Eps 7

1032 Words
"Huueewweek.. huewweek..!" Akhir-akhir ini Una merasakan mual muntah hebat, sampai dirinya tak mampu terbangun meski mentari sudah meninggi sampai di ufuknya. Beruntung Desi dan Farhanna seminggu ini tidak ada dirumah, karena Farhanna sedang ikut study tour keliling jawa tengah, dan Desi yang ikut menemani. Dengan malas Una keluar kamarnya, sedikit mengelus perutnya yang sering merasa kelaparan akhir-akhir ini, matanya menatap sekitar rumah. Hhaah.. tak ada Emil. Pasti suaminya itu belum juga pulang sejak semalam, sebenarnya apa yang lelaki itu lakukan selama ini? Jika kerja. Tapi mana, bahkan ia tak pernah sekalipun memberikan uang nafkah untuk Una. Ia duduk disofa, airmatanya menetes tiba-tiba, sedih. Perasaannya teramat sedih, kembali mengingat sikap apa yang ia terima selama ini. Diabaikan, tak dianggap dan disebut tak berguna. Ia tertunduk lesu, airmatanya bahkan menetes membasahi lantai. Una sendiri tak paham, akhir-akhir ini ia jauh lebih suka menangis, terutama saat Emil membentaknya. Suara bel memekakkan telinga, seolah memaksa pemilik rumah untuk membukakan segera. "Sebentar..!" Una berlari, tak ingin terlalu lama mengabaikan panggilan orang dibalik pintu, namun sayang kakinya terbelit oleh kabel telepon rumah sehingga ia harus jatuh tersungkur sebelum sampai pintu. "Astagfirullah Al azdim...!" serunya merasakan sakit didaerah perutnya. "Ya ampun, Una lama banget kamu!" kesal Desi, Yah Desilah yang sejak tadi memijit bel kencang, padahal wanita tak tahu diri itu membawa kunci rumah, tapi sifatnya yang bossy dan selalu ingin diperlakukan layaknya ratu membuat ia sengaja mengerjai Una. "Ma, Kak Una jatoh!" pekik Farhanna kaget. Darah sudah mengalir deras dari paha Una, panik membuat Desi menelpon pihak rumah sakit segera agar membawa menantunya itu dengan ambuland. Dalam hati wanita itu, ia juga takut disalahkan. Jika seandainya terjadi sesuatu pada Una. Una sudah dibawa keruang UGD, wanita itu harus cepat ditangani lebih lanjut. Dokter memperkirakan Una mengalami keguguran. Yah.. wanita itu hamil meski kandungannya baru memasuki usia 5 minggu, dan karena itu juga Una tak menyadarinya. "Maaf, apa kalian keluarga Ibu Lubnatul Hilwa?!" tanya dokter yang menangani Una. "Iyah, saya ibu mertuanya, kenapa dengan menantu saya?!" Sahut Desi sinis. "Alhamdulilah Ibu Lubnatul tidak kenapa-napa, tapi sayang ia mengalami keguguran, jadi untuk sementara waktu dia harus istirahat yang cukup, kami juga sudah memberikan obat pereda rasa sakit!" ucap Dokter menjelaskan lalu berlalu pergi. "Tuhkan si Una emang gak bisa apa-apa!" gerutu Desi ia langsung menelpon anaknya, Emil. "Iyah, Ma aku kesana!" jawab Emil malas-malas, semalam ia habis menghabiskan malam panas dengan Siska, bosnya. Oh bukan tepatnya wanita simpannya. "Kenapa sih, Sayang?" tanya Siska tak suka ditinggal Emil secepat ini. "Una katanya jatoh, sekarang dia masuk rumah sakit!" jawab Emil tergesa, ia langsung memakai celana jeansnya kembali. "Huuuhh... Istri kamu tuh manja banget sih, masa cuma jatoh masuk rumah sakit. Paling juga cuma benjol dikit, udahlah yang... Kamu disini ajah sama aku" sahut Siska manja. "Gak bisa Sis, aku harus tetap lihat dia!" ucap Emil seraya mengecup kepala Siska pamit. "Iih kesel banget deh, cuma gara-gara anak kecil itu Emil pergi!" gerutu Siska seraya membenarkan selimutnya untuk menutupi tubuh polosnya. Belum sampai Emil pergi jauh, Siska sudah menghampiri kekasih gelapnya itu, tujuannya memang untuk mengekor kemanapun Emil pergi, termasuk menjenguk istri sahnya. "Kamu mau ikut?!" Heran Emil, karena Siska sudah mengeratkan genggamannya ditangan Emil. "Iyah sayang. Gakpapakan aku ikut jenguk istri kamu!" jawabnya sok manja. Emil tak ingin ambil pusing. Karena memang sejak awal ia tidak begitu peduli dengan pandangam Una terhadapnya, baginya cinta itu bukanlah hal yang harus di kerjakan timbal balik, seorang istri hanya boleh mencintai suaminya seutuhnya, tapi seorang suami, bisa berbagi cintanya dengan wanita lain. Sekitar dua puluh menit, Emil sudah sampai kerumah sakit tempat Una dirawat. "Sebenernya Una sakit apa sih, Ma, kok sampai dibawa kerumah sakit gini?!" "Kamu tahu kenapa? Istri kamu keguguran. Yah itu karena dia gak bisa jaga kandungannya sendiri!" Emil kaget, tersentak ada perasaan kecewa yang langsung menguasai hatinya, ia juga kesal dengan Una seperti perasaan Desi kali ini "Ini pasti sebetulnya Una udah tahu dia hamil, tapi dia tetep ajah ceroboh kayak biasa. Jatoh, gagal deh Mama punya cucu!" gerutu wanita itu. Emil mengepal tangannya kuat, menghembuskan nafas kecewa. Sedang tangan Siska terus membelai punggung Emil mencoba menenangkan. "Udah sayang, kalau kamu mau punya anak, aku siap kok mengandung benih kamu!" katanya berbisik ditelinga Emil. Emil melirik ke arah Siska. Meski b***t tapi ia tak berharap memiliki penerus dari wanita seperti Siska. "Kalau gitu aku masuk, aku mau lihat Una!" Emil masuk seorang diri, menatap Una yang juga sudah bangun. "Mas, kata dokter aku keguguran!" adunya berkaca-kaca, ia sangat sedih karena telah kehilangan calon anaknya, Bahkan disaat dirinya belum menyadari kehadiran malaikat kecil di rahimnya itu. "Aku tahu!" ketus Emil. "Kamu tuh bisa apa sih, kenapa bisa jatoh?!" Una terangga lebar, kali ini ia tak bisa lagi mentolerir sikap Emil. Ia membuang pandangannya kesamping, sedih terpukul sampai ia tak ingin menatap Emil. "Kamu tuh harusnya bilang dong kalau lagi hamil, kan aku bisa minta tolong Mama atau Farhanna jaga kamu!" bentak Emil kembali. Una masih setia dalam diam, bukannya ia tak punya jawaban atas segala tuduhan yang dilontarkan, hanya saja hatinya begitu sakit. Tega, Emil sudah tega menghinanya sebagai seorang ibu yang tak becus menjaga anaknya. "Aku juga gak tahu kalau aku hamil! Lagipula kalaupun aku kasih tahu kamu, Mama dan Farhanna memangnya kalian peduli" sarkasnya berhasil mengeluarkan perasaannya. "Mana ada sih, hamil tapi gak sadar. Sebenernya kamu tuh ngerti gak sih sama yang beginian?!" "Terus aku udah bilang,yah, tolong dong jangan bawa-bawa Mama atas semua sikap kamu yang masih kekanak-kanakan. Mau kamu, aku talak kamu!" ancam Emil begitu mudah, Una yang kaget menatap Emil dalam, sungguh inikah lelaki yang ia cintai beberapa bulan belakangan ini, kenapa Una seakan tak pernah melihat jika ada jiwa iblis yang bersemayai didiri suaminya itu. Sedetik itu perasaannya mati, semangatnya hilang, bahkan keinginannya untuk melanjutkan hidupnya seakan memudar begitu saja. "Apa yang Mama udah bilang tentang aku?!" tanya Una berani, matanya memancarkan kemarahaan yang siap untuk ia ledakkan. "Mama?!" Beo Emil. "Mama gak bilang apa-apa!" "Bohong, pasti Mama udah bilang sesuatu tentang aku, tapi kamu tahu, Mas. Mulai sekarang aku gak peduli, apa yang mau kalian ucapkan tentang aku!" "Maksud kamu apa?!" Kesal Emil. "Tadi kamu bilang talakkan? Sekarang Mas, talak aku sekarang juga. Aku udah gak kuat lagi!" sahutnya dengan pandangan yang kosong. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD