“Badannya Leon itu kerempeng, salah orang kalau mau sembunyi, kin,”kata Bima saat melihat dua adiknya itu masuk.
“Siapa yang sembunyi.” Kinar berkilah, lalu meraih Kahlil dan mencium pipi keponakannya itu.”Mana Irham dan Lana?”
“Bobok,”jawab Kahlil.
“Kamu enggak diantar pacar kamu, Kin?”tanya Qiana.
Leon dan Kinar bertukar pandang. Kinar pun cepat-cepat menggeleng.”Tadi, dia tugas luar...jadi enggak di kantor.” Kali ini Kinar kembali merutuki mulut jahatnya yang sudah kembali berbohong.
“Namanya siapa,sih, Kin?”tanya Citra.
Kinar terlihat kebingungan. Harus menyebut sebuah nama, tapi siapa.”Bara.” Nama itu spontan keluar dari mulutnya.
“Oh...Bara.” semua mengangguk-angguk. Sementara itu Leon tertawa geli di tempat duduknya.
“Jadi, bisa kan...kita ketemu sama Bara? Ketemuan di luar juga enggak apa-apa. Tapi, baiknya sih dia datang ke sini ya,”kata Qiana.
“Iya. Bisa kan?”tatap Bima.
“Iya bisa, Kak. Nanti Kinar sampaikan sama Kak Bara,”jawab Kinar gugup.
“Wah, bagus kalau begitu. Jadi, kita mau masak apa nih menyambut calon anggota keluarga baru kita?” Rani membuka obrolan yang semakin membuat Kinar semakin tersudutkan secara tidak langsung.
“Kinar mandi dulu deh.” Kinar buru-buru pamit ke kamar.
Sesampainya di kamar, Kinar memandang dirinya di depan cermin. Dipukul bibirnya sendiri dengan pelan.
“Kinar...barusan ngapain? Bilang pacar kamu namanya Bara? Ngaca, Kin, ngaca!” Kinar bicara sendiri di depan cermin.”Ah, ya udah...nanti bilang aja kalau Kak Bara keluar kota pas weekend.” Akhirnya Kinar mempunyai solusi.
**
Kinar merenung sambil mengetukkan bolpoint yang ia pegang ke atas meja. Sepanjang jam kerja, ia masih saja kepikiran tentang ucapan Leon yang menyarankan untuk melanjutkan kebohongannya. Tapi, bagaimana cara bicara pada Bara mengenai hal ini. Bagaimana juga kalau ternyata Bara sudah punya pasangan. Kinar memegang kepalanya dengan stres. Kemudian ia bangkit saat Dita dan Yuni memberi kode untuk makan siang. Mereka menuju salah satu tempat makan yang tidak jauh dari kantor.
Mereka bertiga masuk dan mengedarkan pandangan mencari meja kosong. Tidak ada pelayan yang menyambut karena semuanya tampak sibuk.
“Hai!” Gian menyapa tiga wanita itu.
Tiga dara itu menoleh, lalu cukup terkejut dengan kehadiran para senior di sini. Pertemuan yang tidak disangka.
“Halo, Kak!”
“Mau makan siang?”tanya Bara.
Ketiga wanita itu mengangguk.
“Ya udah kita duduk barengan aja yuk, biar rame,”ajak Bara.
“Jangan dong, kita kan mau bicarain sesuatu yang hanya kita aja yang tahu.” Asha menolak sambil memberikan tatapan tajam pada ketiga wanita itu.
“Ya enggak apa-apa kan cuma makan aja. Nggak ada salahnya.” Hardi menimpali.
“Nggak!”kata Asha dengan keras hati.
Dita, Kinar,dan Yuni bertukar pandang.
“Enggak apa-apa, kak. Kita memang mau duduk di sana kok. Permisi, selamat makan siang.” Dita menjawab. Kemudian ketiga wanita itu berbalik arah dan mencari meja yang kosong.
“Kupikir Kak Asha itu cuma bertindak tegas aja kalau di kerjaan. Ternyata orangnya memang begitu, nggak asyik,”omel Dita sambil berjalan menuju meja yang kosong di sudut ruangan.
“Udah ah.” Kinar menenangkan Dita.
“Masalahnya ya kita juga enggak mau kok satu meja sama mereka. Iya, kan? Cuma kalau Kak Bara nawarin masa kita tolak, kan enggak enak.” Dita berusaha menghirup udara dalam-dalam untuk merilekskan diri.
“Ya udah mau gimana lagi kan...memang enggak pantes juga kalau kita duduk sama mereka. Mereka kan punya urusan yang enggak boleh kita campuri,”kata Yuni sambil memanggil pramusaji.
“Ternyata bener ya, gosip di kantor soal Kak Asha.” Dita masih belum berhenti mengomel.
“Gosip apa?”tanya Kinar.
“Kalau Kak Asha itu posesif banget sama temen-temen cowoknya itu. Kan dia perempuan sendiri ya...jadi ngerasa agak gimana gitu kalau ada wanita lain di antara mereka, kayak merasa tersaingi,”jelas Dita sambil menerima buku menu yang disodorkan pramusaji.
Kinar tersenyum saja, kemudian ia menoleh ke arah meja dimana para senior duduk. Secara kebetulan, Bara juga tengah menatap ke arah mereka. Kinar tersenyum pada Bara, dan mendapatkan balasan dari Pria itu.
“Bar, denger omongan aku enggak sih?”Asha menepuk lengan Bara dan menoleh ke arah tatapan Pria itu.
Kenapa?”
Asha mendecak sebal, kemudian mendadak moodnya hilang untuk mengulang ucapannya lagi pada Bara.”Nggak jadi.”
“Oh ya udah,”balas Bara yang kemudian berbicara pada Hardi.
Itu semakin membuat Asha kesal pada Bara. Lelaki satu itu memang tidak pernah peka. Seharusnya kalau ia kesal seperti ini, Bara memaksanya mengulang apa yang ia ucapkan tadi. Tapi, Asha lupa bahwa Bara memang seperti itu.
“Sini jelasin sama aku aja, Sha.” Gian mencolek Asha.
“Udah ah, udah males.” Asha merengut
“Oh ya udah,”balas Gian.
Asha memutar bola matanya dengan kesal.”Laki-laki sama aja.”
“Mungkin enggak sih...kalau Kak Asha itu pacarnya salah satu dari mereka?” Tiba-tiba saja Kinar melontarkan pertanyaan yang tidak biasa itu. Sebab biasanya Kinar tidak suka mencampuri urusan orang lain.
“Mungkin aja sih, tapi...ya enggak tahu juga,”jawab Dita.
“Udahlah, males ah...bales manusia sombong itu.”
“Oke.” Kinar mengangguk dan mereka bertiga pun membahas masalah yang lain.
Usai makan siang, mereka langsung kembali ke kantor. Dan saat hendak masuk ruangan, Kinar tak sengaja menangkap bayangan Bara baru saja naik ke tangga. Tiba-tiba saja ia ingin bicara pada pria itu, anggap saja sebagai perkenalan secara khusus.
“Aku ke toilet dulu ya.” Kinar langsung pergi tanpa menunggu balasan dari Dita atau pun Yuni. Ia berjalan cepat mengikuti Bara.
Bara masuk ke dalam ruangannya. Kinar menarik napas dalam-dalam. Entah setan apa yang sedang merasuki dirinya, ia nekad mengetuk pintu ruangan Bara. Kemudian mendapat jawaban dari dalam, mempersilahkan Kinar masuk.
Bara terkejut saat tahu yang berkunjung ke ruangannya adalah Kinar.”Eh...halo, silahkan duduk.”
Kinar tersenyum.”Terima kasih, Kak.” Kinar duduk dengan gemetaran.
“Ada yang bisa saya bantu,Kinar?”tanya Bara.
Kinar sedikit deg-degan saat Bara menyebut namanya. Ia merasa istimewa pria itu mengenalinya. Tapi, bukan saatnya membahas itu sekarang.
“Kak,”panggil Kinar.
“Iya?”
“Ayo menikah!”ucap Kinar spontan. Suasana menjadi hening beberapa detik. Bara pun tampak terkejut, ia sempat menatap Kinar dengan wajah bingung.
“Oke,”jawabnya kemudian.
“Apa?” Kinar terperanjat. Kini ia justru yang terlihat sangat kaget.
“Iya, kita menikah. Saya terima lamaran kamu,”jawab Bara cepat.
“Tapi...”
“Tulis nomor ponsel kamu ya di sini. Alamat rumah kamu juga.” Bara menyodorkan ponselnya pada Kinar. Kemudian pria itu meraih telepon dan tampak menghubungi seseorang di sana.
Kinar tertegun, menatap benda tipis bewarna hitam di hadapannya. Dengan ragu ia meraih ponsel Bara dan menuliskan nomor ponsel serta alamat lengkapnya. Kemudian meletakkan lagi di hadapan Bara. Pria itu meletakkan gagang telepon,kemudian mengambil ponselnya.
“Oke...Kinara Putri Hadi.” Bara menyimpan kontaknya dengan nama lengkap Kinar.