Chapter 2

1050 Words
Pandangannya beredar, dirinya menelisik sudut demi sudut ruangan setelah diperbolehkan oleh pihak forensik dengan syarat tentu saja tidak mengganti posisi hal apapun sampai semua pemeriksaan selesai. Sebercak cahaya kilat muncul dari kamera kamera yang digunakan untuk memotret bukti yang tak dapat dibawa keruangan pemeriksaan seperti noda pada dinding dan lantai. Jika kalian bertanya, bukankah bisa mengambil sampelnya lalu dibawa pada ruang coba zat, tentu saja bisa. Namun posisi darah atau noda, bagaimana hal tersebut bisa terjadi bisa diasumsikan setelah ditemukannya banyak hal yang berkaitan, salah satunya pola noda. “Kemungkinan dirinya sudah dipukuli sebelum perban perban ini dililitkan” suara Prof Robert terdengar dari tengah ruangan, tepat dimana jasad tersebut terbujur terduduk kaku diatas kursi dengan kedua kakinya yang terikat erat dengan selotip tebal berwarna hijau, bergitu pula dengan kedua tangan dan tubuhnya. “Asumsi awalku seperti itu” katanya kembali bersuara. Tangannya menekan salah satu lengan si korban dan merasakan adanya sebuah keretakan atau bahkan patahan tulang yang cukup parah, namun tak ada bercak kecoklatan diatas perban diaera sana. Tak seperti perban yang melilit di perutnya, penuh dengan bercak kecokelatan yang diasumsikan dari lempengan besi kotor penuh darah diujungnya yang kemungkinan besar menjadi alat pembunuhan. Asisten prof Robert terlihat sedang memasukkan lempengan besi itu kedalam plastik khusus untuk dicari sidik jarinya saat dibawa ke labolatorium zat. Prof Robert pun menyadari adanya keretakan dan luka khas dari pukulan benda tumpul yang ada di tengkorak kepala bagian kanan, semakin menguatkan asumsinya mengenai kemungkinan pria ini dipukul sebelum perban dililitkan. Beliau menitahkan asisten perempuannya untuk memasukan kedua tangan korban kedalam plastik khusus, tak menggerakkan terlalu banyak karena takut terjadinya perubahan bentuk yang mungkin bisa menyesatkan pemeriksaannya nanti. Tak lupa jenazahnya dimasukan ke kantung jenazah dengan posisi yang tak boleh dipaksa berubah. Rigor mortis atau kekakuan post mortem- kekakuan dimana posisi tersebut terjadi saat korban sudah dalam keadaan meninggal biasanya digunakan beberapa profiler untuk mencari tahu mengenai death massage yang diberikan di detik detik kematiannya. Farren kembali memfokuskan pandangannya pada sebuah majalah yang terletak dalam keadaan terbuka diatas meja disamping mesin kasir. “Penipuan asuransi, huh?” sebuah majalah dengan halaman yang membahas mengenai kejahatan penipuan asuransi. Dirinya berbalik, memandang datar Eric yang baru saja kembali setelah menanyakan time maps dari si pelapor pertama dan mengecheck beberapa mobil yang terparkir tak jauh dari sana apakah mereka memiliki blackbox karena keadaan toko yang kebetulan ada di sudut yang tak memiliki cctv. “Mungkin” jawab Farren dengan pelan, “tapi tak mudah untuk membuktikannya jika benda ini yang menjadi acuan utama” Eric mengangguk pelan. Jelas, dia pun mengerti dengan jelas. Meskipun penipuan asuransi memang banyak dilakukan dinegara mereka, bahkan tak sungkan untuk membunuh keluarga hingga anaknya sendiri demi mendapatkan uang, bukan berarti mereka dapat dengan santainya mencetuskan bahwa hal ini merupakan tindakan penipuan asuransi hanya dengan majalah yang berisikan bulatan bulatan pada kata asuransi didalamnya. Belum lagi para reporter yang semakin lama semakin banyak meskipun jam sudah menunjukan pukul tiga dipagi hari, pasti segala hal yang keluar dari mulut mereka akan dengan segera disiarkan tanpa pikir panjang. Jika asumsi mereka benar, tentu saja hal yang bagus. Namun jika asumsi mereka melenceng meskipun hanya setitik debu, hancurlah status mereka dihadapan masyarakat. Masyarakat akan menilai bahwa para pelaku keamanan negara tak becus untuk menjaga warga negaranya tanpa tahu apa saja yang sudah dilakukan oleh kepolisian. Ingin rasanya Farren mengutuk oknum oknum polisi sialan yang menjadikan mereka semua sebagai wajah yang pemalas. “Kemana Zale?” “Masih melakukan perintahmu, tentu saja. There’s something wrong about that woman” Eric mengendikkan bahunya. Dirinya menatap mesin kasir yang terbuka, menampakkan mesin kosong yang artinya semua uang didalamnya telah raib entah kemana. Entah itu memang keadaan awalnya karena kemungkinan terjadinya hal ini saat jam tutup toko, atau terjadinya sebuah perampokan. Atau mungkin saja perampokan ini hanyalah alibi untuk menutupi adegan pembunuhan. Seorang atau segerombolan perampok biasanya hanya akan merampok, lalu pergi. Jika keadaan terdesak, kemungkinan membunuh itu memang ada, tentu saja. Namun biasanya mereka akan membunuh secara langsung dan meninggalkannya. Jika benar terjadi perampokan, seharusnya tak perlu si perampok me’mumi’kan korbannya sampai tertutup semuanya. Memakan waktu yang lama dan kemungkinan dicurigai oleh orang banyak adalah hal yang menjadi momok menakutkan. “Tentu saja” sahut yang lebih tua. “Ini pagi pagi buta, meskipun lampu depan di area pertokoan hidup, manusia macam apa yang menggunakan kacamata hitam dan syal untuk menemui mayat suaminya” cetus Farren. Oleh karena ini dia memerintah Zale untuk mendapatkan banyak informasi mengenai wanita itu. “Ah, maaf, siapa namamu?” tanyanya pada asisten Prof yang tadi menghandle pers mengenai beberapa pertanyaan. “Panggil saja aku Eros” “Menurut ilmu forensik, dimenit keberapa biasanya kebakaran bisa terjadi akibat kompor?” yang bernama Eros mengalihkan pandangannya pada seperangkat kompor yang juga tengah ditatap oleh kedua detective dihadapannya. Bekas percikan minyak, noda kehitaman di dinding belakangnya menjadi beberapa hal yang menjadi alasan kemungkinan terjadinya pembakaran. “Jika diasumsikan dua ratus lima puluh mili minyak, maka itu akan berasap di menit ke tiga, lalu akan menimbulkan api dimenit ke 7 jika menggunakan api normal” jawabnya. Matanya menatap kearah Eric yang kini menenteng plastik berisikan sebotol alkohol pada polisi jaga sembari bertanya beberapa hal. “Apakah toko ayam cepat saji ini memang menjual alkohol jenis kaoliang?” Yang ditanya mengerutkan dahi- “kurasa tidak. Biasanya tempat makan seperti ini hanya menjual beer untuk teman minum dan makanan ringan” tukasnya. “kurasa ada general store yang menjual alkohol tersebut disekitar sini” jawabnya sembari menunjuk persimpangan jalan yang tak jauh dari sana dengan senter yang dibawanya. Prof Robert bangkit dari posisi awalnya, membuka maskernya hingga tetesan keringat di bawah bibirnya terlihat mengalir dengan jelas. Menggunaka apd khusus yang diharuskan memang terkadang cukup menyesakkan, namun gagal menangkap pelaku lebih menyesakkan bagi orang orang seperti mereka. Beliau menepuk pelan punggung Eric, dan mengangguk kearah Farren, bergegas keluar setelah dirasa sudah menyelesaikan tugasnya disana untuk saat ini. Meskipun ada banyak kemungkinan teamnya akan kembali ke TKP dalam jangka waktu beberapa hari lagi. Keluarnya beliau bersama team diiringi dengan langkah kaki Zale yang masuk menghampiri kedua rekannya. “Wanita tadi istrinya, victims of domestic violence” menunjukan selembar kertas yang baru saja didapatnya dari jaksa setempat setelah mengganggu pagi pagi buta untuk memohon surat peritah pemeriksaan diterbitkan. “Kita bisa memeriksa rumah mereka”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD