bc

i. KARMA, hari setelah hari ini.

book_age12+
1
FOLLOW
1K
READ
revenge
no-couple
serious
mystery
brilliant
abuse
illness
school
lonely
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Bulan Juli,

23.59

Satu menit sebelum hari berikutnya,

Seperkian detik sebelum pergantian,

Satu sekon sebelum kepastian.

Jordan Bianggara beserta seluruh keputus asaan yang menggerogot raganya— mencari pembelaan atas bukti penuh kebohongan di hari senin. Serta seluruh penyesalan atas bungkamnya birai manusia yang di tubuhnya mengalir ketakutan, Jordan terlelap dengan senyap seperkian detik sebelum pergantian.

Tapi manusia dan rasa kepercayaan; bukanlah hal yang mudah untuk didapatkan. Maka Jordan sekali lagi bungkam, menutup mulut untuk pembelaan diri, barangkali terlalu lelah untuk berdiri sendiri.

chap-preview
Free preview
i. insiden di hari minggu.
Purnama akan datang. Sedangkan dia cuma berdiri ketakutan di ujung ruang sekretariat, tidak berhenti putar otak, diksi lalu-lalang dalam benak. Sibuk pikirkan cara agar dapat hentikan pemantik api yang dua detik bahkan sedetik kemudian bisa saja buat tubuhnya hangus dilahap panas. Ada pedih yang menjelma senyap dalam netra gelap milik Yoon Jaehyuk, ia sentiasanya jadi buram dengan genangan air yang siap jatuh kapan saja, sendu yang sekiranya cukup untuk menghantar Jaehyuk kembali pada Pemilik semesta. Dan dia tidak menyiapkan apa-apa untuk ini. Jaehyuk punya janji yang harus ia tepati kepada Asahi, ia akan pulang sebelum purnama pamerkan cantiknya. Tapi malam ini dia terjebak dalam bayangan gemuruh api dan bisingnya hujan jadi satu-satunya yang bisa Jaehyuk dengar. Tidak ada suara langkah kaki di depan ruang sekretariat lantaran gedung tempatnya meninggalkan jejak telah lama tidak terurus, dijadikan tempat mistik untuk mereka yang berani berdiri di sini semalam penuh. Aktivis-aktivis lain yang bersama Jaehyuk dalam ruang sekretariat sudah sejak enam menit yang lalu meninggalkan ruangan, barangkali tahu bahwa ruang sekretariat tidak pernah setenang riak telaga. Alih-alih ikuti aktivis lain untuk pulang lebih awal, Jaehyuk memilih menetap bersama kemungkinan baik mau buruk yang akan terjadi. Jaehyuk pandangi wajah penuh senyum milik lawan bicara di depannya, mata cantik yang sekiranya cukup buat banyak orang terpesona itu tidak pernah ia ketahui punya rahasia segelap ini. Mata yang sedang tersenyum itu barangkali adalah simbol dari karma yang harus Jaehyuk rasakan eksistensinya, tapi tidak, Yoon Jaehyuk sudah pernah rasakan yang namanya karma. Wajah itu barangkali adalah bentuk dari sebuah kemarahan yang telah lama bersembunyi di balik jeruji besi, tidak dapat dibuka, tidak bisa dikeluarkan. Barangkali diciptakan agar bisa mengalahkan ego, menghentikkan amarah agar semua terkendali tanpa terkontaminasi, menenggelamkan satu jiwa demi menyelamatkan ribuan jiwa. Yoon Jaehyuk ingat bahwa wajah dengan kemarahan yang tercetak jelas di sana dulunya adalah wajah yang suka Jaehyuk amati diam-diam, dia pandangi tiap incinya, perhatikan tiap detailnya yang tidak pernah buat dia bosan. Jaehyuk tidak pernah melihat wajah itu dengan ekspresi semenyeramkan ini, sentiasanya cuma senyum dan tertawa. Ialah ketika Jaehyuk menyelam ke dalam jelaga milik lawan bicaranya, menatap datar ke dalam sana, seakan dunianya berada di sana. Dahulu, netra gelap itu pernah menjadi dunia buat Jaehyuk, mimpi paling tidak masuk akal sebab Jaehyuk melihat dunia yang dia inginkan di dalam sana— di dalam netra gelap milik dia. Tapi tidak, yang saat ini Yoon Jaehyuk lihat cuma mata hitam biasa tanpa kerlap-kerlip bintang ataupun binar semangat seperti yang sehari-hari dia lihat, Kosong. Bukan kosong, tidak ada apa-apa di sana kecuali kemarahan dalam bentuk kecewa paling pedih yang barangkali menggerogoti hatinya yang telah lama mati— bersembunyi di balik lengkung lebar birai cantiknya yang ternyata palsu, penuh kebohonga, tipu daya. "Apa yang kau pikir sedang kau lakukan?" Lawan bicaranya terkekeh, sudah lama menyangka pertanyaan dengan nada penuh gemetar itu akan keluar dari birai cantik seorang Yoon Jaehyuk. "Kau pikir untuk apa aku mengajakmu ke ruang sekretariat di hari minggu, Yoon Jaehyuk?" Ah, namanya disebut. Yoon Jaehyuk miliki nama yang cantik, diagung-agungkan oleh kedua orang tua. Anak laki-lakiku namanya cantik sekali, lebih maha dari megah manapun, kata mereka. "Untuk karma, Jaehyuk." "Buang pemantik api itu. Kita harus keluar sebelum ruangannya roboh." Jaehyuk ketakutan, tarik seluruh napas dari ruangan pengap yang buat dia sesak. Gemetar ketika tangannya raih rak sepatu di dekat tubuh, berpegangan sembari pasang badan. Ia sama sekali tidak memiliki idea tentang apa yang sedang lawan bicaranya katakan, Jaehyuk sudah pernah rasakan yang namanya karma, pun percaya akan eksistensinya di bumi yang kata Jaehyuk sangat jahat. Sebab telah ia jalani empat musim dengan karma di pundaknya, mungkin baru akan selesai kalau Jaehyuk juga akhiri nadinya. "Oh?" ia terkekeh dengan nada amat sarkas, jari-jemarinya bergerak untuk nyalakan pemantik api. Satu detik, dua detik, tidak ada yang terjadi. Tapi saat tubuh tegap itu mendekat dengan wajah kepalang datar, Jaehyuk rasakan sarafnya kehilangan fungsi. "Seperti ini maksudmu?" Pemantik api dibuang, sekon demi sekon berlalu dengan degup jantung yang terpacu kian cepat tiap detiknya. Jaehyuk menelan saliva ketika tenggorokannya sudah tidak bisa meneriakkan satu kata, dia termangu dan kehilangan fungsi saraf. Air matanya menggenang di pelupuk mata, menjelma air yang akhirnya dibasuh angin. Lalu jika Jaehyuk tidak berpegangan pada sisi rak sepatu, tubuhnya sudah lebih dulu hancur sebab ruang sekretariat benar-benar roboh dalam waktu secepat ini, sebab Jaehyuk belum sempat terbangkan doa pada Tuhan untuk beri dia keselamatan. Dia runtuh dilahap roboh, susah-payah mengangkat kaki hingga akhirnya cuma jadi sampah ditindih reruntuhan-reruntuhan. Atap ruangan hancur, roboh, suara runtuhannya buat kuping pengang. Jaehyuk pejamkan mata sembari gigit bibir, tahu-tahu sudah berdarah dan bau amis. Dia buang napas berat, bersyukur untuk beberapa sekon karena Tuhan baru saja selamatkan nyawanya. Namun kembali gemetar sebab terkejut ruang sekretariat belum pernah serusak dan sehancur ini. Tidak pernah. Lawan bicaranya tidak biarkan Jaehyuk bernapas dengan lega, justru lempar pemantik api yang sudah menyala tepat di depan sepatu hitam Jaehyuk, merembet pada reruntuhan puih-puih kayu yang ada. Panas, dan atap ruang sekretariat makin rusak, roboh dan buat ruangan bergetar. Lawan bicaranya terpental ke ujung sana, tertimpa lemari kayu yang isinya buku-buku usang tidak terpakai, bisa jadi pingsan karena siapa yang akan tahan dalam waktu begitu sempit ketika tertimpa benda berat tepat di kepala— mesti akan sangat sakit sampai kepala pening dan berputar-putar. Tanpa aba-aba Jaehyuk rasakan tubuhnya mati rasa, tertimpa lemari dan puih-puih bangunan yang buat kepalanya alirkan darah segar. Pening, dan ia tidak bisa lihat apa-apa selain lawan bicaranya yang pingsan tertimpa reruntuhan. Pandangannya buram, kakinya mati rasa dan ia dengar bunyi tulang yang patah sekon lalu. Malam akan datang. Jaehyuk harus segera pulang demi janjinya pada Ashlan. Jaehyuk harus segera pulang agar bisa penuhi janji pada Junghwan. Tapi dalam sisa-sisa laju otak dan fungsi saraf yang sudah terlelap separuhnya, Jaehyuk mencoba untuk tidak penasaran, mengapa dia dapat hal sekejam ini. Juga, apa yang akan terjadi di hari setelah hari ini. Jaehyuk mencoba untuk tidak menatap ke samping, apa lawan bicaranya akan ikut menemui takdir bersamanya atau justru hanya Jaehyuk yang akan bertemu Pemilik semesta. Jaehyuk terlelap malam itu. Dalam keputus asaan, kebingungan penuh penasaran. Tepat pada 23.59

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
707.7K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.7K
bc

Troublemaker Secret Agent

read
58.5K
bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

Patah Hati Terindah

read
82.9K
bc

JANUARI

read
48.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook