Rentenir

1177 Words
Di pagi hari di sebuah desa kecil di Kalimantan, hujan turun dengan derasnya bersama dengan riuh tangis wanita paruh baya bersimpuh di kaki seorang rentenir. Seluruh barang di dalam rumahnya di lempar keluar hingga basah kuyup. Tak lama kemudian keluar seorang anak lelaki mendekati ibunya turut menangis, ia menenangkan ibunya yang mendapatkan luka di sudut bibir karena tamparan rentenir itu. "Jangan sita rumahku, Malika. Tolong berikan aku waktu lagi untuk melunasi seluruh hutangku. Jika kau menyita rumahku dimana kami akan tinggal," seru wanita itu tak ingin bangkit untuk berdiri. Satu tendangan dari Malika tepat mengenai wanita itu hingga tersungkur di lantai. Arya anak kecil itu menangis menghampiri ibunya yang mulai kehilangan kesadaran karena di tendang oleh Malika yang mengenakan High heels. "Aku sudah memberikanmu waktu selama 3 bulan dan hari ini kau harus melunasinya. Hutangmu sudah jatuh tempo, kamu harus membayar 50 juta," jelas Malika menunjuk wajah wanita itu yang sudah tak berdaya. Mendengar itu, Bu Ria marah, dia tidak percaya hutangnya akan menjadi lima kali lipat dari pokoknya. Malika menatap sinis ke arah mereka yang sibuk mengemis untuk sebuah uang bunga yang melebihi lintah darat. Malika rentenir yang terkenal di kampungnya, satu hari saja terlambat membayar maka orang yang berhutang itu akan mendapatkan siksaan yang tak dapat di lupakan oleh siapapun. "Aku hanya meminjam 10 juta. Kenapa bunganya meledak menjadi 50 juta? Dasar wanita ibl*s yang tak punya hati! Aku tidak mau membayarnya?" teriak Bu Ria tidak terima perhitungan Malika yang sudah melebihi lintah darat. Malika menunduk menarik rambut Ria hingga Mendekat ke wajahnya. Rasa muak dan marah bercampur menjadi satu, ia tidak menyangka akan mendapatkan u*****n kejam dari orang yang meminjam uangnya. "Kamu sudah melewati jatuh tempo selama tiga bulan dan kamu harus membayar uang pokok serta bunganya. Apa kamu mengerti? Kamu sudah menjaminkan rumahmu, Kan? Aku bisa mengusirmu hari ini juga. Kamu janda miskin yang tak tahu malu," bentak Malika seperti kesetanan. Dia tak suka di remehkan. Itu sebabnya Malika marah ketika Ria memprotes perhitungannya yang menurutnya sudah benar. Dua pengawal Malika kembali memasuki rumah Ria dan mencari barang berharga, dia juga melemparkan mesin jahit satu-satunya Ria yang bisa membuatnya bertahan hidup. Ria tidak bisa berbuat apapun, dia hanya menangis merelakan semua barang-barangnya terlempar keluar. Badannya terasa remuk dan sakit, Ria tidak sanggup lagi untuk memberontak. Seorang gadis berlari menuju ke rumah Ria terkejut saat melihat barangnya di lempar keluar dan ibunya yang tiduran di lantai. Perasaannya sudah tidak enak sejak tadi, itu sebabnya dia pulang menerobos hujan memastikan keadaan rumahnya baik-baik saja. "Mama ... Mama terluka ... Ada apa ini? Kenapa barang-barang kita di luar, Ma? Dan mereka siapa berani sekali mengusik rumah kita?" teriaknya marah setelah melihat semua kekacauan yang terjadi di rumahnya. "Aku akan menyita rumah ini karena Mamamu tidak membayar hutangnya padaku. Dia sudah telat tiga bulan dan jika ia tak mampu membayarnya maka gubuk rumah ini akan di sita," jelas Malika memegang dagu gadis itu, menjelaskan permasalahannya. "Hutang? Mamaku tidak pernah berhutang, pergi dari rumah ini." Dia tak kalah marah mendorong Malika hingga mundur beberapa langkah. "Kavya ... Jangan menyakitinya, Nak! Dia berkata benar Mama punya hutang 50 juta sama rentenir itu." Suara Ria parau menahan tangis. Ia tak ingin menunjukkan kelemahannya di depan Kavya. "Ma ... Ma ...." lirih Kavya meneteskan air matanya. Hatinya pilu, dia tidak tahu akan tinggal di mana jika rumahnya di ambil. Setiap harinya saja hidup Kavya sudah susah. Kadang ia tidak tahu besok mereka makan apa. Dan hari ini, jiwanya tergoncang, relung hatinya teriris bagai di sayat-sayat pisau. Tak ada solusi dari masalah ini, dia tak punya uang sebanyak itu untuk membayar hutang ibunya. Malika ingin menampar pipi Ria lagi yang sudah terkulai di lemas namun Kavya menepisnya dan mendorong Malika sampai terjungkal kebelakang. Dia tak akan pernah menerima ibunya di sakiti oleh orang lain. Wanita itu pasti akan membalasnya. "Kamu mendorongku? Dasar wanita bodoh!" teriak Malika ingin memukulnya juga. "Jika kamu memukulku dan ibuku maka aku akan pergi kepada kepala desa dan melaporkan kekerasan yang kau lakukan di kantor polisi. Kamu pikir aku takut padamu? Jangan coba-coba menyakiti ibuku lagi atau aku akan membunuhmu," ancam Kavya. Dia berusaha menjadi wanita pemberani dan tak ingin Ria mendapat amukan rentenir gila itu. "Aku minta padamu berikan aku waktu satu minggu untuk membayar hutang ibuku. Jika aku tak bisa menepati janji maka kau bisa membunuhku." Kavya memberikan jaminan pada Malika. Dia tak ingin lintah darat itu lagi berdiam diri di rumahnya. Kavya serius dengan perkataannya, dia akan berusaha mencari uang di manapun agar Kavya bisa menebus hutang Ria yang sudah membengkak. Bagaimana pun caranya dia harus mendapatkan uang itu bahkan dengan menjahit siang dan malam. Rumah ini satu-satunya peninggalan almarhum papanya. Dia tak mau menghilangkan kenangan manis yang dirasakan dulu bersama keluarganya. "Baiklah, aku akan memberimu waktu satu minggu lagi. Jika kau tak bisa membayarnya maka aku akan membunuhmu sampai ibumu tak akan mengenalimu lagi. Ayo, kita pergi Sam dan Burhan," ajak Malika pergi pada dua orang pesuruhnya. Mereka pergi memasuki mobilnya yang terkena guyuran hujan deras. Kavya menghampiri ibunya dan menangis melihat Ria sudah tak berdaya karena ulah lintah darat itu. "Mama tidak ada apa-apa, Kan? Aku tidak mengerti mengapa Mama berhutang pada Rentenir itu padahal Malika orang yang sangat kejam. Ayo, masuk ke dalam biar Kavya mengobati luka Mama!" kata Kavya memeluk ibunya sambil menangis. Dia tak sanggup kehilangan ibunya juga yang melahirkannya ke dunia. Hidup di desa membuat keluarga Kavya menjadi salah satu orang yang paling miskin di sini. Kavya menjadi anak yatim di usia lima tahun, ayahnya sakit dan meninggal. Kavya Arora seorang gadis desa yang cantik di Kalimantan berumur 20 tahun. Tubuhnya yang langsing berkulit putih, mata sipit khas orang asia, bentuk wajah yang imut di padu bibir tipis bagai huruf M. Kehidupannya begitu sulit. Ibunya seorang janda bekerja sebagai penjahit rumahan. Ia memiliki seorang adik laki-laki bernama Arya yang masih sekolah. Sudah dua tahun sejak tamat sekolah Kavya hanya bisa membantu ibunya menjahit pesanan yang tidak menentu. Kerap kali Kavya menangis karena makanan sehari-hari mereka tidak cukup. Kavya ingin kuliah dan merubah hidup keluarganya namun apalah daya ekonomi rendah menyulitkan hidupnya yang miskin. "Maafkan Mama, tidak memberitahu jika Mama berhutang kepada seorang rentenir. Mama terpaksa karena kita butuh modal untuk menjahit dan mencukupi kehidupan kita sehari-hari. Tapi Mama tidak menyangka hutang 10 juta akan membengkak menjadi 50 juta. Mama ingin bunuh diri saja," ucapnya lirih menjelaskan pada Kavya yang tidak berhenti menangis. Kavya baru mengerti mengapa ibunya berhutang banyak. Semua itu karena pinjamannya menjadi berkali-kali lipat. Ia tak bisa menyalahkannya karena hidup keluarga mereka terbilang sulit. Bahkan mereka tak sanggup membeli selembar baju baru. Kavya hanya bisa memakai baju lusuh setiap hari. "Jangan berkata seperti itu, Ma. Kami tak akan bisa hidup jika Mama bunuh diri. Kavya janji akan mencari uang sampai dapat melunasi semua hutang kita. Yang penting Mama tidak menyerah untuk hidup." Kavya menciumi tangan ibunya berjanji pada wanita itu kalau semua akan baik-baik saja. Mereka masuk ke dalam rumah dan mulai membereskan kekacauan yang di buat Malika. Kavya tak lupa mengobati luka ibunya kemudian membiarkan ibunya istirahat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD