Bab 3

1162 Words
Lalu terdengar suara decakan sebal dari mulut Kinar, bahkan sekarang wanita itu setengah membanting ponselnya. Dita dan Yuni memandang Kinar dengan heran. Wajah Kinar terlihat sangat stres, padahal beberapa menit lalu ia sudah terlihat baik-baik saja. Lalu, wanita itu mulai sadar sedang diperhatikan. “Ada apa?”tanyanya dengan santai, lalu pura-pura sibuk. “Masih kepikiran soal tadi?”tanya Dita iba. Kinar tersenyum tipis.”Sedikit. Tapi, ya...bukan masalah.” “Kenapa?”tanya Yuni bingung. Ia belum mengerti apa yang sedang terjadi saat ini. “Kamu tahu kan, kalau aku itu harus punya pacar...” Yuni mengangguk-angguk.”Oh...yang waktu itu kamu ceritakan?” Kinar mengangguk.”Iya. Jadi, aku bohong sama semua keluargaku...kalau aku udah punya pacar. Sekarang, mereka ambil cuti supaya punya waktu untuk ketemu pacar aku itu.” “Astaga...terus gimana?” Yuni ikutan iba pada Kinar. Kinar menggeleng pasrah, kini air matanya mengalir perlahan. “Kin, kita juga belum menikah kok. Jangan pikirkan soal kamu yang belum nikah-nikah.” Dita mencoba menghibur Kinar. “Setidaknya kalian punya pasangan, Ta,”ucap Kinar lirih. “Sama aja kan...kita juga punya pasangan belum dilamar-lamar juga,”kata Yuni seraya menghampiri Kinar. “Kin, tadi kan kamu udah baik-baik aja. Semua ini hanya tentang waktu kok. Sekuat apa pun kamu berusaha mengejar jodoh, kalau misalnya si jodoh datangnya tahun depan...ya akan tetap tahun depan. Enggak bisa tiba-tiba datang sekarang.” Dita mengusap-usap punggung Kinar. Kinar menghapus air matanya.”Iya...iya, aku ngerti. Terima kasih...udah bikin aku kuat.” “Itulah gunanya teman, Kin.” Yuni memeluk Kinar lalu diikuti oleh Dita. Perlahan kondisi hati Kinar membaik. Ia bisa kembali fokus bekerja meskipun sesekali ia dirundung kegelisahan. Rasanya ia jadi tidak ingin pulang. Takut ditanya macem-macem lagi. Rumah seakan jadi neraka sekarang. “Yuk makan siang!”kata Dita setelah melihat jam tangan yang sudah menunjukkan jam makan siang. Yuni dan Kinar melihat jam tangan bersamaan. Ternyata waktu berlalu begitu cepat sampai mereka lupa waktu. Mereka berdua mengangguk, lalu keluar ruangan. Semua karyawan, masing-masing keluar dari ruangan mereka. Saat baru saja keluar dari ruangan, Kinar tak sengaja berpapasan dengan Bara. Ia kaget, namun tersenyum dengan cool sekali.”Hai!” Lalu ia berlalu begitu saja. Dita langsung bisa menormalkan keadaan. Ia tersenyum pada pria itu.”Kak...” Bara dan Yuni memekik sambil berpelukan dan menatap tubuh pria itu yang berjalan menjauh. “Kalian kenapa sih?” Kinar menatap kedua temannya heran. “Senyumannya membuatku lupa diri, Kin.” Yuni mengigit bibirnya sendiri. “Iya, sayangnya kita udah punya pacar.” “Lah...kalian ini, kalau udah punya pacar kenapa suka sama Kak Bara?” Kinar geleng-geleng kepala. “Kita cuma kagum, Kin,lagi pula mana mungkin pacaran dengan beliau, iya enggak?” Yuni terkekeh, lalu berjalan duluan menuju parkiran. “Kin!” Dita menyenggol lengan Kinar sambil berjalan mengikuti Yuni. “Kenapa?” “Coba aja kamu pacaran sama Kak Bara,”saran Dita. “Memangnya pacaran sama Kak Bara itu, bisa semudah membalikkan telapak tangan.” Kinar geleng-geleng kepala.”Aku ini siapa...terus Kak Bara itu siapa. Kayak langit dan bumi kali ah!” “Ya ini kan saran yang bagus.” Dita tertawa geli. “Saran yang sangat bagus, Dita. Saking bagusnya...aku enggak tahu bagaimana caranya berterima kasih.” Kinar memasang tampang datar yang justru membuatnya semakin ditertawakan oleh Dita. Tapi, kini kehadiran dua sahabatnya itu membuat hatinya sedikit tenang, setidaknya untuk saat ini. Hujan turun dengan derasnya setelah hampir sebulan kemarau melanda. Semua orang bersuka cita menyambut datangnya hujan meski waktu mereka yang menggunakan kendaraan umum sedikit terbuang karena harus menunggu hujan reda. Begitu juga dengan Kinar. Wanita itu menunggu di dekat pos satpam sambil menghirup aroma tanah basah. Saat sedang menikmati suasana hujan, pandangannya tertuju pada Pria yang baru saja keluar dan langsung menuju mobilnya yang sudah menunggu di lobi. Pria itu adalah Bara. Mendadak jantung Kinar berdegup kencang mengingat pembicaraannya dengan Dita dan Yuni saat makan siang tadi. Dua temannya itu menyarankan agar ia mendekati Bara atau Hardi, yang memang kebetulan single. Tapi, bagi Kinar rasanya tidak mungkin. Apa lagi, saat ini ia hanya butuh pria sebagai pembuktian saja bahwa Ia memang memiliki pasangan. Sangat tidak lucu jika ia menggunakan Bara dan Hardi sebagi bahan leluconnya. Tentu ia bukanlah levelnya Bara atau Hardi. Sebuah mobil berhenti di hadapan Kinar. Kening Kinar berkerut, sepertinya ia tidak memesan taksi. Kaca dibuka, Leon tersenyum.”Enggak kenal sama Kakaknya sendiri?” Kinar menggaruk kepalanya.”Iya, Kak.” Leon menyerahkan payung agar dapat dipakai Kinar untuk masuk ke dalam mobil. “Kok pake dijemput segala, kak?”kata Kinar setelah ia masuk ke dalam mobil. “Memangnya siapa yang bakalan antar kamu pulang? Pacar khayalan kamu itu?” Leon melajukan mobilnya keluar dari area itu. Kinar memanyunkan bibirnya.”Pacar khayalan gimana sih, Kak?” “Kamu bohong kan soal pacar kamu itu?” Kinar tidak bisa lagi mengelak. Leon memang paling tahu jika ia berbohong. Wanita itu mengembuskan napas berat.”Iya.” “Terus? Gimana selanjutnya?” “Enggak tahu,”balas Kinar pasrah. “Nggak tanggung jawab!” “Apaan sih, Kak. Ya udah...nanti Kinar jujur aja sama semuanya kalau Kinar memang bohong.” Suara Kinar bergetar seperti mau menangis. Ia memang wanita dewasa, tapi ia tetap menjadi anak kecil saat berada di hadapan kakak-kakaknya terutama Leon. “Yakin? Jadi, udah siap dijodohkan?” Leon memberikan tatapan jahatnya pada sang adik. “Nggak juga.” Kinar membuang pandangannya ke luar. “Saran kakak sih...kamu tetap lanjutkan kebohongan kamu itu,”kata Leon dengan tenang. “Wah, ngajarin bohong ya?” Kinar melotot. “Ya daripada dijodohkan, memang sih...yang kita carikan memang kualitas premium, tapi...itu enggak bisa menjamin kebahagiaan kamu kan, Kin. Makanya...kamu cari pasangan sendiri aja. Ya setidaknya yang bisa bikin kamu nyaman.” “Tapi,enggak semudah itu kan, Kak? Weekend itu tiga hari lagi loh. Mau cari pasangan dimana? Memang bisa didownload?” Kepala Kinar rasanya sudah berasap merasakan ini semua. “Cari jodoh di aplikasi jodoh itu dong,”saran Leon. “Nggak mau.” Kinar menggeleng. Sepertinya itu bukan jalan terbaik untuk saat ini. “Terus gimana dong? Kakak udah berusaha kasih saran sih, dek.” “Kakak ini sama aja kayak temen-temen aku. Ngajarin yang sesat.” Kinar mendengus sebal. “Memangnya saran temen kamu apa?”tanya Leon penasaran. “Deketin senior.” “Siapa? “Namanya Kak Bara. Tapi, nggak mungkin deh.” Kinar menggeleng. “Single?” Kinar mengangguk. “Coba aja. Ide bagus tuh...” Kinar melotot.”Kenal juga enggak, Kak. Orangnya jarang ngomong, jarang di kantor juga...dan waktu Aku tuh cuma tiga hari.” “Nggak ada salahnya dicoba, kan?”kata Leon. “Nggak tahu deh ...kakak malah bikin aku pusing.” Kinar memejamkan matanya. Jalanan padat sekali karena hujan. Kemacetan terjadi di beberapa titik dan didominasi oleh mobil. Untungnya itu tidak berlangsung lama. Mobil yang ditumpangi Kinar dan Leon bisa sampai ke rumah. Kinar masuk ke dalam rumah sambil bersembunyi di belakang tubuh Leon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD