4. BIASA TERSAKITI

844 Words
"Nadia, Ma. Tante Nadia ... katanya teman Ayah. Emang benar ya, Ma?" tanya Naura yang muncul dari kamar mandi. "Oh, iya, Sayang," jawab Niken dengan sedikit ragu. "Hhhh, Ayah dari dulu nggak berubah. Selalu sok akrab sama cewek!" keluh Naura. "Gitu-gitu juga ayah kamu, Ra...." "Iya, Ma, suami Mama juga." Niken tersenyum mendengar jawaban sang putri. Mereka memang sudah terbiasa seperti itu. Ada kalanya mereka menempatkan diri sebagai sepasang sahabat. Pukul sembilan malam, Niken menyuruh anak-anaknya untuk tidur. Sudah terbiasa bagi Niken untuk memberlakukan jam malam bagi mereka. Setelah merapikan selimut kedua putrinya, Niken keluar dari kamar itu. Naura dan Aira memang tidur dalam satu kamar. Tak lama, suara mobil Farhan terdengar memasuki pelataran rumah. Niken menghampiri suaminya. Farhan melenggang begitu saja, tanpa berbicara sepatah kata pun pada Niken. Setelah sampai di ruang tengah, Farhan menanyakan keberadaan anak-anak. "Anak-anak udah pada tidur?" "Udah, Mas...." "Aku mau langsung mandi. Abis itu mau langsung istirahat. Capek banget rasanya." "Nggak makan dulu?" "Udah makan tadi di rumah Nadia," jawab Farhan sambil berlalu menuju kamarnya. *** Niken adalah anak korban broken home. Sejak kecil ia tak pernah merasakan hangatnya sebuah keluarga. Tidak pernah merasakan sosok hangat ayah kandungnya. Karena semenjak bercerai, ayah Niken hidup merantau, dan memutuskan untuk menikah lagi. Niken tinggal bersama ibu kandungnya yang juga sudah menikah lagi. Ayah dan ibu kandung Niken bercerai semenjak Niken masih balita. Tidak ada satu pun kenangan manis terpatri dalam memorinya. Yang ada hanyalah kenangan pahit. Karena semenjak orang tuanya bercerai, Niken selalu didoktrin dengan pemikiran-pemikiran buruk. Pihak ayahnya menyalahkan dan menjelekkan ibunya, juga sebaliknya. Pihak ibunya menyalahkan dan menjelekkan ayahnya. Sampai akhirnya Niken dewasa bertemu dengan Farhan. Farhan yang bersikap manis padanya membuatnya luluh. Niken yang merindukan sosok ayah menemukannya dalam diri pria itu. Bahkan apa pun ia lakukan agar tetap bisa bersama Farhan. Sampai akhirnya Niken hamil dan menikah dengan Farhan. Dalam bayangan Niken, ia dan Farhan akan bisa hidup bahagia. Namun, ternyata tidak. Himpitan ekonomi juga cemoohan-cemoohan dari tetangga dan sanak saudara membuat mereka sering bertengkar. Sampai akhirnya mereka memilih untuk pergi. Niken memilih ikut bersama Farhan, dan meninggalkan keluarganya yang mulai tidak menyukai Farhan. Hidup di perantauan, tinggal di sebuah kamar kos dengan luas 3x3 meter, tidur tanpa dipan hanya dengan kasur beralaskan tikar, mereka rasakan selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya Tuhan memberi mereka jalan. Farhan yang suka masak membuka warung makan dengan modal seadanya. Modal yang ia dapatkan dengan bekerja menjadi kuli panggul di pasar. Juga sebagai tukang ojek. Niken sebagai istri juga membantu Farhan sebisanya karena saat itu Aira masih kecil. Niken selalu mencoba meminimalisir pengeluaran. Ia tidak pernah membeli sesuatu yang menurutnya tidak penting. Bahkan, ia rela digunjing tetangga dikatakan kampungan karena penampilannya. Karena Niken memang jarang sekali membeli baju. Untungnya, Naura kecil juga menjadi anak yang sangat memahami keadaan orang tuanya. Tidak pernah menuntut apa pun kepada orang tuanya, seperti anak-anak pada umumnya Namun, jangan disangka kehidupan rumah tangga Niken dan Farhan baik-baik saja. Percekcokan sering terjadi. Awalnya Niken tidak terima saat selalu menjadi pihak yang disalahkan, tetapi akhirnya ia lelah. Ia lebih memilih untuk mengalah saat Farhan memakinya, menyalahkannya juga mengusirnya. Yang bisa wanita itu lakukan hanya menangis. Namun, kenyataannya air mata Niken tidak pernah mampu meluluhkan hati Farhan. Tidak mampu menghancurkan keras kepala Farhan. "Kalau kamu sudah tidak mau di sini, sana pulang! Aku bisa hidup sendiri! Aku tidak butuh istri pembangkang sepertimu!" Saat itu Farhan meminta Niken untuk membelikan sesuatu, tetapi Niken meminta agar Farhan membelinya sendiri karena ia memang sedang tidak enak badan. "Bukan maksudku begitu, Mas. Badanku benar-benar sedang tidak enak," jawab Niken pelan. "Alasan kamu! Dasar Manja! Kapan kamu jadi istri yang penurut? Mau sampai kapan kamu seperti ini?" "Sudah biasa, Mas. Sudah biasa Mas tidak pernah menghargai apa pun yang aku lakukan. Sudah biasa Mas tidak peduli dengan keadaanku." "Memangnya kamu peduli?!" "Aku lelah, Mas. Aku lelah selalu disalahkan. Asal Mas tahu, aku bertahan hanya karena anak-anak. Saat Mas mengusirku, aku bisa saja pergi. Tapi aku tidak ingin mengorbankan sekolah Naura. Mas tidak pernah menghargaiku, Mas pikir aku tidak ingin seperti wanita lain yang bisa belanja baju kapan pun mereka mau, yang bisa membeli perhiasan kapan pun mereka ingin beli? Tapi aku selalu memikirkan Mas. Mas yang lelah mencari uang untuk kami. Jadi salah jika Mas menganggapku tidak pernah peduli dengan diri Mas." Usai mengucapkan itu Niken mengambil uang yang Farhan taruh di meja untuk membeli barang yang diminta suaminya itu. Meski badannya saat itu benar-benar sangat menggigil. Sejak saat itu, Niken memilih untuk menjadi wanita yang lebih kuat di mata Farhan. Meskipun Farhan masih sering memarahinya, mencacinya, ia lebih memilih untuk menunjukkan senyum terbaiknya. Baginya, asalkan Farhan tidak pernah memarahi anak-anak, itu sudah lebih dari cukup. Karena memang hanya anak-anaknyalah yang menjadi prioritas utama Niken. Jika ada yang bertanya, kenapa Niken tidak memilih jalan pisah jika terus disakiti, toh kelak anak-anaknya akan bisa mengerti keadaannya? Memang. Namun, baginya yang sudah merasakan bagaimana pahitnya menjadi korban broken home, sangat tidak ingin anak-anaknya merasakan apa yang dirinya rasakan. Baginya tak apa ia tersakiti. Toh ia sudah terbiasa tersakiti bahkan jauh sebelum dapat mengingat kejadian apa pun. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD