Ilona merias wajahnya dan memastikan kalau dandannya sudah sempurna. Tangannya merapihkan tatanan rambutnya dan setelah merasa semuanya baik-baik saja, Ilona beranjak dari kursi meja rias dan berjalan ke walk in closet. Dia mengambil satu atasan tangtop berwarna putih, hotpants hitam dan kemeja berwarna pink pastel. Ilona menatap tubuhnya di balik kaca besar dan merapihkan sedikit pakaiannya. Dia juga mengambil sepatu boots berwarna hitam dan memakainya. Setelah rapih Ilona mengambil tas berwarna pink pastel seperti kemejanya dan berjalan keluar. Dia sudah janjian dengan Giselle, Bianca dan Erin untuk pergi ke pesta ulang tahun Criss malam ini. Dan dia juga akan menjemput ketiga temannya itu terlebih dahulu, jadi mereka tidak perlu membawa mobil sendiri-sendiri.
Menuruni tangga Ilona tersenyum pada ayahnya yang tersenyum padanya. Dia mendekatinya dan memberikan ciuman di pipi Adrel. Ilona sudah berniat untuk pergi dengan mobilnya sendiri, tapi sepertinya keinginannya untuk pergi sendiri seperti tidak akan terwujud. Laki-laki itu sudah berdiri di ruang keluarga dengan tatapannya yang sungguh menyebalkan.
“Dad! Aku kan udah bilang, aku akan pergi dengan teman-temanku,” protes Ilona.
“Sayang, Abimana hanya akan menggantikan supir,” ucap Adrel mengelak.
“Dad, aku bukan anak umur tujuh tahun,” protes Ilona. Perempuan itu menatap ayahnya. Dia benar-benar semakin kesal dengan cara ayahnya ini memperlakukannya. Usianya sudah mencapai sembilan belas tahun, bahkan bulan depan sudah mencapai dua puluh tahun, tapi ayahnya ini tetap memperlakukannya seperti anak sembilang tahun. Adrel mengelus rambut putrinya seakan-akan Ilona adalah gadis kecil yang selalu mendengarkannya. Dia seakan tidak menerima putrinya yang sudah beranjak dewasa dan akan banyak bahaya yang akan ia terima.
“Kamu akan pulang malam, sayang. Kamu melarang Fidel dan Fivel untuk menemanimu, karena teman-teman kamu mengenal mereka. Jadi daddy menyuruh Abimana untuk datang dan menemani kamu juga mengantar kamu,” jelas Adrel.
“Tapi dad,” belum sempat Ilona berbicara. Suara lain mengganggu dari lantai atas.
“Aku udah bilang, lebih baik kamu memilih aku untuk menemani kamu. Setidaknya kita saling menguntungkan, aku menjaga kamu dan aku bisa berkenalan dengan tiga temanmu,” ucap Fivel. Ilona menatap adiknya kesal.
“Pergi tidur sana anak kecil!” sungut Ilona. Tetapi adiknya itu hanya tertawa dan menuruni tangga. Dengan gaya yang menyebalkan dia memainkan kunci mobilnya dan berjalan lewati Ilona. Dengan sengaja Fivel memainkan rambut Ilona dan membuat kakaknya itu semakin kesal. Adrel hanya menghela napas dengan tingkah anak bungsunya itu, dia benar-benar sesukanya dan tidak pernah berpikir sebelum bertindak.
“Oke, kamu bilang kamu ingin pergi dengan teman-temanmu bulan depan?” tanya Adrel. Ilona menganggukkan kepalanya masih dengan wajah kesal. Adrel merapihkan rambut Ilona yang dibuat berantakan oleh Fivel. Dan seperti membujuk anak kecil, Adrel mensejajarkan tubuhnya dengan putrinya.
“Dad janji, akan mengizinkan kamu pergi dengan teman-temanmu, tanpa ada pengawal. Asal malam ini kamu pergi dengan Abimana,” ucap Adrel. Ilona menatap Adrel dan raut wajahnya yang langsung berubah. Dia memeluk Adrel dan mencium pipinya. Tanpa berkata apapun lagi Ilona berjalan keluar. Tanpa ia sadari raut wajah Adrel pun berubah menjadi cemas. Dia berharap dalam waktu satu bulan ke depan dia bisa mengamankan b******n itu. Dia melihat senyum gadis kecilnya yang melambaikan tangannya. Adrel mencoba untuk tersenyum walau masih tersirat kecemasan. Dia berharap yang Fidel katakan benar, kalau putrinya itu masih bisa menjaga dirinya dengan baik.
*****
Kalau saja Abi memiliki keberanian, rasanya dia ingin membentak anak manja itu agar dia bisa membuka pikirannya. Melihat perdebatannya dengan tuan besar membuat emosi Abi seakan melonjak. Tapi dia tetap harus diam dan tenang di depan tuan besar. Gadis manja itu tidak tahu bagaimana perjuangan hidup. Dia hanya tahu semua yang ia inginkan harus ia dapatkan. Bahkan gadis itu mengacuhkan kekhawatiran keluarga pada dirinya. Dia tidak tahu bagaimana kerasnya hidup, dia tidak tahu jahatnya dunia, dan pastinya dia tidak akan pernah tahu kerja keras. Karena semua yang ia dapatkan dia lupa dunia ini bisa menjadi sangat kejam dan keras.
Setelah perdebatan dengan tuan besar, si gadis manja itu pun pergi bersama dengannya tanpa ada keluhan. Tuan putri menyuruhnya untuk pergi ke rumah ketiga temannya terlebih dahulu dan menjemput mereka. Abi menuruti keinginan tuan putri tanpa berkata apa pun. Setelah menjemput ketiganya, ia segera pergi menuju tempat pesta yang diinginkan tuan putri. Setelah memarkirkan mobil, Abi segera turun dari mobil dan membukakan pintu untuk tiga perempuan berisik itu. Masih dengan mengikuti Ilona, Abi tetap menjaga jarak seperti apa yang diperintahkan tuan besar. Agar putrinya yang manja itu tidak merasa terganggu.
Abi duduk di meja bar dan masih memperhatikan perempuan yang terlihat menyapa beberapa teman-temannya. Abi menahan diri untuk tidak meminum segelas alkohol pun, karena dia harus tetap sadar untuk memastikan tidak ada orang yang mencelakai tuan putri. Ada beberapa orang yang mendekati Ilona, seperti yang ia lihat di kampus perempuan ini memiliki banyak teman dan terlihat sangat friendly pada siapa pun. Dia tidak menolak berbicara pada siapa pun dan bahkan berkenalan dengan beberapa orang yang baru ia temui. Gadis itu pun menyapa si pembuat acara, seorang laki-laki yang terlihat memiliki ketertarikan pada Ilona. Tapi Abi bisa melihat Ilona hanya menganggapnya seperti yang lain. Ilona pun mengucapkan selamat ulang tahun pada lelaki bernama Criss dan memberikan pelukan padanya. Beberapa saat Criss seperti berusaha untuk menarik perhatian Ilona, sampai akhirnya teman lelaki itu menariknya.
Dan tanpa sengaja Abi pun menatap seorang laki-laki yang ia lihat di kampus. Laki-laki yang terlihat mengikuti Ilona. Dan sepertinya laki-laki itu menyadari dirinya sebagai pengawal Ilona. Karena tidak seperti tadi siang di kampus, laki-laki itu lebih terlihat menjaga jaraknya dan memperhatikan Ilona dari kejauhan. Karena terlalu serius memperhatikan laki-laki itu, Abi sampai lupa untuk memperhatikan si anak manja. Tanpa ia sangka gadis itu sudah turun bersama teman-temannya ke lantai dansa. Abi mendengus dan menggelengkan kepalanya. Gadis itu sudah membuka beberapa kancing kemejanya, membuat tangtopnya terlihat. Beberapa pria terlihat senang melihat pertunjukan itu. Termasuk Criss yang sedang ulang tahun. Abi memperhatikan dua orang di acara ini, Criss dan si laki-laki aneh itu. Dia tidak tahu mana yang harus ia prioritaskan, tapi setidaknya dia harus tetap sadar agar tidak ada hal apapun yang terjadi.
Tiba-tiba si anak manja itu berjalan ke arahnya dan memberikan satu gelas kecil padanya. Abi menolaknya, tapi Ilona tetap memaksanya untuk minum. Tuan putri sudah benar-benar mabuk sepertinya. Abi mendengus kesal dan mengambil gelas itu dari Ilona.
“Maaf nona, anda sudah mabuk. Sebaiknya kita pulang,” ucap Abi dengan hormat. Tapi Ilona malah tersenyum sinis padanya.
“kenapa setiap kamu bicara kamu terdengar sangat sopan, tapi kenapa tatapan kamu terlihat sangat berbeda? Kamu seperti menghormatiku,” protes Ilona. Ilona memasang wajah marah pada pengawal yang menyebalkan ini. Sejak tadi mereka pergi dari rumah, tatapannya terlihat sangat tidak menyukai Ilona. Seakan ia sangat membenci Ilona.
“Kamu...” Ilona mengacungkan jari telunjuknya pada Abi seakan menunjukkan kalau dia tidak takut padanya,” aku akan aduin kelakuan kamu ini pada daddy.” usai berkata Ilona merasa tubuhnya seperti melayang dan hampir saja terjatuh kalau saja Abi tidak menahannya. Dan saat itu adalah pertama kalinya Ilona menatap laki-laki angkuh itu dengan sangat dekat. Ilona tidak tahu apa yang ia rasakan, yang ia tahu ada perasaan aneh yang baru pertama kali ia rasakan. Ilona mengembalikan kesadarannya dan mendorong Abi.
“Beraninya kamu!” bentaknya dengan keras. Abi harus menahan geramanya dan menatap gadis ini yang sepertinya tidak pernah menghargai orang. Dia tahu orang tua perempuan ini sangatlah baik, bahkan nyonya besar menawarkan sarapan saat ia hendak bekerja tadi pagi. Sudah pasti mereka sudah mengajarkannya dengan sangat baik, tapi perempuan ini seperti tidak menyerap apa yang diajarkan orang tuanya.
Abi sudah berniat ingin meninggalkannya, tapi tidak berapa lama dia melihat tubuh gadis ini seperti kehilangan kesadarannya. Abi kembali menangkapnya dan menggeram pelan. Dia melihat si laki-laki aneh itu masih memperhatikan Ilona. Abi segera memeluk Ilona dan menggendong gadis itu. Dia membawanya keluar dari bar dan berjalan ke mobil. Baru saja ia memasukkan Ilona ke dalam mobil, Abi merasa seseorang mengikutinya. Dia berbalik dan bersamaan dengan itu seseorang berusaha menyerangnya, Abi menangkisnya dan memberikan tendangan pada ulu hati laki-laki itu. Abi melihat laki-laki aneh itu tersungkur, dia tidak berhenti melainkan kembali berdiri dan kembali menyerang Abi. Abi pun kembali menangkis dan memberikan beberapa pukulan dan tendangan. Laki-laki itu pun terlihat jago dengan bela diri. Satu yang Abi bisa ambil kesimpulan, laki-laki ini sudah mengatur seluruhnya. Entah apa yang dia rencanakan, atau siapa yang mempersiapkan laki-laki ini? Dan apa yang ingin dia rencanakan? Abi terus memberikan pukulan yang keras dan memojokkan, hingga akhirnya laki-laki itu kembali tersungkur dan terpojok. Abi mencengkramnya dan mengintrogasinya.
“Siapa yang nyuruh lo?!” bentak Abi. Dia malah tersenyum dengan sinis dan berkata,” kamu berada di posisi yang salah.” Nadanya terdengar sinis dan mengejek. Dan mengambil sesuatu dari sakunya dan meminumnya. Tidak menunggu lama, laki-laki itu mati karena racun yang diminumnya. Abi menggeram kesal dan melepaskan cengramannya pada laki-laki itu. Dia menghubungi seorang teman dan menyuruhnya untuk mengurus laki-laki ini. Abi segera memasuki mobil dan dari kaca spionnya dia melihat tubuh si tuan putri meringkuk. Tubuhnya terekspose dengan sempurna. Abi melepaskan jas hitamnya dan melemparnya pada tubuh perempuan itu.
“Cewek ngerepotin!” gerutu Abi seraya melajukan mobilnya.
****