Gadis Tawanan

1290 Words
Pagi hari, tidur lelap Gama terusik akibat gelombang bunyi berasal dari ponsel yang terus mendayu. Pria itu segera beranjak dari posisinya dengan wajah kesal. “Selama pagi, Tuan. Maaf mengganggu Anda.” Terdengar suara seorang pria dari seberang telepon sana. “Ya, kau memang menggangguku, Jaka!” hardik Gama penuh penekanan. “Saya mohon maaf Tuan. Saya berniat memberi kabar baik untuk Anda mengenai Pradipta.” Jaka berucap dengan susah payah, ketika tahu dirinya sudah mengganggu singa yang sedang tidur itu. “Cepat katakan!” titah Gama. “Begini Tuan ... soal Tuan Pradipta, beliau tengah menjalani perawatan, di bawah pengawasan pihak berwajib. Saya dan Jaka sudah mengajukan surat penangkapan atas nama Tuan Pradipta. Meskipun tak ada bukti yang terlihat, kami sudah memanipulasi segalanya. Begitu juga dengan Putri Tuan Pradipta, gadis itu sekarang sudah berada di vila Tuan,” jelas Jaka. Air wajah Gama yang semula menandakan kekesalan, seketika berubah memancarkan aura yang tak dapat dijelaskan. “Bagus Jaka. Gaji kalian berdua aku naikkan bulan ini. Urus semuanya, aku akan datang menemui tua bangka itu, setelah kedua anaknya berada di bawah kendaliku. Aku akan segera ke vila hari ini, urus juga segala kebutuhanku di sana.” Gama mematikan sambungan teleponnya dan segera bersiap-siap. Pagi itu Gama menyempatkan diri untuk sarapan bersama sang ibu seperti biasa. Meskipun tengah buru-buru, pria itu tak ingin ibunya curiga. Jika saja ibunya tahu, tentu saja rencananya pasti akan kacau. Apalagi kali ini diri melibatkan seorang gadis. Gama mengemudikan mobil sportnya seorang diri, tetapi tetap dikawal oleh beberapa bodyguard-nya yang berada di mobil lain. Pria itu begitu mahir dalam mengemudi. Hampir satu jam Gama menempuh perjalanan, menuju ke vila yang terletak jauh dari perkotaan. Pria itu turun dari mobilnya dengan kaca mata hitam yang bertengger sempurna di hidung mancungnya. “Selamat datang, Tuan Muda Gama!” ucap seluruh pengurus vila di sana. Gama menanggapi sapaan tersebut dengan tangan kanan terangkat. “Di mana gadis itu, Radit?” tanya Gama kepada Radit. Hanya Radit yang menemani Gama saat itu karena sosok Jaka sudah pergi mengurus hal yang lain. “Dia ada di kamar utama Tuan, gadis itu belum sadarkan diri,” sahut Radit. Gama kembali melangkahkan kakinya menuju kamar utama di vila tersebut, diikuti oleh Radit di belakangnya. “Tinggalkan aku sendiri!” ujar Gama, membuat Radit langsung memutar langkahnya dari sana. Setelah membuka pintu, Gama melangkah menyusuri isi kamar. Terlihat seorang gadis cantik terduduk dalam keadaan tangan dan kaki terikat pada sandaran kursi kayu, yang ada di sudut kamar. “Kau ternyata lebih cantik dari pada di foto, tapi sayang ... kau terlahir dari keluarga pembunuh,” gumam Gama sembari melangkah mendekati gadis tersebut. Liana Anatasya, putri bungsu Pradipta yang kini genap berusia 21 tahun. Gadis itu tentunya akan menjadi tawanan seorang Gama Adriansyah Afchar dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Gama menyiram wajah ayu Liana, membuat sang empunya wajah terkejut. “Aduh, banjir!” teriak Liana sembari menggerakkan matanya. “Ah, tanganku kenapa diikat. Siapa yang berani melakukan ini?” gumam Liana yang mulai mendapat kesadarannya. Liana memang memiliki sifat yang ceria. Gadis itu lebih banyak berbicara ketimbang sang kakak, Erick. “Aku yang melakukannya.” Gama menatap ke arah Liana masih dengan menggunakan kaca mata hitamnya. Liana yang sejak tadi bergumam sendiri, terperanjat kala mendengar suara asing dari seorang pria. “S–siapa kau, dan mau apa!?” tanya Liana dengan bibir bergetar. “Tidak penting kau tahu siapa aku. Yang perlu kau tahu, aku ingin membuatmu menebus segala kesalahanmu dan kesalahan ayahmu!” sahut Gama dengan suara berat. Rupanya pria itu kembali diselimuti amarah. “Kesalahanku? Kesalahan ayahku? Apa maksudnya?” tanya Liana secara beruntun. Terus terang, gadis itu sama sekali tak paham pada apa yang diucapkan oleh pria asing di hadapannya. Gama tersenyum miring. Pria itu mulai melepas kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. “Ka–kau, kau salah satu dari pengusaha kembar itu ‘kan?” tanya Liana dengan tatapan tak percaya. Sebelumnya ia hanya pernah melihat sosok Gama yang angkuh di layar televisi, sedangkan sosok Gema kembarannya pernah ia temui secara langsung. Pria yang ia anggap gila gara-gara mengungkap perasaan suka kepada dirinya, di depan umum tepatnya di sebuah kafe 2 bulan yang lalu. “Ya, kau benar. Sekarang hanya tinggal aku seorang, setelah kembaranku tiada akibat ulah ayahmu!” ujar Gama penuh penekanan. Mata elang pria itu menatap tajam ke arah Liana. “Ma–maksudmu?” tanya Liana setengah ketakutan. Jantungnya berdegup kencang kala bertemu tatap dengan bola mata hitam pekat Gama. “Gara-gara ulah ayahmu, saudaraku meregang nyawa setelah satu bulan koma!” ujar Gama dengan suara lantang. Liana yang mendengar hal itu, seperti tengah dilanda mimpi. Gadis itu tak percaya, seorang pria yang ia lihat beritanya di televisi beberapa hari lalu, meninggal karena ulah ayahnya. Mungkin itulah alasan sang ayah memilih pergi dari rumah. “I–Itu tidak mungkin!” bantah Liana dengan tatapan kosong. “APANYA YANG TIDAK MUNGKIN HAH!? ADIKKU SUDAH JELAS MENINGGAL KARENA AYAHMU YANG BIADAB ITU!” teriak Gama yang langsung menggema di seluruh penjuru kamar kedap suara tersebut. Liana ketakutan, ketika mendengar teriakan seorang pria di hadapannya. Terlebih, mata elang Gama yang sudah berubah memerah, menatap ke arahnya dengan tajam. Gama yang tengah diliputi amarah, berjalan mendekat ke arah Liana yang saat itu menundukkan wajahnya. Telapak tangan lebar milik Gama, mencengkeram kuat kedua sisi wajah Liana, membuat gadis itu meringis kesakitan. “Gama, tolong lepaskan. Ini sakit,” ucap Liana dengan suara parau. PLAK! Bukan rasa kasihan yang ia dapat dari permohonannya, melainkan tamparan keras dari pria tampan tersebut. “Jangan pernah menyebut namaku lagi dengan mulut kotor mu!” Gama dengan nada peringatan. Tak tahu mengapa, Liana bisa dengan santai memanggil sosok Gama dengan namanya. Rasanya, pria itu tak asing di mata Liana. Liana mulai terisak, dengan sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan darah akibat tamparan yang sangat kuat. Untuk pertama kalinya gadis itu mendapat kekerasan dari seorang pria. “Dengar, awasi terus putri seorang kriminal itu. Jangan sampai dia kabur. Jangan beri dia makanan yang enak, cukup beri dia nasi tanpa lauk pauk. Kalian mengerti?” jelas Gama kepada para pelayan dan bodyguard di vila tersebut. “Mengerti Tuan.” Semua orang membungkukkan tubuhnya. “Lihat aku! Jika tidak, akan aku penggal kepala kau!” teriak Gama kepada Liana. Mendengar ancaman Gama, Liana segera mendongakkan wajahnya menatap ke arah Gama. “Mulai hari ini, kau adalah tawanan seorang Gama Adriansyah Afchar. Seluruh jiwa dan ragamu adalah milikku, bahkan kau tak memiliki hak sedikit pun terhadap dirimu sendiri. Jangan pernah panggil aku dengan namaku, karena mulai sekarang aku adalah tuan bagimu. Ingat itu!” ucap Gama penuh penekanan. “Panggil aku!” perintah Gama. Namun, Liana masih bergeming di tempatnya. “APA KAU TULI!?” bentak Gama. Membuat tubuh Liana bergetar hebat. “Tu–tuan,” ucap Liana dengan bibir bergetar. Mendengar hal itu, Gama tersenyum senang. Cup! Gama mendaratkan bibirnya di bibir Liana. Pemuda itu mengecup bibir Liana yang terluka. Membuat sang empunya bibir terbelalak kaget, dan mulai memberontak dengan keadaan terikat. “Kenapa? Kau tak suka?” tanya Gama setelah menjauhkan tubuhnya dari Liana. “Apa kau lupa dengan peringatan ku tadi, gadis manis? Baiklah, aku akan mengulanginya. Kau tak memiliki hak atas dirimu sendiri!” ucap Gama diiringi senyum miring. Liana mendongakkan wajahnya, menatap sendu ke arah Gama. Pria yang selama ini dikabarkan menjadi buronan para gadis di kota tersebut, ternyata adalah jelmaan iblis. Liana merasa menyesal telah menaruh rasa kagum kepada pria itu selama ini. BRAK! Gama membanting pintu kamar tersebut dengan kasar, meninggalkan sosok gadis malang di dalam sana. Dunianya kembali berseri, mengingat rencananya mulai berjalan sesuai kendali. “Gema, aku akan segera menepati janjiku sepenuhnya.” Gama berucap dalam hati, dengan senyum menyeringai bak iblis tersungging di bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD