Hari ini Aruna baru saja menyelesaikan tugas kelompoknya di sekolah, karena memang dia pulang lebih telat dari sebelumnya. Aruna pun akhirnya memutuskan untuk pulang bersama dengan teman-temannya saja.
"Aduh cape banget ya..." Keluhnya di tengah perjalanan.
Saat sampai di depan sekolah, Aruna melihat ada gerombolan anak laki-laki yang tengah mengerumuni seseorang. Karena penasaran, akhirnya Aruna dan yang lainnya pun datang mendekat untuk ikut melihatnya juga. Dan saat itu, Aruna benar-benar terkejut dengan apa yang dia lihat di depannya.
Saat ini Ravin tengah duduk, dengan kondisi tubuhnya yang basah kuyup dan penuh dengan lumpur. Merasa tak tega, Aruna pun langsung menarik Ravin keluar dari gerombolan itu.
"Kalian bener-bener tega banget ya! Kenapa jahat banget sama Ravin sih?!"
Ravin terus terdiam, sedangkan beberapa anak laki-laki itu mulai menggerutu karena Aruna menolong Ravin. Awalnya beberapa dari teman Aruna mencoba untuk mencegahnya, tapi Aruna tak peduli. Dia langsung menarik tangan Ravin untuk ikut bersamanya menuju ke toilet yang ada di dalam sekolah.
Di luar toilet, Aruna terus menunggu Ravin yang saat itu masih membersihkan tubuhnya. "Udah belum?" Tanyanya.
Tak ada jawaban, tapi beberapa saat kemudian Ravin keluar dari toilet dengan kondisi yang lebih baik. Tubuh serta rambutnya juga sudah bersih dan tak tertutup lumpur lagi. Dengan cepat, Aruna pun meraih tisu dari dalam tas nya, dan memberikannya langsung kepada Ravin.
"Nih, biar gak basah-basah amat."
Ravin mengangguk, dengan perlahan tangannya meraih tisu itu dan mulai mengusapkan beberapa tisu itu ke tubuh dan wajahnya.
"Kalo udah ikut aku ya,"
Ravin tak menjawab, tapi setelahnya dia memang mengikuti langkah Aruna menujuk keluar sekolah. Saat ini mereka berdua berdiri di gerbang bersama-sama, sampai tak berselang lama, sebuah mobil berhenti tepat di depan mereka. Yang ternyata itu adalah ayah Aruna.
"Yah, maafin Runa ya udah ngehubungin mendadak."
"Iya gak apa-apa nak, yaudah ayo masuk. Diajak temennya ya."
Aruna pun menoleh ke arah Ravin yang masih terdiam saja di tempatnya, dan terus menundukkan kepalanya.
"Ayo masuk Rav, biar aku anterin pulang."
Belum sempat Aruna meraih tangan Ravin, tiba-tiba saja Ravin menghindar darinya.
"Maaf, tapi aku mau pulang sendiri aja." Ucapnya pelan sembari menundukkan tubuhnya sedikit.
Kemudian Ravin berlari dengan kencang menjauh dari mereka, meninggalkan Aruna dan ayahnya kebingungan melihat tindakannya barusan. Di dalam mobil Aruna terus memikirkan kejadian barusan, dia benar-benar tak tega dengan Ravin. Tapi Aruna sendiri tak tahu harus berbuat apa.
"Kamu kepikiran soal dia ya?"
Aruna menoleh pelan, kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya yah, aku kasian aja. Tadi anak-anak sekolah bener-bener udah keterlaluan, meskipun Ravin aneh, aku rasa gak sepantesnya dia dibully kaya gitu."
Ayahnya ikut mengangguk, kemudian dia meraih kepala Aruna dan mengusapnya pelan. "Ayah ngerti, tapi mungkin tadi Ravin juga butuh waktu buat sendiri. Jadi kamu jangan salahin diri kamu, kalo dia nolak niat baik yang kamu lakuin."
Aruna mengangguk paham, tapi dia masih terus memikirkan kondisi Ravin saat itu. Tapi mungkin pikirannya saja yang terlalu berlebihan saat itu. Makanya sesaat, Aruna pun terus mencoba untuk berpikir positif tentang Ravin.
Saat sampai di rumah, wajah Aruna terus di tekuk dan begitu terlihat tak bersemangat. Tentu ibunya yang melihat Aruna seperti itu, jadi merasa khawatir.
"Kamu kenapa sayang?" Tanyanya sedikit cemas.
Aruna menggeleng pelan, dari situ ayahnya langsung mengambil alih dan mulai menceritakan semua yang terjadi kepada anaknya itu. Saat di dalam kamar, Aruna duduk menyadar di tepi kasurnya sembari memainkan ponsel miliknya.
Saat tengah memandangi layar itu, tiba-tiba saja muncul sebuah notifikasi dari grup kelas. Dengan cepat Aruna membuka dan membaca isi pesan di dalamnya.
Dan betapa terkejutnya Aruna saat melihat isi pesan itu, di mana dia melihat foto Ravin yang saat itu tengah dirundung. Anak-anak sekelas tak ada satupun yang iba, mereka semua mengirimkan pesan yang justru berisi perkataan yang lebih menyakitkan.
"Gila banget ya, aku gak nyangka mereka bener-bener se keterlaluan ini."
Dengan cepat Aruna mencoba menimpali, dia mulai menanyakan belas kasihan yang temannya miliki, tapi tak ada seorangpun yang mendukungnya. Justru mereka hanya mengabaikan pesan dari Aruna. Merasa semua itu sia-sia, akhirnya Aruna mencoba menghubungi Revin dan mencoba menghiburnya.
"Halo Ravin, ini aku Aruna"
"Kamu pasti udah baca dan lihat pesan yang di grup kelas, jangan sedih ya. Meskipun aku sendiri tahu kamu pasti sedih, aku harap kamu jangan terlalu mikirin apa yang mereka kirim, dan kamu harus inget. Kalo aku bakal selalu ada buat jadi temen cerita kamu."
Setelah mengirim pesan itu, Aruna langsung meletakkan ponsel miliknya dan bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tak berselang lama dari situ, dari arah bawah, ibunya memanggil Aruna untuk makan malam.
Saat makan malam, Aruna hanya diam. Dia benar-benar masih kesal dengan tindakan teman-temannya tadi. Akan tetapi dia sendiri juga tak mau melepaskan rasa emosinya kepada kedua orangtuanya, maka dari itu, Aruna memilih untuk terus diam saja.
"Aruna..." Panggil ibunya lirih.
Seketika itu juga Aruna menoleh ke arah ibunya, dia juga meletakkan sendok yang tengah ia pegang.
"Mau cerita?"
Dengan cepat Aruna pun mengangguk, kemudian dia mulai menceritakan lagi semua tentang Ravin dan apa yang baru saja menimpanya. Ditambah dengan pesan di grup kelas yang sebelumnya teman-temannya kirimkan.
"Gitu ya, ibu sedih banget ternyata Aruna dikelilingi teman-teman yang kaya gitu di sekolah. Aruna mau bilang ke guru nanti?"
"Ibu sama ayah gak akan ikut campur, karena ini masalah anak satu kelas. Kecuali nanti wali murid yang minta untuk ibu atau ayah datang ke sekolah."
Aruna yang mendengarnya pun mengangguk, dia sebenarnya sudah berpikir untuk memberitahu ini kepada pak guru nantinya. Tapi selain itu, dia juga harus mendapatkan persetujuan dari Ravin terlebih dahulu. Karena di sini, yang jadi korban adalah dia, bukan Aruna.
"Ayah, ibu... Aruna masuk dulu ya ke kamar, udah ngantuk nih." Ucapnya setelah selesai memakan makan malamnya.
Kemudian Aruna mulai berjalan kembali ke kamarnya, awalnya dia berniat untuk langsung tidur. Tapi pandangannya tak sengaja melihat ke arah layar ponselnya yang menyala karena mendapat pesan. Aruna yang penasaran pun langsung melihat pesan-pesan yang belum di baca itu.
"Aruna!"
"Ini aku Caca, aku cuma mau ngasih tau kamu. Tolong jangan terlalu ngurusin Revin, atau hidup kamu bakal kena masalah terus."
Aruna mengernyit heran, "ini ancaman?"
"Kenapa emang?"
"Kamu sekarang lagi ngancem aku?" Jawabnya
Tak lama dari situ Caca pun kembali menjawab pesan dari Aruna.
"Eh enggak, aku gak lagi ngancem kamu. Aku cuma ngasih tau kamu, besok aku ceritain semuanya ke kamu, oke?"
Aruna hanya membaca pesan itu, kemudian dia melempar ponselnya sembarang dan berbaring di atas kasurnya sembari menatap langit-langit.
"Mereka kenapa pada aneh banget sih." Ucapnya sebelum akhirnya Aruna tertidur dengan lelap.