Part 3

900 Words
AUTHOR POV   Arsya dan Nissya duduk di kursi taman belakang. Pemandangan kolam renang kini berada di hadapan mereka. Suasana canggung melingkupi keduanya. Tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun.   Arsya asyik memandangi kolam renang di hadapannya. Sedangkan Nissya terus menunduk sembari menyentikkan jari jarinya.   "Jadi kamu yang namanya Danissya?" Arsya membuka suara. Nissya mendongak dan menatapnya.   "I-iya.."   "Kenapa kamu terima perjodohan ini?" Tanya Arsya kemudian.   "Mama bilang gaada alasan untuk menolak perjodohan ini." Jawab Nissya takut-takut. Arsya menatapnya tajam.   "Seharusnya bisa. Seharusnya kamu yakinin Mama kamu supaya membatalkan perjodohan ini." Nissya menggeleng lemah.   "Mama punya penyakit jantung. Kalo aku bikin dia kesel, atau marah yang berkepanjangan, yang ada penyakit Mama kambuh. Cuma Mama yang aku punya sekarang." Nissya menunduk. Hatinya teriris melihat kenyataan hidupnya sekarang. Saudara kandung tak punya, ia anak tunggal. Jadi tak ada sandaran untuknya mengungkapkan keperihan kenyataan yang keluarganya hadapi selain kedua sahabatnya. Pita dan Farah.   "Oh...maaf."   "Jadi aku harus panggil apa? Kayaknya kamu keliatan masih muda." Nissya menelisik wajah Arsya yang langsung membuat Arsya canggung bukan main. Tatapan Nissya seakan menyetrum seluruh tubuh Arsya.   "Kakak. Kebetulan aku lebih tua 6 tahun dari kamu kan?" Nissya mengangguk.   "Oke. Ka Arsya."   "Aku juga gapunya alasan untuk menolak." Arsya nampak meninggikan volume suaranya.   "Kenapa?" Tanya Nissya menaikkan sebelah alisnya.   "Entah. Ada dorongan untuk tetap menjalankannya saja." Nissya hanya menganggukkan kepalanya saja.   Dan dorongan itu datang ketika melihatmu. Entah itu sulit di definisikan penyebabnya.   "Tapi jangan kamu pikir, itu tandanya aku menerima kamu!" Seru Arsya tiba-tiba. Mengagetkan Nissya yang sontak membuat Nissya sebal akan ucapannya barusan.   "Kaka pikir aku mau sama kaka? No! Bayangin, kaka bahkan sudah berumur sedangkan aku masih muda dan cantik." Nissya tak mau kalah dan mengibaskan rambutnya, seperti menebarkan pesonanya yang hampir membuat Arsya menelan ludahnya.   "Hei, kamu pikir aku sudah bapak bapak berumur 40 tahunan? Umurku masih 24 tahun. Bahkan kategoriku masih remaja beranjak dewasa. Dan satu lagi, aku cukup tampan!" Arsya membanggakan dirinya. Nissya mendecih mendengarnya.   Canggih banget, baru 24 tahun udah mapan bahkan kata Mama udah jadi Direktur di perusahaan keluarganya.   "Pokoknya saat kita nikah nanti, aku gamau diatur sama kaka! Aku mau bebas jalanin hidup aku!" Nissya malah berdiri, yang membuat Arsya pun ikut berdiri.   "Oke! Terserah kamu mau gimana, asal di depan orang tua kita, kita harus bersikap layaknya pasangan yang harmonis. Deal?" Arsya memajukan wajahnya kearah wajah Nissya. Nissya membulatkan matanya namun mulutnya seakan terkatup dan tak mampu bersuara.   "Kenapa diem?" Tanya Arsya.   "Ng-ngga....ok deal!" Nissya menjabat tangan Arsya dan berbalik memunggungi Arsya.   "Jangan kau pikir kau bisa berbuat seenaknya padaku, gadis kecil." Arsya berbicara tepat di punggung Nissya yang makin membuat Nissya bergidik ngeri.   Arsya tersenyum menyeringai dan sedetik kemudian tertawa terbahak.   "Kaka kenapa ketawa?" Tanya Nissya kesal.   "Kamu terlalu baper, adik kecil." Arsya buru-buru lari setelah melihat tatapan marah Nissya setelah ia menggodanya.   Cukup menyenangkan untuk menggodamu, Danissya Salshabilla.   **   DANISSYA POV   Insiden semalam benar-benar mengganggu pikiranku. Bahkan sampai pagi ini pun, wajah Arsya seakan masih terbayang-bayang di benakku. Oke tapi ini bukan berarti aku menyukainya. Hanya saja aku tak dapat membayangkan jika aku menikah dengannya nanti. Bisa-bisa aku dikerjai habis-habisan terus olehnya.   "Kenapa makanannya cuma diaduk-aduk Nis?" Mama menepuk pundakku pelan.   "Eh? Ngga Ma. Cuma lagi ngga laper aja. Nissya berangkat duluan ya, Ma. Nissya mau naik bus aja." Aku meneguk segelas s**u sampai setengahnya habis dan menyalami tangan Mama.   "Assalammualaikum."   "Waalaikumsalam. Hati-hati Nis."   Padahal ini baru pukul 06.30 pagi. Biasanya ini jadwalku bangun, tapi karna sulit tidur dari semalam aku jadi tak tidur semalaman. Entahlah dengan bagaimana aku menjawab soal Fisika hari ini. Pikiranku terus saja tertuju pada makhluk menyebalkan macam Arsya!   Aku melangkah menuju halte bus yang jaraknya tak jauh dari komplek rumahku. Disana mulai ramai beberapa orang yang rata-rata pegawai kantor. Dan mataku menangkap seorang siswa yang juga berseragam sama dengan seragam yang kupakai.   Mataku menelisik lebih dekat sosok itu. Dan betapa kagetnya aku mendapati cowo idamanku berdiri tepat di hadapanku.   "Pagi Nis." Sapanya.   "Pagi, Juan." Balasku.   Juan tersenyum kearahku. Manis, maniiiiis sekali. Bahkan lebih manis dari senyuman Arsya. Hei, bahkan aku belum pernah melihat Arsya tersenyum padaku.   "Lo ngapain disini?" Tanyaku. Pertanyaan bodoh. Jelas saja untuk menunggu bus menuju sekolah.   "Nungguin bus." Yaa, jawaban yang tepat. Aku merutuki diriku sendiri. Mungkin berdekatan dengan Juan membuatku grogi.   "Gue baru liat lo pertama kali nunggu di halte sini." Ucapnya kemudian.   "Ah ya...biasanya gue selalu telat kalo kesini. Sekitar jam 7 tapi hari ini entah kenapa gue bangun lebih pagi." Jelasku. Juan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.   "Gimana belajarnya?" Aku terhenyak dengan pertanyaan Juan barusan. Care kah?   "Eh...mmm...lancar lancar aja kok semuanya." Sahutku grogi.   "Bagus deh. Good luck ya Nis." Juan mengacak rambutku pelan. Yaampun kenapa rasanya dadaku bergetar.   TIIIIIIN.....   Suara klakson mobil bmw berwarna silver menepi di depan halte bus. Aku mendelik.   Seorang pria membuka kaca jendela mobilnya. Dan betapa terhenyaknya aku mendapati orang menyebalkan itulah yang membuatku kaget akan klakson gilanya barusan.   "Danissya!" Teriaknya kencang. Kumasamkan mukaku dan memalingkan wajahku.   "Siapa dia Nis? Kamu kenal?" Ucap Juan setengah berbisik di telingaku.   "Dia? Orang gila kali." Sahutku asal.   Karena tak kuhiraukan, Arsya turun dari mobilnya dan berjalan cepat ke arahku.   "Ayo masuk." Dia langsung menarik lenganku kasar dan menatapku tajam.   "Mau ngapain sih?" Balasku sewot. Bagaimana tidak? Ia mencengkram tanganku kencang hingga kurasakan sakit di lenganku.   "Aku antar kamu ke sekolah sekarang." Jawabnya dingin dan datar.   "Maaf Mas. Tolong jangan kasar sama perempuan." Tiba-tiba Juan menarik lenganku dari tangan Arsya. Sontak mata Arsya seakan berapi-api.   "Maaf ya. Saya gaada urusan sama anda. Dia ini...."   "Maaf Ju. Dia ini sodara gue. Emang kelakuannya agak nyebelin. Jadi maklumin aja ya." Aku segera memotong ucapan Arsya karna aku tak mau jika Juan mengetahui siapa Arsya sebenarnya.   "Ayo cepet." Kini aku yang berbalik menarik lengan Arsya dan menuntunnya menuju mobilnya. Aku sempat melambaikan tanganku pada Juan yang dibalas tatapan bingung dan sarkastik darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD