2. Salah

1086 Words
Cyra saling meremas kedua tangannya. Gelisah, cemas dan takut Cyra rasakan saat ini. Menunggu nasibnya yang tak menentu di hadapan sang Dosen. Cyra bahkan tidak mengerti apa salahnya. Hanya saja firasatnya tak enak sedari tadi. Ingin rasanya kabur pulang ke rumah. Sayangnya, otak pintarnya melarang untuk itu. Lagipula Cyra juga tidak ingin bermasalah dengan Dosennya ini. Cyra takut, kehidupan kuliahnya tidak akan tenang nantinya. Dan, dirinya tidak merasa punya salah kok. Mencoba berpikir positif saja. Mungkin Pak Zaffar membutuhkan bantuannya. Ya, benar, itu dia. Menarik nafas dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Cyra berniat membuka mulut setelah selama sepuluh menit dianggurkan. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Zaffar menghentikan gerakan penanya, ketika mendengar Cyra bersuara. Pria itu menatap intens ke arah Cyra. "Kamu tidak merasa bersalah pada saya?" Cyra melihat ke langit-langit ruangan Zaffar sesaat, sebelum menggelengkan kepalanya. "Tidak, Pak." "Tidak ada yang mau kamu jelaskan ke saya?" Lagi, Cyra menggeleng dan menjawab jawaban yang sama. "Tidak, Pak." "Kamu tidak bisa menjawab selain tidak?" "Tidak, Pak." "Apa?" Zaffar masih menanggapi Cyra dengan sabar. "Iya, Pak." Meletakkan penanya, Zaffar bersandar pada punggung kursi. Sepasang mata hitamnya tak teralih dari Cyra. Perempuan itu terus menunduk, tidak menatap dirinya sama sekali. "Kau sedang berbicara dengan siapa Cyra Shaqueena?" "D-dengan anda, Pak." Cyra dapat merasakan aura berbeda di sekitarnya. Percayalah, hal tersebut malah membuatnya tidak tenang. "Siapa?" "A-anda, Pak Zaffar." "Di mana Pak Zaffar?" Cyra dalam hati terus merutuki Nessie. Karena temannya meninggalkannya sendiri, ia jadi terkurung di sana. Kenapa kabur tidak mengajak coba? Awas aja besok. Nessie harus membayarnya. "Di mana Pak Zaffar, Cyra?" tanya ulang Zaffar, begitu ia menunggu Cyra tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Anda di depan saya, Pak." "Kalau begitu, kenapa kamu menatap lantai? Saya di depan kamu, Cyra." Seketika Cyra merinding, ia memberanikan diri melihat Zaffar. Dosennya itu terlihat tenang menatap dirinya. "Maafkan saya, Pak Zaffar." "Panggil saya, Zaff." "Iya, Pak Zaff." Lebih mudah bagi Cyra menurut saja. Cyra ingin cepat keluar dari ruangan ini, sungguh. "Tiga tahun saya mengajar di sini. Baru kali ini saya melihat perbuatan tidak senonoh di kampus ini. Kamu tahu kesalahanmu, Cyra?" Perbuatan tidak senonoh? "Saya tidak melakukan apa-apa, Pak Zaff." Cyra jelas membantah tuduhan padanya. Perbuatan tidak senonoh apa coba? Memusingkan. Zaffar menegakkan tubuhnya. Menekan mahasiswi yang mungkin bermasalah terhadap dirinya sendiri. Daripada menyudutkan lebih baik ia mencari tahu asal sebabnya Cyra berbuat demikian. "Apa kau punya masalah, Cyra?" "Tidak, Pak." "Saya sebagai pengajar di sini, ikut bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan. Tenang saja, saya tidak akan membicarakan pada siapa pun. Asal kamu menceritakan masalah kamu pada saya." Zaffar tersenyum ke arah Cyra. "Saya akan mencoba memberi solusi." Tidak terpengaruh akan senyum Zaffar, Cyra lebih ke arah orang bingung. "Masalah apa, Pak?" Cyra malah terus-menerus balik bertanya. Melihat kebingungan Cyra, Zaffar menghentikan interogasinya. Ia tidak mau memaksanya mahasiswinya ini. "Datanglah kemari jika kamu sudah siap bercerita. Sekarang kamu boleh pergi." Meski dalam kondisi bingung, Cyra tidak menyia-nyiakan peluang. Masalah ini ia bisa pikir nanti, terpenting sekarang ia bisa pergi dari sini. "Saya harap kamu tidak melakukannya di kampus, Cyra. Itu saran saya terhadap perilaku menyimpang kamu. Tidak baik jika orang lain melihat. Ingat, bagaimana pun juga kalian sesama perempuan." Tangan Cyra terdiam pada ganggang pintu, ia mencerna semua ucapan Zaffar. Wajahnya tiba-tiba saja memerah saat mengerti kemana arah tujuan perkataan tersebut. Akh, sial! Ia difitnah! Cyra pulang ke kos dengan kondisi loyo. Ia pulang, membawa beban pikiran yang berat. Entah benar atau tidak, tindakannya kali ini. Ia sungguh tidak tahu. Keluar dari ruangan Dosennya tanpa menjelaskan apapun, mengelak saja tidak. Bukankah itu artinya ia mengiyakan tuduhan Pak Zaffar terhadapnya? "Ahh, biarlah." Cyra melempar tasnya sembarangan. Ia lalu menjatuhkan dirinya di atas kasur. "Nessie yang harus meluruskan kesalahpahaman ini. Tidak mau, bakal aku cabik-cabik wajah perempuan itu." Yak bersiap-siap lah hari esok, Nessie. Ada kejutan menunggumu. *** Hari ini ada kelas pagi lagi, Cyra sudah duduk tenang di tempatnya sambil membaca buku. Lima belas menit lagi kemungkinan Dosen masuk dan orang yang ia tunggu-tunggu tidak menampakkan batang hidungnya. Padahal segala macam sumpah serapah telah menyempit di tenggorokannya, siap untuk dikeluarkan pada tempatnya, di mana lagi kalau bukan tersangka utama dalam peristiwa kemarin. Memikirkannya sampai ia tidak bisa tidur. Mana tidak membalas chat darinya lagi. "Selamat pagi Cyra, Sayang." Nah, datang juga tersangkanya. Cyra menatap tajam ke arah Nessie, temannya ini terlihat sangat tidak berdosa, bagus sekali. "Kau ..." "A-apa?" Raut menyeramkan dari wajah Cyra membuat Nessie menelan ludah. Ia takut sungguh. "Kenapa kemarin kau berbuat seperti itu, Nessie?" tanya Cyra, ia menekan setiap kata, merendahkan suaranya agar Nessie bisa mendengar jelas perkataannya. "Berbuat apa?" Cyra memicingkan matanya. Ia sudah tidak bisa berbasa-basi lagi. Nanti panjang urusannya. "Gara-gara kau, Pak Zaffar menuduhku macam-macam." "Nah itu!" Tiba-tiba Nessie berteriak. "Aku mau meminta maaf karena meninggalkanmu. Jujur melihat Pak Zaffar kemarin perasaanku tidak enak. Hatiku memintaku untuk kabur. Jadinya aku tanpa pikir panjang langsung kabur. Kau marah padaku karena itu ya?" Mengepalkan kedua tangannya, Cyra tanpa basa-basi langsung meneriakkan perkataan yang sontak membuat Nessie melotot dan menganga, "Dia menuduh kita memiliki hubungan menyimpang Nessie, bodoh!" Beruntung bagi Nessie dan Cyra, di dalam kelas hanya ada mereka berdua. "Kau asal bicara, 'kan?" Nessie memastikan, bahwa yang ia dengar adalah sebuah kesalahan. Seenak hati pun ia memfitnah telinganya, dianggap tidak berfungsi dengan baik. "Kau lihat wajahku, Nessie. Apa ada kebohongan di sana?" Nessie menggeleng kaku setelah menatap Cyra cukup lama. "Aku masih normal, Nessie. Aku bukan pecinta wanita." Nessie meneguk ludah. Menurutnya persoalan ini semakin rumit. Serumit pandangan curiga Cyra terhadapnya. "J-jangan menatapku begitu, Cyra. Aku juga masih normal!" seru Nessie sembari menggebrak meja. "Cyra, Nessie, jangan berbuat hal aneh-aneh di kelas saya." Nessie dan Cyra mengarahkan pandangan ke suara yang mereka kenal meski baru sekali bertemu. Keduanya terkejut begitu melihat Zaffar ada di depan kelas bersama beberapa teman-temannya yang baru masuk juga. Semua mata pun tertuju pada mereka berdua, menatap aneh pada keduanya. Astaga, jangan sampai semua orang salah paham. "P-pak--" "Silahkan duduk di tempat kamu, Nessie. Dan saya harap kamu memilih tempat duduk lain," potong Zaffar, mau tidak mau Nessie pun menurutinya bersama tekad yang ia bangun dari sekarang sampai nanti ia menghampiri ruangan Dosennya itu untuk memperjelas semuanya. "Baik, sekarang semuanya pergi ke tempat masing-masing," perintah Zaffar kepada murid-muridnya. "Saya berada di sini untuk bertukar jadwal dengan Dosen lain. Sudah ada pemberitahuan sebelum melalui grup. Saya harap tidak ada yang tidak membawa pelajaran saya." "Iya, Pak." "Bagus, kita mulai pelajarannya." Kelas Zaffar berjalan baik, namun tidak baik bagi Nessie dan Cyra. Keduanya gelisah, pikiran pun kemana-mana. Mereka berharap semua baik-baik saja nantinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD