?2. GHSI?

1065 Words
**Yunki POV** . . . Namaku Lim Yunki, salah satu member boyband Korea Be The Light (BTL). Kami memiliki tujuh member yang tertua SeoJin, leader kami Namjn, Heosok dancer terbaik yang kami miliki, serta tiga member termuda Jimmy, Taetae dan Jeon-gu. Hampir satu bulan ini kami mengadakan konser dunia ke tiga kami. Rasanya menyenangkan, menarik semua adrenalin yang kami miliki. Menyenangkan, selain bertemu dengan para fans kami dari negara yang berbeda. Kami juga belajar banyak hal juga budaya baru. Aku duduk di ruang tengah dorm siang ini seraya memperhatikan jadwal konser. Benar ternyata dua Minggu lagi tanggal di mana kami konser ke Indonesia. Sedikit kesal sebenarnya karena menurut manager, kami harus segera kembali ke Korea setelah konser selesai. Entahlah, aku hanya membayangkan sesuatu yang menjadi harapanku dan pasti tak akan terjadi. "Yak *hyeong!" suara panggilan Jimmy mengagetkanku. (*Abang) "Apa?!" sahutku kesal. "Mengapa kau melamun?" tanyanya yang entah kapan sudah duduk di sampingku. "Apa benar kita akan ke Indonesia lagi dan akan segera kembali setelah konser? Tak akan menginap lebih lama?" tanyaku mencoba menyakinkan lagi pemberitahuan manager kami tadi. Sementara anak itu hanya mengangguk seraya terus bermain dengan ponsel di tangannya. "Aish, apa ini." gerutu Jimmy. Aku hanya melirik sesaat dan kembali asik dengan pikiranku sendiri. Sejujurnya, saat ini aku berharap bertemu dengan sahabatku saat kami di Indonesia nanti. "Aku lupa mematikan pemberitahuannya. Spam like di akun twitter Reya, Reya, Reya. Ckckckck penggemar kita memang luar biasa." "Siapa?" tanyaku lagi mencoba meyakinkan apq yang aku dengar barusan. Bukankah tadi si pendek ini berkata Reya? "Maksudmu hyeong?" "Reya siapa?" tanyaku lagi. "Ah, itu, nama twitter yang menyukai semua post di timeline. Reya 03, aku rasa dia fansmu." jawabnya sambil kembali sibuk dengan ponsel, aish menyebalkan sekali. Aku mengambil ponsel dan melihat pemberitahuan yang juga masuk di sana. "Reya?" Dengan ragu aku mencoba membuka profil itu. Aku menatap nama di sudut profil, dan memperhatikan foto profil yang ia gunakan, aku masih mengingatnya, seharusnya tak banyak berubah kan? Karena kami baru berpisah sekitar lima tahun lalu. saat ia memutuskan kembali ke Indonesia. Kuperhatikan baik-baik foto profil Twitter Ia mengenakan syal di kepalanya? Ah aku tak tau apa sebutannya. Yang aku ketahui itu digunakan oleh gadis-gadis muslim. Yaaa aku tak akan melupakanmu hidung datar. Aku melihat foto-foto yang berada di akun Twitter-nya. Anak kecil? Apa ia sudah menikah? Foto pertama dengan seorang bayi mungil, lalu dengan banyak anak-anak. Sedikit lega ketika membaca caption dari foto itu adalah murid dan keponakannya. Ia berhasil menjadi guru? Reya apa kau masih mengingatku? Tentu saja ia pasti masih mengingatku siapa yang bisa melupakan aku? "Hyeong!" panggil Jimmy yang lagi-lagi mengagetkanku. "Apa lagi?!" "Mengapa kau tersenyum terus? apa kau mulai mengantuk atau semacamnya?" tanya Jimmy sambil terkekeh. "Aish, aku ingin tidur!" kesalku sambil berjalan ke kamar meninggalkan Jimmy di ruang tengah. Aku melangkahkan kaki ke kamar segera, di sana aku lihat Seojin hyeong yang sedang asik bermain game dari ponsel. "Hyeong ...." panggilku kemudian rebah di sampingnya. "Ada apa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel di tangan. "Apa, kau pernah berharap berharap bertemu lagi dengan seseorang yang penting dalam hidupmu?" Seojin Hyung menatap mungkin mulai tertarik dengan apa yang aku tanyakan. Dan ia menjawab dengan menggelengkan kepalanya. "Tidak untuk saat ini, apa ada sesuatu?" "Tidak," jawabku cepat. "Ada yang ingin ku ulang namun aku rasa tak bisa melakukannya saat ini. Hanya saja, hal itu adalah hal yang penting dalam hidupmu. Hal yang membentuk diriku hingga menjadi seseorang seperti ini." Seojin hyeong mengerutkan dahi, apa kata-kataku barusan membuatnya berpikir keras? "Hal apa itu?" Aku mengarahkan pandangan ke dinding kamar. "Kenangan." jawabku. "Ckckck, kini aku mengerti mengapa Jeon-gu selalu menganggapmu kakek." Aku masih ingat jelas saat itu masih berusia sembilan tahun, saat pertama kali aku melihat Reya. gadis itu, yang bahkan aku tak mengerti apa yang ia katakan awalnya. *** Hari itu hari pertama turun salju pertama masih tipis setipis hujan namun meninggalkan jejak di jalan. Entah hari apa yang pasti saat itu sekitar bulan Januari dan aku masih berusia sembilan tahun. Aku melangkah kaki ke sekolah, padahal hari itu libur. Namun, karena mengikuti ekstrakulikuler musik, akhirnya aku terpaksa keluar rumah. Walaupun Sebenarnya, aku sangat ingin merebahkan diri di rumah dan beristirahat. "Puusss ... Puss ...." Aku mendengar suara seorang gadis dan refleks aku mencari arah suara itu. Ternyata gadis itu sedang berada di atas batang pohon, aku menatap dari kejauhan. Sebenarnya ingin memanggil dan memintanya untuk turun tapi, aku penasaran apa yang sebenarnya ingin ia lakukan. Aku menyaksikan dari kejauhan dan melihat seekor anak kucing di sana di atas pohon itu. Ia ingin menyelamatkannya? Gadis itu naik semakin tinggi sembari berusaha menggapai kucing kecil yang kedinginan juga terus mengeong. Ia terlihat serius sekali. "Aduuhh susah banget sihh?" gerutunya dengan bahasa yang sama sekali tak aku mengerti. Aku memperhatikan usaha gigihnya berusaha menggapai meski terlihat kesulitan. Dalam hati aku berusaha menyemangati, tangannya berusaha menggapai terlihat manis karena pipi tembamnya memerah karena dingin. Sampai ia berhasil menggapai kucing kecil itu. Lalu ia tersenyum, wajah yang sebelumnya terlihat marah dan kesal menjadi berbeda ketika tersenyum. Dan itu tanpa sadar membuat aku juga tersenyum. Ia kemudian meletakkan anak kucing ke dalam mantel putih yang ia kenakan. Kini dia berusaha turun, sungguh saat itu aku melihat ia turun dengan mudah, apa dia tupai atau semacamnya? Braaak ! Ia terduduk di tanah karena terpeleset begitu kakinya menapak salju. Semua karena sepatu yang ia kenakan. Saat itu aku berusaha menghampiri. Namun, sebelum aku sempat melangkahkan kakiku, ia tertawa sambil mengeluarkan kucing tadi ia selamatkan dari dalam mantel putihnya. Langkahku terhenti, gadis macam apa yang tertawa setelah ia terjatuh? "Haaaccceekkkh," Aku temukan lagi kejutan dari gadis itu bersinnya aneh sekali. Membuat aku menahan tawaku.Aku masih terpaku melihat kejutan apa lagi yang bisa aku saksikan darinya. Dan, ia akhirnya melangkahkan kaki dan segera pergi. Gadis itu, dengan matel putih, pipi merah semerah tomat, rambut panjang hitamnya. Bisakah aku menemuinya lagi? Dan beruntung, hari ini aku melihatnya berdiri di taman, dengan sengaja aku melemparkan bola basket ke arah pemilik pipi merah itu. Hanya ke arah kaki tanpa melukainya. Namun aku salah, bola itu mengenai bahu, dan ia memekik kesakitan. Aku berlari karena khawatir lalu bertanya apa ia baik-baik saja? Ia menjawab jika baik-baik saja. Aku beruntung ternyata ia mengerti bahasa korea. Lalu gadis ini malah mengulurkan tangan. "Reya namaku Reya," ucapnya memperkenalkan diri. Gadis ini benar-benar ... "Yunki namaku Lim Yunki." Aku menjabat tangannya dan berharap ia bisa menjadi teman yang menyenangkan. *** .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD