelah! Buruan!” seru Yoga. “Yo, ini teh manisnya,” ujar Riska. “Ucok ambil cokelat di dalam tas!” “Oke.” Yoga menerima sleeping bag itu, dan segera membungkus peserta yang kedinginan di dalam sarung tidur yang hangat dan bisa menaikkan suhu tubuh. Sedangkan Ucok kini datang dengan membawa cokelat batangan untuk diberikan pada peserta itu. “Makan ini!” ujar Yoga. Peserta itu hanya menurut demi keselamatannya. Dia memakan cokelat dan minum teh manis yang sudah dibuat oleh Riska. “Tim-nya mana? Suruh ke sini ketuanya, dia pasti belum makan!” ujar Yoga. Dian segera mencari regu peserta itu, da nada dua orang yang datang dengan membawa makanan. Mereka kini menggantikan Yoga untuk merawat temannya. “Suapin kalo nggak bisa makan sendiri.” “Baik, Kak.” Yoga keluar dari tenda itu, dan kini memanggil Dian juga Candra. Terlihat jelas dari wajah Yoga yang kesal karena banyak peserta yang berbohong mengenai kondisi mereka. Kali ini, Yoga tidak akan mentolerir peserta yang berbohong lagi mengenai kesehatan mereka. Dia dan Dian berjalan kea rah camp untuk bertanya mengenai kesehatan mereka. “Siapa lagi yang punya sakit berat?” tanya Yoga. “Maaf, Kak. Penyakit berat seperti apa?” tanya seorang peserta. “Sesak napas, alergi udara dingin, sinus, paru-paru, jantung.” “Kak, saya ada alergi udara dingin. Tapi kebetulan udah minum obat jadi kondisi badan masih fit.” “Oke. Ada lagi?” “Siap, tidak ada!”   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD