3. KOTAK BEKAL

1215 Words
Niken melihat jam dinding. Sudah waktunya Aira, putri keduanya, pulang. Ia segera mengambil kunci motor, kemudian bergegas berangkat menjemput Aira di sekolah. Namun, saat di jalan raya tiba-tiba ada yang mengendarai sepeda motor dengan ugal-ugalan, hingga akhirnya menabraknya. Wanita itu langsung hilang keseimbangan, tubuhnya terpental, meskipun tidak jauh dari sepeda motornya. Untungnya, Niken menggunakan helm hingga kepalanya tidak langsung menyentuh aspal. Tubuhnya tidak terlalu parah, hanya ada luka gores pada bagian tubuh yang mengenai aspal. Namun, sepeda motornya tetap harus mendapat penanganan di bengkel. *** Satu jam kemudian di tempat Farhan berada, ia mendapat telepon dari guru Aira. Setelah itu, ia bergegas menuju sekolah putri bungsunya itu. Di dalam mobil, Farhan mencoba menghubungi Niken. Namun, tak satu pun mendapat jawaban. "Ke mana dia?!" geramnya. Sesampainya di sekolah, Farhan segera membawa Aira pulang. Ia mengendarai mobilnya dengan perasaan kesal. Sesampainya di rumah, "Aira bisa 'kan, ganti baju sendiri? Sepertinya Mama belum pulang." "Bisa kok, Yah...." "Ya, udah, sekarang Aira ke kamar ya, ganti baju. Ayah mau coba telepon Mama, mau nanya Mama lagi di mana." "Iya, Yah." Setelah itu Aira ke kamar untuk segera mengganti seragamnya. Suara motor terdengar. Farhan segera menghadang Niken di teras rumah. "Aira udah pulang, Mas? Mas yang menjemputnya?" tanya Niken. Setelah kecelakaan, Niken terlebih dahulu membawa sepeda motornya ke bengkel. Untungnya kerusakannya tidak terlalu parah. Akhirnya dengan susah payah sambil menahan sakit di tubuhnya, Niken mengendarai sepeda motor menuju sekolah Aira. Namun, guru Aira mengatakan jika pihak sekolah telah menelepon Farhan untuk menjemput karena Aira sudah terlalu lama menunggu. "Dari mana saja kamu?!" "Maaf, Mas, tadi–" belum sempat Niken melanjutkan ucapannya, Farhan sudah memotongnya. "Abis ngeluyur?! Ngabisin duit?!" "Enggak, Mas...." "Udahlah. Gara-gara kamu, urusanku jadi terganggu!" pungkas Farhan kemudian pergi meninggalkan Niken menggunakan mobilnya. Niken hanya bisa menghela napas. Sudah terbiasa baginya, saat Farhan tidak memiliki sedikit pun empati padanya. *** Pukul sebelas malam, Farhan baru pulang. Setelah membuka gerbang, ia membawa mobilnya ke dalam garasi. Saat turun dari mobil, pria itu melihat bekas goresan yang cukup besar pada sepeda motor yang biasa dibawa Niken. Bahkan, beberapa bagian body motor ada yang pecah. Farhan menangkap bahwa sesuatu telah terjadi pada istri pertamanya itu. Setelah menutup gerbang kembali, pria itu segera masuk ke rumah kemudian segera mengunci pintu. Dengan langkah lebar ia berjalan menuju kamarnya. Di sana, di ranjang, terlihat Niken sudah tertidur dengan punggung menghadap pintu. Farhan mendekat. Ada luka gores yang cukup panjang terdapat di lengan Niken yang tidak tertutup apa pun. Setelah mengganti bajunya, Farhan segera naik ke ranjang kemudian mendekatkan tubuhnya ke tubuh Niken. Dipeluknya dari belakang tubuh ibu dari putri-putrinya itu. *** Tengah malam Niken terbangun. Kebiasaan dari semenjak mereka belum memiliki apa-apa. Seketika hatinya menghangat saat merasakan ada tangan melingkari perutnya. Niken tersenyum, karena memang sudah lama Farhan tidak melakukannya. Meskipun tidak dalam keadaan bertengkar, mereka biasanya tidur hanya saling telentang. Bahkan tak jarang tidur saling memunggungi. Tidak ingin kehilangan kehangatan dari suaminya, ia memilih untuk memejamkan mata kembali. *** Paginya, Farhan bangun terlebih dahulu. Ia membangunkan Niken untuk salat subuh. "Ken ... bangun! Subuh." Niken membuka mata perlahan. "Iya, Mas?" "Subuh." Niken terkejut mendengarnya. Setelah sekian lama, akhirnya Farhan mau kembali melakukan salat. Bahkan sampai Farhan yang membangunkannya. Ada rasa bahagia dalam hati. Namun, ada sedikit rasa kecewa juga di sana. Sedahsyat inikah efek dari kehadiran Nadia? "I-iya, Mas...." Ada rasa haru dalam hati ibu dua anak itu saat dirinya kembali menjadi makmum salat suaminya, hingga air mata menghiasi pipi dalam salatnya. *** Usai salat subuh, Niken menyibukkan diri membuat sarapan untuk suami dan kedua anaknya. Nasi goreng. Itulah menu yang Niken buat, dengan campuran telur, bakso dan sosis. Setelah nasi goreng matang, Niken mengupas timun kemudian mengirisnya sebagai pelengkap. Setelah itu Niken mengambil dua buah kotak nasi untuk tempat bekal si bungsu Aira dan si sulung Naura. Pukul enam lebih lima belas menit, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan. "Sedikit saja," ucap Farhan saat Niken mengambilkan nasi untuknya. "Iya, Mas...." Sarapan mereka diisi oleh obrolan Aira dan Naura yang sesekali ditimpali oleh Farhan dan Niken. Terlihat bahagia memang. Terlihat harmonis, seperti tidak ada masalah dalam rumah tangga mereka. Selesai sarapan, Farhan dan anak-anak langsung berangkat menggunakan mobil, meninggalkan Niken yang harus merapikan bekas sarapan, membersihkan rumah kemudian memantau warung makannya. *** Farhan tidak langsung mengantar anak-anak ke sekolah, melainkan mampir ke rumah Nadia yang memang jaraknya dekat dengan sekolah Aira dan Naura. "Kita ke mana, Yah? Ini rumah siapa?" tanya Naura saat mobil yang dikendarai sang ayah berhenti di depan rumah minimalis dengan pintu pagar berwarna hitam. "Ke rumah Tante Nadia." "Tante Nadia? Siapa?" tanya Naura dengan nada terkejut. "Ehm ... temen Ayah." Farhan lupa kalau dirinya belum mengenalkan Nadia pada anak-anaknya. "Mau ngapain sih, Yah?! Nanti aku telat." "Enggak ... cuma sebentar." Seorang wanita berbusana syar'i membukakan pintu pagar, kemudian mobil Farhan masuk ke pekarangan rumah. "Yuk, turun!" "Males, Yah...." "Cuma sebentar." "Nggak mau! Tuh Aira, siapa tahu mau ikut turun." "Kenalan doang sama Tante Nadia." "Penting ya, Yah?!" Naura memang sedikit jutek. Dia memang tidak mudah akrab dengan orang baru. "Aira ikut Ayah, yuk...." "Ayo, Yah." Aira turun bersama Farhan kemudian masuk ke rumah Nadia. "Lho, Naura-nya mana, Mas?" tanya Nadia. "Nauranya nggak mau turun." "Oh...." Nadia sedikit kecewa. "Ini pasti Aira, ya? Halo Aira...." "Halo, Tante," jawab Aira. "Salim, Sayang," perintah Farhan, dan Aira pun menurut. "Mas sudah sarapan?" "Sudah tadi, sama nasi goreng." "Oh...." "Memang kamu masak apa?" "Ayam goreng sama oseng kangkung." "Boleh tuh buat bekal di warung." "Oke, Aira mau?" "Aira udah sarapan, Tante." Nadia mengangguk kemudian memulai menyiapkan bekal untuk Farhan. "Apa itu, Yah?" "Oseng kangkung." "Aira pengin, tapi perut Aira udah kenyang." Nadia yang mendengarnya langsung menanggapi. "Mau Tante tempatin buat bekal, Sayang?" Ragu-ragu Aira mengangguk. Setelah itu, mereka kembali ke mobil. Kemudian, Farhan melanjutkan perjalanan menuju sekolah anak-anaknya. Naura hanya diam selama perjalanan. Remaja itu merasa kesal pada ayahnya, tetapi ia tidak tahu kesal karena apa. *** Seperti biasa, Niken sedang berada di salah satu warungnya. Karena tubuhnya yang masih sakit akibat jatuh dari motor kemarin, Niken meminta salah satu pegawainya untuk menjemput Aira. Begitu juga saat jam pulang sekolah Naura. Pukul lima sore, Niken, Naura, dan Aira pulang ke rumah menggunakan taksi. Setelah magrib, Niken menyiapkan makan malam dengan memanasi sayur dan lauk yang Niken bawa dari warungnya. Usai makan malam, Niken mencuci semua peralatan makan yang kotor. "Tempat makan kalian ambil sini, biar Mama cuci," perintah Niken pada kedua putrinya. "Iya, Ma...." Beberapa saat kemudian, "Ini, Ma," ucap Naura sambil menyodorkan kotak makannya. "Habis, Nak?" tanya Niken. "Habis dong, Ma. Kalau nggak habis, Naura makan apa di sekolah?" Memang sudah dari kecil Naura jarang sekali membeli jajan di sekolah. "Ini, Ma...." Aira memberikan kotak makannya yang kosong. Namun, yang diberikannya kotak makan Nadia karena kotak makan yang biasanya tertinggal di mobil Farhan dengan Nasi goreng yang tidak dimakan sedikit pun. "Lho, ini punya siapa?" tanya Niken. "Oh iya, Aira lupa. Kotak nasi yang biasa ada di mobil Ayah," jawab Aira polos. "Lalu ini?" "Itu punya Tante ... Tante ... siapa, ya, Aira lupa." "Berarti Aira nggak makan tadi siang?" "Makan, Ma ... Aira makan sama bekal yang dikasih Tante itu. Enak deh, Ma, sama ayam goreng terus oseng kangkung." "Nadia, Ma. Tante Nadia ... katanya temen Ayah. Memang benar ya, Ma?" tanya Naura yang muncul dari kamar mandi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD