“Dia sudah menguntin nona sejak beberapa hari dengan berpura-pura menjadi mahasiswa. Beberapa kali di kampus dia terlihat menjauhi nona saat dikeramaian,” jelas Abi pada tuan besar. Bahkan tuan muda Fidel pun ada di ruangan untuk mendengarkan kronologi kejadian. Abi sudah menjelaskannya sejak semalam saat ia mengantar tuan putri pulang. Dan dia dia harus menggendong tuan putri ke dalam rumah, karena ia pikir sudah tidak ada orang yang terbangun. Sampai akhirnya tuan Fidel menghentikannya di ruang tamu dan mengambil adiknya dari gendongan Abi.
Abi sedikit merasa bersyukur saat itu, karena ia tidak perlu membawa si tuan putri ke kamarnya. Karena ada perasaan sesak yang tidak seharusnya ia rasakan. Setelah mengantar Ilona, Abi mendapatkan pesan dari kepala pengawal yang tidak lain adalah Arya, kalau tuan besar mencarinya dan meminta penjelasan tentang kejadian hari ini. Dan ia pun segera mendatangi tuan besar dan menceritakan seluruhnya. Setelah melaporkan semuanya pada tuan besar yang juga di dengar orang tuan Fidel, Abi pun permisi pamit pada keduanya. Sebelum Abi pergi Adrel kembali memanggilnya.
“Terima kasih, kamu sudah bekerja dengan baik,” ucap Adrel. Abi mengangguk hormat dan pergi dari ruangan. Dia menutup pintu dan satu perkataan dari laki-laki itu sebelum mati membuatnya tidak bisa berhenti berpikir.
“Kamu berada di tempat yang salah,” apa maksudnya? Apa dia berusaha menyampaikan sesuatu? Abi mendengus dan pergi dari rumah besar itu ke kamar di belakang rumah mewah. Setelah resmi menjadi pengawal tuan putri, Abi harus berada di rumah besar ini dua puluh empat jam penuh, karena dia tidak tahu kapan saja si tuan putri itu akan pergi. Jadi, karena itu ia harus tinggal di kamar kecil di belakang rumah besar. Abi memasuki kamarnya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mengguyur tubuhnya dia langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan tanpa menunggu lebih lama dia pun tertidur.
****
Ilona membuka matanya dan memegang kepalanya yang terasa sakit. Dia tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi semalam. Yang ia ingat adalah dia berada di pesta bersama teman-temannya, tapi dia tidak ingat kapan ia kembali ke rumah. Kepalanya masih terasa berputar dan amat berat. Ilona menyandarkan kepalanya di ranjang dan tidak berapa lama pintu kamarnya terbuka. Kakak iparnya masuk dengan membawakan air dan obat. Kakak Farensa itu tersenyum dan duduk di sisi ranjangnya.
“Fidel bilang kalau kamu mabuk semalam,” ucapnya.
“Kayaknya,” balas Ilona sambil memijat kepalanya. Farensa tertawa dan memberikan obat pada Ilona.
“Minum, biar sakit kepalanya berkurang,” ucapnya lagi. Ilona menuruti perintah kakak iparnya itu dan langsung meminumnya.
“Faren, kak Fidel marah?” tanya Ilona. Baru saja ia bertanya seperti itu, kakaknya itu sudah lebih dulu masuk ke dalam kamarnya. Ilona menundukkan kepala dan merasa sedikit bersalah. Bukan karena dia mabuk. Ayah mereka tidak melarang untuk itu. Hanya saja Ilona sudah berjanji, dia akan mabuk jika ada yang menemaninya. Entah itu Fidel atau pun Fivel. Tapi malam ini Ilona pergi sendiri dan mabuk parah.
“Kak, aku baik-baik saja,” ucap Ilona. Dia lebih bisa meladeni ayahnya yang marah ketimbang kakaknya. Karena ayahnya akan lebih mudah luluh saat Ilona memasang wajah memelas. Sementara kakaknya ini... Ilona memainkan kukunya dan melirik ke arah Fidel yang berdiri di hadapannya.
“Sayang, kamu membuatnya takut,” ucap Farensa. Fidel menatap istrinya itu, dia tidak suka setiap kali ada yang membela Ilona saat dia berbuat salah.
“Dia pulang dalam keadaan mabuk. Dan lebih parahnya lagi dia tidak sadarkan diri dan di gendong pengawalnya,” perkataan Fidel membuat Ilona mengernyitkan keningnya. Dia sungguh-sungguh tidak mengingat apapun yang terjadi. Dan dia tidak tahu kalau pengawal itu menggendongnya.
“Yasudah, toh dia baik-baik saja,” tambah Farensa yang masih menenangkan suaminya itu. Fidel sudah ingin kembali berkata, tapi ia membatalkannya. Pria itu hanya menghela napas dan menatap adiknya.
“Istirahat,” ucapnya. Dia mencium kening adiknya dan berjalan keluar. Farensa menepuk bahu Ilona membuat adik iparnya itu menatapnya dan berucap,” nanti aku bawakan sarapan.” Ilona hanya tersenyum berterima kasih dan melihat Farensa yang juga berjalan keluar kamarnya. Umur Farensa dan Ilona tidak terlalu jauh. Farensa hanya lebih tua setahun dari Ilona, tapi kehidupannya dulu membuatnya terlihat lebih dewasa dari Ilona. Ada banyak cerita kelam yang ia lewati, bahkan dari saat dia bayi. Dan karena itu Ilona sangat menyukainya, karena Farensa sangatlah tenang dan bisa menyembunyikan rahasia. Dia juga bisa bela diri dan diam-diam Ilona meminta pada Farensa untuk mengajarinya bela diri. Karena ayahnya sangat menyebalkan, dia hanya diizinkan belajar menembak dan memanah. Dan dia melarang Ilona untuk belajar bela diri, hanya karena Ilona perempuan.
Ilona menghela napas dan kembali menyandarkan kepalanya di ranjang. Dia mengingat perkataan kakaknya tadi kalau ia mabuk sampai tidak sadarkan diri. Dan sialnya si pengawal itu menggendongnya. Dan tiba-tiba saja sesuatu seperti terputar di kepala Ilona. Dia mengingat saat dia berjalan dengan sempoyongan ke arah Abi dan berbicara pada laki-laki itu. Dengan wajahnya yang angkuh dia tidak menjawab perkataan Ilona dan hanya membalas tatapannya. Dan tiba-tiba saja tubuhnya limbung dan laki-laki itu menangkapnya. Ilona menggelengkan kepalanya saat mengingat mata laki-laki itu yang sangat dekat dengannya. Dan tiba-tiba saja dia merasa aneh di dadanya.
“Dasar pengawal sialan!” teriaknya kesal. Ilona benar-benar marah dengan tatapan dan perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan. Dan semuanya sudah pasti karena si pengawal itu. Ilona mengacak rambutnya karena merasa dirinya menjadi orang bodoh. Bayangan tatapan Abi yang sangat dekat seakan tidak bisa ia singkirkan dari kepalanya. Ilona memilih untuk beranjak dari kasurnya dan mengguyur tubuhnya. Dia berharap berendam akan membuat otaknya kembali normal. Mungkin pikiran yang terlintas itu karena ia mabuk berat semalam. Jadi dia harus menyadarkan otaknya agar melupakan yang terjadi semalam.
****
Bianca baru saja menghubunginya dan bilang kalau mereka ingin bermalam di apartemen Giselle yang baru diberikan orang tuanya. Jadi Ilona berniat untuk pergi secara diam-diam dari rumah tanpa ada yang tahu, karena dia ingin menghindar dari pengawal sialan itu. Ilona masih benar-benar malu dengan apa yang ia lakukan saat di bar kemarin. Setelah mengambil kunci mobilnya Ilona berjalan ke carport mobil. Baru saja dia ingin memasuki, seseorang sudah lebih dulu menahan pintunya. Ilona berbalik dan melihat Abi yang berdiri di depan pintu mobilnya.
“Maaf nona, tuan melarang anda untuk keluar sendirian,” ucap Abi. Matanya masih saja terlihat angkuh dan mengisyarat ketidaksukaan pada Ilona.
“Aku hanya ingin...”
“Maaf nona, tuan sudah menugaskan saya untuk mengantar anda kemana pun,” ucap Abi memotong perkataan Ilona.
“Aku mau ke rumah teman! Gak mungkin kan kamu ikut ngumpul bareng tiga temen cewekku?!” Ilona masih berusaha mengelak. Dia benar-benar kesal dengan tingkah pengawal satu ini.
“Itu sudah jadi pekerjaan saya,” balas Abi. Ilona semakin kesal karena Abi. Dia menggeram pelan dan memilih untuk membatalkan rencananya. Dari saat Ilona berencana untuk pergi, pintu gerbang sudah terbuka. Ilona sudah terlihat kesal dan menghentakkan kakinya, tapi belum sempat Ilona berjalan Abi sudah lebih dulu menarik Ilona. Dia memeluknya dengan erat saat Abi melihat dari kaca spion mobil Ilona, sebuah mobil berhenti di gerbang rumah dan menodongkan pistol. Satu tembakan mengenai bahu Abi. Membuat Ilona terdiam di tempat dan seperti menjadi patung.
“CEPAT KEMBALI KE DALAM RUMAH!” Teriakan Abi membuat Ilona sadar, tapi dia merasa kakinya kehilangan fungsinya. Abi menarik Ilona yang terlihat terkejut akan tembakan itu. Beberapa pengawal sudah lebih dulu mengejar mobil yang sudah kabur lebih dulu. Setelah tuan putri memasuki rumah, Abi segera berlari memasuki mobil Ilona dan membawa lari mobil itu dengan kecepatan maksimal. Tidak mempedulikan mereka ada di jalan kecil yang di lewati banyak orang. Dia harus menangkap orang itu hidup-hidup dan kejadian semalam tidak boleh terjadi. Abi membanting setirnya dan berbelok ke kanan. Mobil berwarna hitam itu melaju sangat cepat, Abi dan rekan-rekannya pun masih berusaha untuk mengejarnya. Mobil antik berwarna hitam itu masih terus menghindar. Abi harus menghindar saat satu tembakan dilepaskan. Dia kembali menginjak gas dan mobilnya kini sejajar dengan mobil hitam itu. Dia pun memberikan tembakan membuat mobil itu sedikit oleng.
Abi mencoba menembak ban mobil agar mobil itu berhenti. Dan itu benar berhasil. Dia dan rekan-rekannya pun segera menangkapnya, tapi sayangnya hal yang beberapa waktu lalu pun terjadi. Mereka memilih menembak diri mereka sendiri. Abi mendengus kesal dan dia baru menyadari bahu kirinya terluka karena tembakan.
“Abi, lo gak apa-apa?” tanya seorang rekan, bernama Dicky.
“Gak apa-apa...” belum sempat Abi mengelak. Orang itu sudah lebih dulu membuka jas hitam Abi. Darahnya sudah membasahi separuh kemeja putihnya.
“Lo gila ya? Ini kemeja lo udah darah semua. Dan lo masih nguber mereka?” ocehnya. Abi hanya tersenyum simpul tidak berkata apapun.
“Buru masuk, biar gue yang bawa mobil,” ucap Dicky. Abi pun mengikuti Dicky dan memasuki mobilnya. Abi masih berpikir apa yang terjadi saat ini bukanlah sesuatu yang mudah. Orang yang berusaha untuk mengincar keluarga besar tuan Garwine bukanlah orang biasa, dia bisa membuat orang-orang itu membunuh dirinya daripada tertangkap. Tapi yang membuat Abi sedikit penasaran adalah mobil yang dipakai tipe AE86. Itu bukanlah tipe biasa dan sudah pasti akan sangat jarang orang yang menyewa atau menjualnya. Kalau pun ada pasti harganya sangat fantastis. Berarti orang yang mengincar keluarga tuan Garwine bukan karena masalah perusahaan atau pun ketidaklancaran perusahaannya. Karena dia masih memiliki uang lebih untuk menyewa atau membeli mobil itu. Berarti bisa jadi ini adalah masalah pribadi, atau masalah lama yang kembali di buka.