SB-01
"Haduh.., gini amat sih jadi anak rantau. Kuliah bayar sendiri, bayar kos, bayar makan tiga kali sehari. Sekarang kudu bayar buku juga. Buset, duit ibarat air nempel kagak ilangnya cepet." cerocos Keisha Maheswari.
Keisha Maheswari adalah wanita yang berusia dua puluh tiga tahun, memiliki postur tubuh yang ramping, kulit putih dan juga wajah yang cantik. Rambut hitamnya, dia warna dengan warna biru dongker di bagian dalam. Dia berasal dari kota kecil di daerah Jawa. Dia merantau ke kota besar, karena mendapat beasiswa kuliah di sana. Dan mengharuskan dia pergi ke Ibukota untuk menuntut ilmu.
Disana Keisha bekerja dengan keras. Selain ingin pendidikannya cepat selesai. Dia juga bekerja paruh waktu di sebuah cafe, dekat dengan kampusnya. Itung-itung untuk menambah penghasilan bulanannya. Tahu sendiri bukan walaupun anak beasiswa, tidak semua kebutuhan kampusnya dipenuhi oleh pemerintah. Membeli buku, atau bahkan masih ada beberapa yang harus dibayar dengan sendirinya. Itu sebabnya, Keisha memilih bekerja part time. Biaya makan dan juga kosnya, bukan kampus yang menanggung. Belum lagi Keisha tidak mau merepotkan Ibunya di kampung, hanya karena kebutuhannya yang serba banyak.
Dia harus berusaha sendiri, karena sejak kecil Keisha diajari untuk mandiri. Dan sekarang, selama tiga tahun ini sekalipun Keisha tidak pernah meminta uang pada ibunya. Dulu, waktu pertama kali di kota. Keisha masih sering meminta Ibunya uang, untuk makan dan membeli banyak kebutuhan. Tapi sekarang, bukan Ibunya lagi yang mengirim uang. Melainkan Keisha yang mengirim uang untuk Ibunya, walaupun tidak banyak setidaknya bisa untuk makan ibunya di kampung.
"Ngeluh mulu Kei." kekeh Bertha salah satu penghuni kos ini. Dia juga termasuk mahasiswa satu kampus dengan Keisha. Bedanya, Bertha ini mengambil jurusan ekonomi murni. Beda gedung dengan Keisha. Dan dia satu tingkat di atas Keisha, sebentar lagi mau wisuda.
"Hidup nggak ngeluh itu. Seperti sayur tanpa garam, hambar." jawab Keisha asal dan tertawa.
"Buset perbandingannya jauh banget Kei."
Keisha tertawa, "Itu jam segini kok masih di kos? Nggak ada jadwal apa Mbak Ber?"
"Dosennya lagi off, terus aku juga dapat jadwal libur kerja. Jadi ya di rumah." jelas Bertha.
Keisha mengangguk patuh. Sedangkan dirinya baru saja pulang dari kampus sepuluh menit yang lalu. Istirahat sebentar, setelah itu barulah berangkat kerja lagi di cafe depan.
Tiga tahun ini Keisha bekerja sebagai waiter di cafe dekat kampusnya. Gajinya juga tidak begitu banyak, karena di bekerja hanya setengah hari. Jika kampus menginginkan Keisha masuk pagi, maka siangnya atau tidak sore barulah dia bekerja. Jika Keisha ambil kelas sore sampai malam, barulah pagi dia bekerja. Rutenya itu-itu mulu, sampai-sampai Keisha bosan sendiri. Dan dia lebih suka mengambil kelas malam dibanding siang, yang kadang panas bikin Keisha mengantuk.
"Mbak aku jadi punya pikiran deh, buat cari Om- om berduit yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biar nggak capek mikir token listrik habis." kekeh Keisha.
Bertha menoleh pelan lalu tertawa. "Emangnya ada Om yang mau sama kamu apa? Ngayal mulu kerjaan kamu itu Kei."
"Lah Mbak nggak tau ya, kalau hidup itu berawal dari mimpi."
"Ya tapi nggak gitu juga kali Kei. Kamu mah mimpinya ketinggian, jatuh sakit kali Kei."
Keisha langsung cemberut, dia ingin protes mendengar ucapan Bertha. Tapi dia urungkan saat melihat Kartika penghuni kos ini yang baru saja pulang. Wajahnya terlihat sangat lelah, bahkan baru saja membuka pintu belum juga menutupnya. Wanita itu langsung tergeletak tak berdaya di atas sofa butut kos ini.
Kartika juga salah satu penghuni kos, dia juga satu kampus dengan Bertha dan juga Keisha. Hanya saja dia mengambil jurusan bahasa, yang katanya pengen menjadi guru. Entah guru TK, SD atau apapun itu yang penting bagi Kartika adalah guru.
"Loyo amat pulang-pulang suram banget. Tanggal sepuluh Tik waktunya gajian." kekeh Bertha.
Wanita itu mendongak menatap Bertha dengan tajam. "Jangan bahas gajian, aku agak sensi kalau masalah itu."
"Lah tumben banget. Nggak jadi ditraktir boba dong Tik." sahut Keisha sedih. Padahal dia sudah berharap jika sore nanti Kartika lama memberikannya satu cup besar boba untuk dirinya dan juga Bertha.
Sekali lagi wanita itu menggelengkan kepalanya kecil. Dia pun memposisikan dirinya duduk menatap Bertha dan juga Keisha. Menatap dua wanita dengan sedih.
"Kenapa sih?" kata Bertha penasaran.
"Lagi sedih Mbak. Ya ampun, aku ngundurin diri." rengek Kartika dan membuat mereka berdua melongo.
Oh iya, profesi Kartika itu adalah guru privat. Banyak yang menggunakan jasa Kartika, untuk mengajari anak mereka. Entah itu dari SD sampai SMA pun Kartika iyain asalnya akan duitnya. Sayangnya kemarin itu Kartika mendapat murid yang katanya anak SMA. Menurut informasi, bocah itu terkenal bandel dan sudah di atur. Hingga kakeknya memanggil guru private untuk cucunya. Bisa dibilang anak orang kaya sih, walaupun di private kata Kartika bocah itu sudah bekerja. Entah di bidang apa Kartika kurang paham.
"Lah kenapa?" pekik Keisha bingung.
"Dia cakep terus aku mundur." ucapnya sambil menangis.
"Nggak mungkin!! Kenapa sih, ada apa?" sahut Bertha yang tak percaya.
Kartika mengusap air matanya kasar. Memang ya Bertha ini paling pengertian masalah ini, paling susah dibohongin. Kecuali si Keisha, dibilang ini itu cuma angguk-angguk kayak anjing. Mana orangnya juga paling nurut, jadi kalau disuruh bunuh diri duluan, dia palingan juga mau.
"Aku udah nggak tahan Mbak sama sikapnya. Dia kurang ajar banget loh, masa soal yang aku kasih ke dia di sobek. Habis itu dibakar di depan aku, terus paling suka alasan dan pergi tanpa kembali," cerita Kartika frustasi. "Tapi aku dibayar penuh sama kakeknya. Dan sekarang aku diminta buat cari pengantin aku. Siapa diantara kalian yang mau gantiin aku?" ujarnya dan membuat Bertha maupun Keisha diam.
-Sugar Baby-
"Sudah cukup main-mainnya." ucap Kenzo Tyler dengan tegas.
Giffard Eloise Tyler memainkan kunci motornya, dia baru saja pulang dari sekolah sejak setengah jam lalu. Dan pria tua beruban itu terus saja mengomel sepanjang masa, hanya karena Giffard yang bolos sekolah, dan mengempis sebuah ban motor seluruh guru sekolahnya.
Giffard adalah salah satu pewaris Leo. Semua aset, sekolah, kampus dan properti milik Leo semua atas nama Giffard. Kakeknya itu bahkan sangat menyayangi Giffard seperti cucunya sendiri, walaupun cucu tiri itu tidak akan masalah untuk Leo. Yang penting bagi Leo cucu pertama akan mengambil seluruh aset milik Leo. Bukannya enak bukan?
"Gif nggak main-main Pah. Kan tadi cuma bolos kelas aja."
Dua bulan yang lalu Giffard baru saja pulang dari Belanda. Bocah itu baru saja melakukan pertukaran pelajar selamat tiga tahun. Itu adalah pertama kalinya Giffard berjauhan dengan Namanya. Anak itu sedetik pun tidak pernah jauh dari Mamanya, bahkan selama di Belanda Giffard tak henti-hentinya terus menelpon Mamanya hanya dengan alasan. Tidak mau jauh dari Mamanya. Bocah itu sangat bandel, sudah sekali di bilangin, usil dan juga bikin darah tinggi Kenzo naik.
"Nggak masalah bolos sekolah. Itu guru private kamu kenapa pergi? Kamu apain?" dengus Kenzo.
Selama dua bulan ini mungkin sudah sekitar sepuluh guru private yang di sewa Kenzo untuk mengajari Giffard. Tak ada satu guru private yang betah mengajari Giffard. Antara kertas tugas yang di sobek, yang di usir dan di bayar dengan gaji mahal. Leo terlalu memanjakan Giffard, apapun yang bocah itu minta sekali saja Leo berikan. Itu sebabnya Giffard memiliki kekuasaan penuh adas Giancarlo Corp. Dan Leo pun juga sudah meminta Giffard untuk turun tangan dalam perusahaan. Bocah kecil usia delapan belas tahun, sudah jadi Milyader.
"Jadi besok kalau bolos lagi, Gif boleh ya Pah?" kata Giffard menganggukkan kepalanya kecil. Tentu saja hal itu langsung membuat Kenzo gemas, dan menjitak kepala Giffard dengan kesal.
"Kamu pikir sekolah bayar pakai daun apa!! Itu kalau Mama kamu dengar kelar hidup kamu." omel Kenzo.
Giffard mendengus, kalau lupa sekolah itu atas nama Giffard. Dia ajaa sekolah gratis tidak bayar sedikitpun, dan Kenzo malah menganggap jika sekolah harus bayar pakai daun?
"Papa lupa ya punya anak cakep, pinter, tajir melintir sejak lahir." ucap Giffard bangga.
"Minta di bangkrutin dulu kali ya ini anak. Biar nggak seenaknya." dengus Kenzo.
Giffard hanya tertawa kecil. Dia pun langsung meminta Kenzo untuk tidak mencarikan guru private untuk Giffard kembali. Dia ini sudah pintar, kalau tidak pintar mana mungkin sampai ikut pertukaran pelajaran di Belanda? Dia tidak membutuhkan guru private macam itu. Lagian Giffard itu tidak suka diatur, dia memiliki aturan sendiri yang dia buat. Aturan dimana nakal adalah prinsip utama sebelum dia menikah dan bertekuk lutut di depan wanita.
Dia tidak mau macam Kenzo papanya itu, yang menekuk lututnya hanya demi satu wanita. Sedangkan Giffard menginginkan seluruh wanita yang menekuk lututnya di bawah kakinya. Secara fisik tidak akan ada yang bisa menolak Giffard. Dia itu tampan, memiliki wajah yang karismatik dan terlihat sangat dewasa. Bahkan jika dilihat, tidak akan ada yang percaya jika Giffard adalah bocah SMA.
Bukan Kenzo namanya, jika dia tidak bisa mengganti guru private Giffard. Dia akan selalu mencari guru private untuk bocah itu, agar dia bisa belajar dengan benar, lagian Kenzo juga tidak ingin jika bocah itu salah jalur seperti yang lainnya. Hanya karena kekayaan mereka menyalahgunakan dan menyimpan banyak wanita seksi di apartemen atau mungkin rumah singgah sementara mereka. Menyadari hal itu seketika itu juga KenI langsung menatap Giffard dengan tajam, jangan sampai anaknya itu berulah sebelum waktunya mengingat tiga tahun di Belanda bukanlah hal yang gampang untuk Giffard
Luar negeri adalah negara bebas. Ciuman, seks dan bahkan tinggal satu rumah tanpa ikatan bukan masalah besar untuk mereka. Disana pasti banyak orang yang mencobanya lebih dulu, baru mereka akan menikah.
"Kamu tiga tahun di Belanda nggak ngapa-ngapain kan?" tanya Kenzo memastikan.
"Papa mah mikirnya jauh banget!! Aku nggak kayak gitu ya." elak Giffard kesal.
"Ya kan siapa tau aja kamu gitu, sembunyikan wanita di apartemen kamu."
Giffard memutar bola matanya malas. Mana mungkin juga dia menyembunyikan wanita di apartemennya. "Papa lupa apa setiap bulan Mama selalu datang ke Belanda cuma pengen cek aku disana. Belum apa-apa cewek itu pasti kena mental lihat Mama yang lebih cantik dibanding dia."
Mata Kenzo melotot seketika mendengar ucapan Giffard. Istrinya itu memang masih muda dan terbilang awet muda. Badannya yang mungil, dan tidak terlalu tinggi malah di anggap jika istrinya itu adalah kakak Giffard. Tidak ada yang percaya jika dia adalah istri Kenzo dan juga Mama Giffard.
"Udah ya Pah, mau bobok siang dulu. Ingat ya kata Gif, nggak mau guru private!!" ucap Giffard dan berlalu begitu saja tanpa mendengar ucapan Kenzo. Mungkin tidur adalah pilihan yang tepat untuk menyelamatkan diri Giffard dari amukan Papanya.
-Sugar Baby-
"Kei nasi Bebek mau nggak?" ucap Bertha yang baru saja keluar dari kamar kosnya.
Malam ini tepat jam sepuluh malam, Keisha baru saja pulang dari tempat dia bekerja. Dan wanita yang umurnya satu tahun di atasnya, meminta dia membelikan nasi bebek?
"Capek ah Mbak, kenapa nggak bilang dari tadi kalau nitip sih."
"Lah yang nitip siapa sih Kei. Aku mau beli, kamu nitip nggak?"
"Oh aku pikir Mbak mau nyuruh aku," kekeh Keisha dan mengeluarkan selembar yang berwarna biru dari dalam dompetnya. "Iya satu ya Mbak, sama teh poci yang kecil aja satu." ujarnya.
Bertha mengangguk dia pun mengajak Kartika untuk menemaninya membeli makan. Sedangkan Keisha, dia memilih untuk mandi. Maklum ya tadi berangkat emang udah mandi tapi ya di buat jalan terus sampai kaki pegal. Tidak mungkin kan kalau dia nggak mandi untuk ketiga kalinya?
Sekitar lima belas menit Keisha pun selesai mandi, disaat itulah Keisha bisa melihat Bertha dan juga Kartika baru saja masuk ke dalam kos. Untung aja kos nya enak, udah kayak rumah sendiri. Cuma kamarnya ada lima dan penghuninya cuma tiga. Yang dua udah pada pindah, karena setelah lulus kuliah dan kerja. Mereka memutuskan mencari tempat kos yang dekat dengan tempat kerja. Lagian waktu juga sangat penting bagi mereka.
"Kok cepet Mbak, udah balik aja. Biasanya lama." ucap Keisha sambil menggosok rambutnya dengan handuk kecil.
"Ternyata dia pesan duluan, jadi tinggal ambil." jelas Kartika.
Keisha mengangguk, setelah menaruh handuk setengah basahnya. Dia pun mengambil nasi di belakang yang masih tinggal setengah. Hampir setiap hari kos ini selalu memiliki nasi, cuma ya kadang tidak ada lauknya. Cuma ada persediaan telur sama mie instan saja, sayurnya sama sekali tidak ada. Kalaupun ada yang pasti mereka pasti akan meminta Keisha untuk memasak, bisa di bilang kalau di cafe kadang Keisha bagian dapur dan dekat sama koki dapur cafe. Lumayan lah kadang dapat masakan enak yang bisa dibawa pulang, dan dimakan bersama dengan mereka.
Sambil makan Kartika sedikit menyinggung anak didiknya tadi siang. Dia sengaja keluar, selain di usir apapun yang Kartika berikan sama sekali tidak mau dikerjakan. Yang ada bocah itu malah menantang dan kadang meninggalkan Kartika dengan banyak alasan. Itulah yang membuat dia tidak betah, pantas saja gurunya angkat tangan apalagi Kartika.
"Siapa tahu aja Kei kamu mau, lumayan loh sebenarnya gajinya." ucap Kartika sambil melirik ke arah Keisha.
"Berapa?"
"Lima juta sebulan masa iya nggak mau?"
Seketika itu juga Keisha menghentikan makannya, dia menatap Kartika dengan seksama. Berharap jika wanita itu salah menyebutkan nominalnya.
"Ulangi Tik nggak denger." ucap Keisha masih tidak percaya.
"Latihan budek atau gimana?" kekeh Bertha sambil meneguk minumnya.
Sekali lagi Kartika mengulangi nominal yang disebutkan tadi. Bahkan dengan sengaja Kartika mengenal setiap katanya,agar Keisha bisa mendengar dengan jelas dan tidak perlu memiliki tanya mengulanginya kembali.
Entah kenapa mendengar nominal yang tinggi itu membuat orang Keisha blank. Lima juta bukanlah uang yang sedikit, dia kerja di cafe saja hanya digaji dua juta setengah. Dan jika dia menerima tawaran itu, tandanya satu bulan dia bisa mendapat duit tujuh juta lima ratus?
"Gila banyak banget!!" pekik Keisha tanpa sadar.
"Apanya yang banyak Kei?" sahut Bertha aneh
Keisha menoleh dia pun menjelaskan jika dia menerima tawaran dari Kartika, dan mendapat gaji lima juta. Terus dia bekerja di cafe digaji dua juta setengah. Itu tandanya satu bulan dia bisa mendapatkan tujuh juta. Bisa hidup kayak raya kalau model kayak gini, beli apa-apa nggak harus lihat harga dulu. Nggak kudu nabung dulu, sampai barang hilang baru mau beli.
"Resiko ya Kei, anaknya bandel banget." ucap Kartika memperingati.
"Se bandel apa sih Tik, musuh Kei mah ya dilahap kayak lalapan. Itu anak paling bandel sekali dua kali, lanjutnya juga nurut di bawah kaki Kei." kekeh Bertha
Betul!! Bahkan koki cafe yang petakilan saja bisa diem saat dekat dengan Keisha. Masa iya bocah SMA Keisha tidak bisa membuatnya luluh?
"Jangan panggil aku Keisha Maheswari kalau aku nggak bisa buat dia berubah!!" kata Keisha penuh dengan percaya diri. "Aku terima tawaranmu Tik, besok anterin aku kesana. Mau lihat kayak apa anaknya itu!!" ujarnya kembali dan membuat Kartika mengangguk cepat.
-Sugar Baby-