Chapter 4 - Rumah

1790 Words
Zoya sedang duduk di bnagku penumpang, sementara itu Bara menyetir di sampingnya. Pria itu tampak serius saat mengemudi, mereka baru saja pulang dari bandara untuk mengantar mertua Bara untuk kembali ke Swiss. Dia tidak bericara sepatah katapun, selama dua minggu terakhir dia terus berpura-pura menjadi Nasha. Mereka bisa bekerja sama dengan sangat baik, Zoya menghela napas lagi ketika mereka berhenti karena macet di ibu kota Jakarta. Dia melihat sekeliling, tempat ini familiar sekali. Dekat dari kantornya bekerja dulu, dia sering melewatinya saat naik angkot ataupun berjalan kaki. Zoya sekarang tidka bisa membayangkan jika sekarang dia bahkan melewatinya menggunakan mobil pribadi. "Mau kemana?" tanya Zoya. Bara menoleh, "Ke rumah. Setengah jam lagi sampai." Kali ini, giliran Bara yang menoleh ke samping, dia sudah sangat merindukan Nasha. Wanita di sampingnya itu semakin membuatnya rindu kepada istrinya itu. Tetapi, dia tidak bisa memeluk ataupun memegang tangannya karena wanita itu yakin dia bukanlah istrinya. Bara bukannya tidak mencari tahu, dia sudah melihat rekaman kamera pengawas saat dia datang membawa Nasha. Semua bukti rekama itu menunjukkan jika wanita yang duduk di sampingnya ini merupakan istrinya. Tidak mungkin ditukar oleh orang lain tanpa sepengetahuannya. Selama dia berpikir, Bara tidak merasakan jika dia sudah sampai di depan rumah. Dia memasukkan mobil ke pekarangan rumah dan memarkirnya di sana. "Turunlah." "Terimakasih." Zoya turun dan menutup pintu mobil dengan berhati-hati, dia langsung mengikuti langkah Bara sembari melihat sekeliling. Walaupun mungil. Rumah yang disebutkan Bara ini sangatlah mewah untuknya. Zoya berhenti dan menatap foto pernikahan Bara, foto itu menampilkan kebahagiaan Bara dan juga Nasha. "Kalian tampak serasi." ucap Zoya spontan. Bara berhenti melangkah dan menatap foto pernikahannya, dia menghela napas lalu duduk di sofa. Sekarang dia akan menanyakan apa yang sedang terjadi sebenarnya. "Duduklah, kita perlu bicara." Zoya yang masih menatap foto itu langsung duduk. Dia membasahi bibirnya gugup, Zoya merasakan intimidasi Bara dari tatapan pria itu. Zoya bertekad untuk mengatakan yang sejujurnya yang terjadi, walaupun dia sangat tergiur dengan kasih sayang dan kepedulian Bara kepadanya selama mereka berpura-pura menjadi suami istri di depan keluarga dan mertua Bara. "Jelaskan apa yang membuatku percaya kalau kamu bukan istriku?" tanya Bara. Zoya menarik napas, "Pertama, aku tidak tahu kenapa bisa wajah kami mirip. Aku tidak bisa membuktikannya karena tidak memiliki apa-apa sekarang. Satu bulan yang lalu, entah itu hari apa..." ucapannya terhenti karena mengenang hari itu kembali. "Ada apa?" Bara tidak sabaran mendengarkan. Dia menyuruh Bara untuk tenang, "Aku mengundurkan diri dari pekerjaanku, mengambil gaji terakhir dan bersenang-senang dengan uang itu." Saat itu, Bara sudah menduga jika Zoya merupakan orang yang suka berfoya-fota. Mungkin sekarang wanita itu akan memanfaatkan diri serta kekayaannya untuk bersenang-senang suatu saat nanti. Zoya sendiri sudah paham dengan tatapan Bara dan tidak memperdulikannya. "Malam itu sangat tepat untuk rencanaku, tengah malam dan sudah tidak ada orang. Aku berada di pantai dan terus berjalan masuk ke air, malam itu aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku yang sulit." Mata Bara terbelalak ketika mendengarkan penjelasan Zoya, tetapi diam dan menunggu wanita itu melanjutkan penjelasannya. "Seharusnya aku sudah pergi, anehnya malah masuk ke tubuh ini. Aku tidak tahu bagaimana, aku juga bingung kenapa bisa ada disini." Bara mengusap wajahnya, "Kalau kamu memang bukan Nasha, lalu kemana istriku pergi?" "Aku juga tidak tahu." Jawaban itu membuat keduanya sama-sama terdiam. Bara bersandar di kursi, sementara itu Zoya hanya berdiam diri. Dia juga tidak ingin terjebak di tubuh orang lain. Bagaimana takdir bisa mempermainkannya seperti ini, Zoya tidak habis pikir padahal jika dia tenggelam di lautan masalahnya dengan dunia akan selesai. Zoya hanya menggenggam jemarinya erat karena bingung tidak tahu harus melakukan apa dan terjebak bersama orang asing. Jika saja, wanita ini tidak memili keluarga, dia mungkin akan kembali melakukan hal yang sama. "Ini membuatku frustasi. Tapi, kamu kuijinkan tinggal disini karena itu tubuh istriku." ucap Bara lalu pergi. Dia menatap pria itu dan diam saja. Tidak lama kemudian, Bara kembali dengan wajah datar. "Ikuti saya." Zoya langsung bangkit dan mengikuti kemanapun Bara melangkah. Pria itu berhenti di depan sebuah kamar. "Kamu sementara bisa menempati kamar ini. Untuk pakaian, nanti saya belikan yang baru. Kalau perlu sesuatu ada Mbak dibelakang. Saya ke kantor dulu." "Terimakasih." .. Zoya masuk ke dalam kamar, dia terkisap begitu melihat luas kamarnya. Tempat tidurnya juga sangat besar dan di lengkapi dengan kamar mandi pribadi. Dia menelan ludah melihat kemewahan kamar itu, Zoya berjalan pelan dan duduk di atas tempat tidur, dia hampir menangis ketika merasakan kelembutkan seprai dan tempat tidurnya. Tanpa menunggu waktu lama, Zoya berbaring di atasnya dan memejamkan mata. Dia langsung membayangkan wanita ini pasti memiliki segalanya, keluarga dan juga finansial yangg lebih dari cukup. Mereka memiliki wajah yang sama tetapi takdir yang jauh berbeda. Zoya bangkit ketika mendengar suara mesin mobil. Dia mendekat ke arah jendela, di sana dia melihat mobil Bara keluar dari pekarangan rumah. Zoya kembali ke tempat tidur, dia mengambil guling dan memutuskan untuk istrahat sebentar. Ketika baru saja akan terlelap, Zoya dikejutkan dengan suara perutnya yang berbunyi. Dia lupa jika hanya makan sedikit tadi pagi dan sekarang dia kelaparan. Zoya mengusir rasa kantuknya dan bergerak untuk bangun dari tempat tidur. Dia melangkah ke lantai bawa di mana dapur berada. Ternyata di sana ada seseorang wanita paruh baya yang sedang memasak. "Nyonya? Sebentar, saya siapkan makanannya." Zoya hanya tersenyum tipis dan mengangguk, seperti yang di ajarkan oleh Bara. Dia menunggu makanan selesai di sajikan sembari menahan dirinya untuk tidak menyentuh makanan sebelum tertata di atas meja. "Terimakasih." Setelah itu, Zoya baru saja akan mengambil piring untuk wanita itu agar bisa menemaninya makan bersama tetapi, wanita itu menghilang tepat setelah memberinya air minum. Akhirnya, dia makan sendirian. Dulu juga dia makan sendiri, tetapi ini jauh berbeda. Makanan sangat banyak dan dia bebas memilih yang mana dia inginkan. Setelah makan, Zoya berdiri dan meletakkan piring di wastafel. Tepat ketika dia ingin mencuci piring, mbak tadi langsung masuk dan mengambil alih pekerjaannya. "Saya aja Nyonya." Zoya mundur satu langkah, "Eh, terimakasih." Mbak itu tersenyum lalu merapihkan meja makan. Sementara itu, Zoya melangkah menjauh dari dapur. Dia berkeliling rumah, di beberapa dinding beberapa mereka dipajang, terlihat jika pasangan itu sangat bahagia. Zoya menghela napas panjang lalu memutuskan kembali ke kamarnya. Dia masuk dan berdiri tepat di belakang pintu, walaupun sekarang dia bisa tinggal di rumah megah seperti ini. Tetapi, Zoya tidak ingin merebut kebahagiaan siapapun dan menjadi orang lain yang bukan dirinya. ... Bara mengusap pelipisnya pelan, dia tiba-tiba pusing ketika mendapatkan sebuah undangan untuk hadir di sebuah perusaan baru yang di launching sahabatnya. Dia tidak tahu jika perusahaan itu baru saja selesai di bangun, dia melihat kotak berisi sebuah gaun untuk Nasha, sekarang dia harus memanggilnya Zoya. Dia belum bisa menerima kenyataan itu, Bara menganggapnya sebagai sesuatu yang diluar nalar. Orang waras tidak akan percaya, tetapi dia jelas-jelas tahu bagaimana sikap Nasha, itu sangat berbeda dengan yang sekarang. Bara terpaksa percaya jika Zoya itu benar-benar ada. Bara juga sudah menanyakannya kepada dokter yang selama ini menangani istrinya, mereka tidak mungkin dua kepribadian yang berbeda dalam satu tubuh. Entah, sebuah keajaiban apa yang terjadi membuat Zoya hadir di tubuh istrinya. Pertanyaan yang paling besar di hatinya ini kemana perginya Nasha? Apa dia baik-baik saja? Rumah terasa asing tanpa keberadaan Nasha, dia sudah sangat merindukannya. Bara menatap keluar jendela mobil, biasanya dia selalu senang dan ingin bergegas sampai di rumah. Sekarang, dia bahkan tidak ingin pulang. Hatinya merasa salah. Ketika sudah sampai di rumah, Bara memanggil Mbak Suti, pembantu rumah tangga yang sudah bekerja bersamanya puluhan tahun sejak dia kecil. "Mbak, tolong kasih Nasha ya. Bilang kalau mau dipakai nanti malam." "Iya, Pak." Tidak lama kemudian, Mbak Suti kembali dan berdiri di sampingnya. "Nyonya nggak ada di kamar, Pak." Bara memejamkan matanya, dia lupa jika Zoya sudah dia tempatkan di kamar berbeda dan pembantu rumahnya belum tahu. "Berikan kepada saya, biar saya yang kasih." Dia langsung naik ke lantai dua dan menuju kamar Zoya, Bara mengetuk pintu. Tidak lama kemudian Zoya membuka pintu dengan mata bengkak dan rambut berantakan. Dia refleks tersenyum dan mencubi pipi wanita itu. Ketika melihat ekspresi terkejut Zoya, barulah Bara sadar jika itu bukan istrinya. "Bersiap-siaplah, kita akan berangkat dua jam lagi. Kamu boleh masuk ke kamar untuk bersiap, di sana banyak barang-barang Nasha yang mungkin bisa kamu gunakan." ucap Bara. Zoya mengerjabkan matanya, kesadarannya belum pulih sepenuhnya. Dia meletakkan kotak itu di nakas lalu menutup pintu. Zoya berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan memperbaiki rambutnya. Rambutnya sangat berantakan, hal yang membuatnya sangat malu karena di tertawakan oleh Bara. Walaupun bukan tubuhnya, dia harus merawat tubuh ini dan berharap jika Nasha akan segera kembali. Zoya pergi ke kamar yang di maksud oleh Bara. Dia terkejut ketika melihat pria itu keluar dari salah satu pintu kaca yang ada di dalam kamar. " Kamu bebas memakai apapun, aku cukup percaya kamu tidak akan mengambil satupun barang, bukan?" tanya Bara. Zoya langsung mengangkat dagunya, "Tentu saja, walaupun dulu aku miskin. Aku bukan pencuri." Bara menganggukkan kepalanya pelan, "Bersiaplah, aku akan mandi di kamar sebelah. Kamu bisa memakai kamar ini sepuasmu. Apakah kamu perlu seseorang untuk membantumu berdandan?" Zoya akhirnya bersiap dia berhati-hati memakai gaun yang sepertinya sangat mahal itu. Warnanya sangat bagus, berwarna biru di bagian atas dan semakin ke bawah ada butiran kristal berwarna putih. Dia terkejut setelah memakai gaun itu, ternyata gaunnya hanya bisa menutupi d**a, tetapi punggungnya tidak tertutupi sama sekali. "Wah, sepertinya pria itu memiliki selera yang bagus." gumam Zoya sembari menatap pantulan dirinya di depan cermin. Setengah jam kemudian, Zoya melepas gaun itu dan mulai berdandan. Inilah impian terbesarnya selama ini, tetapi dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan di dunia make-up karena tidak memiliki uang. Setelah puas dengan hasilnya, Zoya berdiri dan mulai memakai gaun yang sebelumnya dia coba. "Ini sangat cantik." gumamnya lalu berputar-putar di depan cermin. Zoya masuk ke ruangan yang sebelumnya Bara masuki, mulutnya membentuk lingkaran ketika sampai di dalam. Di sana bisa dibilang sebuah lemari. Di tengah-tengahnya tampak kotak besar yang berisi banyak sekali perhiasan dan juga dasi serta jam tangan mahal yang pasti milik Bara. Dia memilih kalung berwarna putih serta sepasang anting dan juga satu cincin. Zoya melihat cincin polos berwarna putih di jemarinya, itu merupakan cincin pernikahan. Setelah merasa cukup, Zoya akhirnya keluar dari tempat itu dan kembali berdiri di depan cermin sekali lagi sebelum keluar dari kamar. Zoya jelas sekali melihat Bara menoleh ke arahnya ketika dia berjalan menuruni tangga. Sebelah tangannya memegang sepasang sepatu beludru bewarna senada dengan gaunnya. Dia juga menatap ke arah Bara, Zoya terhipnotis dengan ketampanan pria itu. Dia mengerjabkan mata untuk menyadarkan dirinya. "Sekarang, aku baru yakin jika kamu bukan istriku." ucap Bara. Zoya mengerutkan kening, "Kenapa?" "Dia sama sekali tidak bisa berdandan." Zoya tersenyum kecil, "Berarti sekarang kamu mulai percaya?" Pria itu langsung murung, Zoya menunduk ke lantai karena sudah mempertanyakan sesuatu yang salah. Dia langsung memakai sepatunya untuk mengurangi suasana canggung itu. Mereka langsung pergi setelah dia siap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD