Chapter 3 - Kebohongan

1747 Words
Bara terkejut dengan pertanyaan Nasha, tangannya membeku dan berhenti membelai kepala istrinya. Peraasaannya tidak enak ketika mendapatkan respon penolakan dari Nasha. Dia langsung berdiri, menatap istrinya yang juga sedang menatap ke arahnya. "Nasha? Jangan mengerjaiku seperti ini. Aku tahu, aku minta maaf karena selalu menyuruhmu pergi ke kantor saat larut malam." "Apa yang sedang kamu bicarakan? Siapa Nasha? Namaku Zoya." Bara menghembuskan napas panjang, dia kembali duduk. "Kamu istriku, kita menikah satu tahun yang lalu. Tapi, kita sudah kenal lama sebelumnya." Zoya mengusap wajahnya, "Aku bukan Nasha. Kamu mungkin salah orang, apa kamu yang menyelamatkanku dari pantai?" "Pantai? Kamu pingsan di ruang kerjaku sayang." ucap Bara menggenggam tangan Nasha. Situasi semakin rumit, Bara tidak mengerti apa yang Nasha ucapkan. Dia seperti melihat orang lain yang berbeda dari Nasha di mata istrinya itu. Padahal dia jelas sekali istrinya, dia sendiri yang membawa Nasha ke rumah sakit. Tidak mungkin istrinya tertukar dengan orang lain. Bara jelas-jelas tahu jika yang sedang berbaring di depannya ini istrinya. Dia sedang tidak berkhayal ataupun berpura-pura. Bara terdiam, dia menunggu wanita yang mengaku sebagai Zoya itu bericara kembali. Wanita itu memukul kepalanya, "Biarkan aku beristirahat sebentar." Bara pergi dan memilih duduk di sofa. Pikirannya berkecamuk, tidak mungkin Nasha berubah menjadi orang lain, mereka saling mencintai satu sama lain dan sudah mengenal Nasha selama bertahun-tahun. Tidak mungkin orang yang juga mencintainya itu tiba-tiba menjadi orang asing. Lagipula, dia jelas tahu jika Nasha orang yang begitu tulis dan baik. Selama betahu-tahun dia tidak mungkin di tipu oleh wanita baik seperti itu. Keluarganya uga jelas, mungkin Nasha hanya sedang mengerjainya karena kesal. Bara melirik Nasha yang sedang tertidur. Mungkin keadaan istrinya akan segera membaik setelah beberapa hari. ... Zoya hanya berpura-pura tertidur, dia takut jika membuka mata pria itu akan mengajaknya kembali berbicara. Kepalanya sakit ketika pria itu terus menyebutkan nama 'Nasha' yang dia tahu nama istrinya. Dia jelas-jelas bukan Nasha, kenapa pria itu terus saja menyebutnya sebagai Nasha. Pria itu tiba-tiba keluar setengah jam kemudian, Zoya aru membuka matanya setelah mendengar pintu tertutup. Dia menghela napas panjang, bagaimana kerumitan ini kembali terjadi di dalam hidupnya. Zoya kembali memegang kepalanya yang terasa pusing. "Sebenarnya apa yang terjadi denganku?" gumam Zoya putus asa. Padahal dia sudah yakin ingin mengakhiri hidupnya, tetapi malah kembali hidup seperti ini. Zoya bangkit dari tempat tidur dengan susah payah. Dia berjalan pelan ke arah jendela sembari membawa tiang infusnya. Pemandangan di luar jendela membuatnya yakin jika dia memang hidup kembali. Zoya berbalik dan menemukan cermin yang ada di dinding. Di sana dia melihat wajahnya, bukan wajah orang lain yang bernama Nasha itu. Zoya berjalan mendekat dan memegang wajahnya. Walaupun wajahnya jauh lebih bersih dan juga terawat, ini memang wajahnya. Tidak mungkin ada orang dengan wajah sama persis dengan miliknya, kecuali mereka memang kembar. Tetapi, suadara kembar pun pasti memiliki perbedaan. Zoya menatap wajahnya lamat-lamat, tidak ada yang berbeda. Dia memang sedang menatap dirinya sendiri. Zoya menghela napas sampai membuat kaca berembun. Dia kembali ke tempat tidurnya beberapa menit kemudian, tidak lama dua pasangan paruh baya masuk ke dalam kamar perawatan yang dia tempati. Zoya berpura-pura tidur agar bisa mendengarkan percapakan mereka, mungkin mereka menyembunyikan banyak darinya. "Apa yang harus kita lakukan, Mbak? Kata dokter semuanya normal, tetapi kata Bara dia bukan Nasha tapi Zoya." tanya Raima kepada besannya. Nuha yang merupakan ibu Nasha menatap anaknya yang sedang memejamkan mata, "Saya juga bingung, Mbak. Tidak pernah Nasha seperti ini." "Mungkin dia masih kelelahan atau memang mau isengin Bara. Sudahlah, yang penting Nasha sudah sadarkan diri." ucap Zufar. Pasangan itu lalu berbicara tentang bisnis di ruangan kecil yang memiliki sofa di samping jendela. Zoya hanya mendengarnya samar-samar. Dia sedang berpikir, apakah mereka benar-benar serius atau hanya memanfaatkannya saja, tetapi semua memang terasa lebih nyata. ... Bara baru saja sampai di rumah sakit ketika bertemu langsung dengan seorang dokter kandungan yang selama ini dokter yang menangani kondisinya dengan Nasha. Dokter itu tersenyum dan menyapanya, "Pagi, Pak Bara. Sebelumnya saya ucapkan selamat atas kondisi Nasha yang sudah membaik." "Terimakasih, Dokter. Tetapi, sekarang Nasha sedikit kesal kepada saya. Dia sedang tidak ingin berbicara kepada siapapun." ucap Bara lesu. Dokter itu hanya menepuk punggungnya, "Sabarlah, wanita memang seperti itu. Mungkin dia akan membaik setelah beberapa hari." Mereka berbicara sampai berada di depan ruang perawatan Nasha. "Oh iya, sesuai janji. Hari ini saya akan melakukan inseminasi buatan kepada Nasha. Saya rasa kondisinya sudah cukup stabil." "Benarkah? Kalau begitu lakukan saja Dokter. Sebelumnya, Nasha sudah menyetujui akan dilakukan hari ini." ucap Bara. Dokter itu mengangguk, "Tentu saja, ini hari yang sesuai. Semoga kalian segera mendaatkan momongan." Bara menemani dokter itu masuk, dia ingin memperkenalkannya kepada kedua orangtuanya. "Ma, Pa kenalkan ini dokter Firly." Dia juga menjelaskan apa yang akan Nasha lakukan, mereka langsung mendukung sepenuhnya. "Tapi, apakah tidak apa-apa. Nasha sedang tertidu?" tanya Raima. Dokter Firly mengangguk, "Malah lebih bagus lagi. Ini akan cepat dan tidak sakit sama sekali." Setelah itu, Dokter Firly melakukan pekerjaannya di bantu satu perawat. Bara dan keluarganya menunggu di depan ruangan, sementara itu kali ini Zoya benar-benar tertidur. Dia bosan mendengar mereka berbicara dan akhirnya terlelap. Dokter berada di dalam ruang perawatan selama satu jam sebelum keluar. "Bagaimana Dok?" tanya Bara. Dia yang pertama menyadari keberadaan Dokter Firly keluar dari kamar Nasha. Dokter Firly menghampirinya dan tersenyum. Prosesnya berjalan dengan lancar, kita tunggu kabarnya 3 atau 4 minggu lagi. Kedua keluarga sangat senang mendengar kabar itu, apalagi Bara. Dia berharap istrinya bisa mengandung karena itu juga yang di harapkan oleh Nasha selama ini. ... Zoya terbangun, dia melihat jendela sudah di tutup dan rumah sakit terasa lebih sepi dari biasanya. Zoya melirik ke jendela dan tidak ada orang di sana. Hanya dia yang berada sendirian di kamar itu, Zoya bergerak memperbaiki posisi tubuhnya dan mengerutkan kening ketika merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Dia mengabaikan hal itu karena merasa sudah terlalu lama berbaring di sini dan mungkin itu normal. Zoya turun dari tempat tidur, rasa pusingnya sudah menghilang. Jika dikehidupan lamanya dia pasti sudah berangkat untuk bekerja. Dia ingin melupakan masa lalunya yang menyedihkan itu. "Sedang melihat apa?" Zoya terkejut ketika mendengar suara, dia berbalik dan menemukan Bara sedang menutup pintu dan melangkah kearahnya sembari membawa kantong pelastik. Dia membalikkan tubuhnya ke jendela lagi, tiba-tiba dia merasa kedua tangan memeluknya dari belakang. "Bulannya indah ya? sampai mengabaikanku?" tanya Bara lagi. Zoya menganggukkan kepalanya kaku, dia memutuskan untuk bersandar di d**a pria itu dan itu membuat pelukannya semakin erat. Walaupun otaknya menolak, hatinya senang karena bisa dipeluk seperti itu. Zoya tidak pernah mendapatkannya, tanpa terasa air matanya menetes karena merasa apa yang dia lakukan sekarang ini salah. "Ssshhh... jangan menangis sayang. Aku tahu aku salah, maafkan aku." ucap Bara mengeratkan pelukannya. Hati bara lega karena dia sudah bisa memeluk tubuh istrinya. Sementara itu, Zoya terus berdebat dikepalanya jika ini tidak benar. Dia tidak ingin mengambil kebahagiaan siapapun demi menyenangkan dirinya. Dia berbalik dan menatap Bara, "Bara? Apa kamu malam itu benar-benar tidak menolongku di pantai?" "Kita tidak sedang kepantai, Nasha. Malam itu, kita ada di kantorku." jawab Bara. Zoya seperti sudah menduga jawaban Bara. Dia menghela napas lalu kembali menatap mata pria itu, "Mungkin saja aku dan istrimu tertukar denganku saat masuk ke rumah sakit." "Kita membahas ini lagi? Kupikir kamu sudah memaafkanku, ternyata belum. Tidak mungkin itu terjadi sayang, aku sendiri yang membawamu dan tidak akan pernah membiarkanmu tertukar dengan orang lain." balas Bara. "Tapi, aku bukan Nasha. Aku Zoya." ucapnya putus asa. Bara mengetatkan rahang, "Tanggal berapa ulang tahunmu." "Tiga januari." balas Zoya spontan. "Itu memang tanggal kelahiranmu. Jangan marah lagi kepadaku, kumohon. Aku tidak akan menyuruhmu ke kantor lagi saat larut malam." Bara sungguh-sungguh. Zoya menyandarkan dirinya di dinding karena merasa pusing, tiga januari jelas-jelas ulang tahunnya tapi kemungkinan itu semua hanya kebetulan. Pasti masih banyak orang diluar sana yang lahir pada tanggal yang sama. Bara menangkapnya ketika tubuhnya akan terjatuh. Pria itu mengangkat tubuhnya seperti bulu dan membaringkannya di tempat tidur. "Istriahatlah. Aku akan kembali besok." Lagi-lagi, dia ditinggal sendirian. Zoya hanya bisa menatap langit-langit kamar. Dia ingin berteriak kepada tuhan, apa takdirnya sedang di permainkan. Dia tidak mungkin tiba-tiba di beri keluarga lengkap dengan semua orang menyayanginya. Kehidupan yang sanat bertolak belakang dengan apa yang dimilikinya dahulu. Jika, Nasha benar-benar ada dan mirip dengan dirinya itu sungguh keajaiban. Tetapi, dia tidak ingin mengambil kehidupan Nasha dan menggantikan wanita itu. Jika keadaannya sudah membaik nanti, Zoya akan menjelaskannya kepada Bara dan juga keluarga pria itu agar mencari Nasha yang asli. ... Zoya baru saja selesai sarapan, Bara sedang duduk di dekat jendela tanpa mengajaknya berbicara sejak tiba. Dia sendiri mengambil ponsel berwarna hitam yang ada di atas nakas. Ponsel itu terkunci dengan sidik jari, ajaibnya Zoya bisa membuka ponsel itu dengna sidik jarinya. "Itu ponselmu." ucap Bara pelan. Dia hanya menoleh sebentar lalu kembali fokus dengan ponsel yang ada di tangannya. Zoya langsung menuju galeri, dia langsung membukanya dan banyak foto di dalamnya. Zoya tercekat ketika melihat foto-foto yang ada, dia menelan ludah ketika meliaht foto wanita itu benar-benar sangat mirp dengannya. Di sana banyak foto wanita itu dengan Bara, termasuk foto lamaran dan juga pernikahan mereka. Tangan Zoya bergetar ketika melihat semua foto itu, "Bagaimana mungkin?" "Bagaimana apanya? Jangan membuatku percaya jika kamu itu bukan Nasha." ucap Bara. Zoya memperlihatkan ponsel itu, "Tapi, bagaimana kalau memang bukan." Bara berjalan mendekat, "Apa yang kukatakan kepada keluarga kita jika kamu bukan Nasha?" "Apa? Sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan!" tanya Nuha lalu kehilangan kesadarannya. Bara langsung menolong ibu mertuanya yang pingsan, mereka langsung memanggil perawat. Zoya yang melihatnya juga ikut terkejut, semua orang langsung pergi dan meninggalkan dirinya sendiri. Tidak lama kemudian Bara kembali datang dan berjalan mendekat ke arahnya. "Kita perlu bicara." ucap Bara tegas. Zoya bangkit dari tempat tidur dan duduk, sementara Bara kembali untuk mengunci pintu agar tidak ada yang masuk. "Mama Nuha baru sadar, dia kaget karena dia pikir anaknya berubah." "Tapi, aku..." Bara menatapnya tajam, tatapan dingin pertama yang dia lihat selama seminggu lebih berada di ruangan ini. "Kita bahas persoalan kamu itu Zoya atau istriku Nasha nanti saja. Ketika orangtua kita datang, pastikan kamu tidak membantah lagi. Biarkan mereka percaya kamu adalah istriku." Akhirnya, Zoya mengiyakannya setelah berpikir lama. Dia mengaku hanya bercanda saja bersama Bara, mereka sudah baikan dan itu hanya ucapan asal untuk membuat Bara menyesal. Zoya sangat berusaha untuk meyakinkan mereka, dia rela dipeluk oleh dua orang ibu yang sama sekali tidak dia kenal. Mereka pergi ketika tengah malam, Zoya benar-benar terlarut dalam kepura-puraan karena keluarga itu sangat hangat dan menyayanginya. Andai saja dia memang Nasha dan ditakdirkan menjadi bagian keluarga ini pasti sangat menyenangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD