Chapter 3

1024 Words
Semua manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua. Maaf dariku adalah kesempatan terakhirmu. ***** Ares menarik tangan Tanaya untuk menghentikan Tanaya agar tidak berlari lagi sambil menangis yang menjadikannya pusat perhatian dikantor Daniel tadi. "Mau kemana?" tanya Ares pelan, tidak tega melihat Tanaya yang terisak. Rasanya hatinya juga ikut menangis melihat Tanaya menangis. Tanaya menggeleng lemah, hidungnya sudah memerah dan bahkan seluruh wajahnya juga memerah karena terus menangis. "Gue anter ya?" tanpa persetujuan Tanaya, Ares membawa Tanaya kedalam mobilnya. "Kita kemana?" tanya Ares yang fokus melihat kearah depan menghadap jalanan, sesekali matanya melirik Tanaya. "Pu-lang" jawab Tanaya dengan suara seraknya. Ares mengeratkan cengkraman tangannya pada stir mobil hingga memutih saat kembali mendengarkan suara tangisan Tanaya. Saat baru saja sampai dihalaman rumah Tanaya, Tanaya langsung berlari kedalam rumah sebelum Ares mematikan mesin mobilnya. Setengah berlari Ares mengikuti Tanaya yang masuk ke dalam rumah. "Tanaya lo dimana?" Ares berteriak karena tidak mendapati Tanaya yang dilantai bawah. Ares melihat ke arah tangga kemudian menaikinya, mungkin Tanaya berada dikamar. Dan benar saja, Tanaya sudah meringkuk menangis diatas kasur membuat hatinya mencelos. "Ta-" Ares memegang bahu Tanaya lembut membuat Tanaya menoleh menatapnya dengan mata sembab. "Kenapa Res, kenapa? Kenapa Daniel jahat! Kenapa dia selingkuhin gue?" racau Tanaya. "Apa kurangnya gue sampai dia ngeduain gue? Apa cinta gue nggak cukup buat dia" Semua yang diucapkan Tanaya membuat lobang dihati Ares membesar, tidak sadarkah Tanaya jika dirinya juga merasakan sakit saat Tanaya bersedih karena orang lain yang beruntung mendapatkan Tanaya tapi dengan bodohnya menyakitinya. "Tanaya, udah" Ares mencoba menghibur Tanaya meskipun Tanaya masih terisak kecil tidak sekeras tadi. "Apa yang harus aku lakuin, Res?" tanya Tanaya lirih. "Kamu nggak perlu lakuin apa-apa dulu, dengerin penjelasan Daniel dulu. Jangan asal ngomong karena amarah" nasehat Ares. Seharusnya Ares senang dan memanfaatkan keadaan ini untuk bisa mendapatkan Tanaya tapi dia bukanlah orang yang pengecut. Ares justru menyuruh Tanaya untuk mendengarkan penjelasan Daniel nanti. "Tapi kalau ternyata penjelasannya justru malah nyakitin. Aku mesti gimana?" aliran air mata Tanaya kembali saat memikirkan kenyataan yang justru menyakitinya. "Ssttt-- everything's gonna be alright. Percaya sama gue, semua orang berhak ngedapetin kesempatan kedua" balas Ares bijak. Kali ini Tanaya benar-benar berhenti menangis, mencoba mengeluarkan senyumnya yang justru terlihat menyedihkan dimata Ares. "Kamu nggak papa kan aku tinggal? Aku ada meeting sebentar lagi" "Nggak papa, Res. Makasih ya" ***** Selang beberapa menit kepergian Ares, Daniel tiba didepannya dengan penampilan yang berantakan berbeda dengan tadi pagi. "Sayang" panggil Daniel pelan dengan nafas terengah-engah, mengejar waktu untuk segera sampai kerumah. Tanaya menatap Daniel dengan raut wajah datar. "Kenapa?" Daniel terdiam sebentar melihat raut wajah datar Tanaya yang jarang dilihatnya. "Aku mau jelasin semuanya" "Jelasin apa lagi? Jelasin kalau kamu sudah selingkuh sama sekretaris itu?" tembak Tanaya langsung. Melihat sikap Daniel yang langsung terkejut, Tanaya memejamkan matanya sebentar. Menginstruksikan agar dirinya tidak dibutakan amarah seperti nasehat Ares tadi. Tanaya juga tidak ingin rumah tangganya hancur, sebisa mungkin dia mempertahankannya meskipun hatinya sebagai taruhannya. "Tanaya" panggil Daniel pelan, seperti orang ketahuan mencuri. "Jelasin. Sepuluh menit" Dengan ragu Daniel mulai menceritakan semuanya pada Tanaya. "Aku sama Adisty nggak pacaran, kami hanya dekat meskipun bisa dibilang mesra. Awalnya aku sama sekali nggak niat buat nyakitin kamu, aku khilaf Tan. Maafin aku" Tanaya melihatkan senyum sedihnya mendengar penjelasan Daniel. Khilaf? Segampang itu Daniel Khilaf? Apakah Daniel tidak pernah memikirkannya? "Berapa lama?" Daniel mengerjapkan matanya mendapatkan balasan yang tidak diprediksinya. "Berapa lama Daniel? Berapa lamu kamu ngekhianatin aku? Kenapa aku sebodoh itu kamu bohongin" rutuk Tanaya mulai menangis sambil memukul dadanya pelan, memberikan ekspresi kesedihannya pada Daniel. "Dua bulan lalu" Daniel memejamkan matanya, tidak sanggup memberitahukan kebenarannya. "Aku benar-benar minta maaf, Tanaya" lanjutnya memohon. "Kalau aku maafin kamu apa yang berubah Dan?" "Semuanya. Aku janji nggak akan pernah nyakitin kamu lagi. Aku mohon maafin aku" "Kamu nggak capek janji mulu? Selama ini kamu juga janji jagain dan nggak buat aku sedih, tapi semuanya nihil. Kamu ingkarin janji kamu sendiri" "Tan" Daniel mendesah bingung mau membalas apa, kata-kata Tanaya sudah terlalu menohoknya. Semua yang dikatakan memang benar, dia yang berjanji dan dia pula yang mengingkari. "Aku cuma butuh maaf kamu, Tanaya" sekali lagi Daniel momohon, menurunkan harga dirinya sampai ke titik terendah didepan istrinya. Tanaya menghembuskan napasnya secara perlahan, ini merupakan keputusan yang penting didalam kehidupannya jadi dia tidak ingin salah langka. "Semua manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua. Maaf dariku adalah kesempatan terakhirmu" Daniel membuat lipatan dikeningnya mencerna kata demi kata Tanaya. Namun setelahnya dia menatap Tanaya dengan mata membesar senang. "Kamu maafin aku?" tanya Daniel untuk memastikan, agar dia tidak salah mengartikan maksud perkataan istrinya. Tanaya mengangguk. "Hanya untuk kali ini dan terakhir kalinya" Daniel mengangguk semangat, maaf dari Tanaya sudah sangat cukup untuknya. Dengan hati gembira Daniel merengkuh Tanaya ke dalam pelukannya. "Makasih sayang, I love you" sesekali Daniel mengecup pucuk kepala Tanaya dan mengeratkan pelukannya. Tanaya tidak membalas kata-kata cinta Daniel tapi tetap menerima pelukan dan kecupan singkat Daniel. Menurutny ini adalah pilihan yang baik, memaafkan Daniel bukanlah hal yang salah terlebih lagi ini termasuk mempertahankan rumah tangganya. Meski Daniel sudah berjanji tidak akan mengulanginya namun jauh didasar hatinya merasa ragu, tapi sebisa mungkin ditepisnya keraguan itu. Daniel akan berubah. ***** Suasana hati Tanaya kini telah membaik, saat ini dia sedang memasak menyiapkan makan malam untuknya dan juga Daniel. Omong-omong tentang Daniel, setelah menyusul Tanaya pulang Daniel tidak kembali ke kantor. Memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama sang istri tercinta, lagipula dia pemilik perusahaan sekali mangkir dari pekerjaan tidak akan membuatnya bangkrut. Tanaya mengambil beberapa sayuran yang sudah dicuci bersih lalu memotongnya, kemudian memasukkannya kedalam panci yang sudah berisi beberapa sayuran. "Sayang" Daniel mendatangi Tanaya dan memeluk Tanaya dari belakang. "Aku lagi masak, lepas Dan" Tanaya menggerak-gerakkan tubuhnya risih. Danielnya sudah kembali seperti dulu, yang selalu menempel dengannya sekalipun itu mengganggu Tanaya saat sedang memasak. Bukannya melepaskan, Daniel justru menggelengkan kepalanya dan mengendus aroma strowberrry kesukaannya dileher Tanaya. "Daniel" jika sudah mengucapkan nama Daniel dengan suara pelan itu tandanya Daniel harus segera melepaskan pelukannya pada Tanaya. Terbukti dengan Daniel yang langsung menjauhkan dirinya tidak ikhlas. "Aku tunggu di meja makan" setelah itu Daniel meninggalkan Tanaya dengan kegiatan memasaknya sendiri. Dalam hati Daniel berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tanaya orang yang dicintainya, dan dia bahagia hidup seperti ini bersama istrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD