Bab 3 - Bee Datang

712 Words
Rose Aku sama sekali tidak menyangka keputusan mengantar Bee ke kamarnya akan menjadi penyesalan terbesar hidupku. Kilasan kejadian semalam terus terulang di kepalaku saat ini. Berjam-jam aku mengguyur tubuhku di bawah air pancuran shower tidak memberikan efek apapun. Aku tetap merasa hina dan tidak berharga. Bee menyakitiku. Bee melakukannya secara paksa. Flashback On Bee terus menyalahkanku atas kesalahan yang tidak kumengerti sambil terus melumat bibirku. Sakit, hanya itu yang kurasakan di bibirku saat ini. Lumatan yang dilakukan Bee sama sekali tidak lembut dan romantis seperti yang digambarkan dalam kisah-kisah percintaan. Apa yang kualami saat ini murni hanya pelecehan dari sahabatku sendiri. Tidak cukup hanya melukai bibirku dengan lumatan dan gigitan kasarnya, Bee juga melancarkan tangannya untuk menyentuh seluruh tubuhku. Remasan kuat dilakukannya di bagian tubuhku yang harusnya terlindungi. Sakit, kembali hanya itu yang kurasakan. Robekan kasar yang dilakukannya pada gaunku pun membuatku meringis ngeri. “Bee... please don’t do this...” aku mencoba memohon padanya ketika tubuhku sudah hampir polos. “Shut up Rose... you are so sexy... let me do you once and I’ll forgive you...” aku menggeleng kuat mendengar jawaban Bee. “Jangan Bee... please...” aku terus menangis dan memohon sampai kemudian aku mendadak berteriak karena Bee membanting tubuhku dalam posisi terbalik. Hanya umpatan kasar dan kata-kata mengerikan yang terus diucapkan oleh Bee. Tidak sama sekali dia seperti mendengar permohonanku agar dia berhenti. Matanya seperti tertutup oleh emosi yang entah apa penyebabnya. Semuanya terjadi begitu saja, hanya sakit yang kurasa. Tak lama kemudian aku merasakan ada gejolak aneh dari dalam tubuhku. Saat itulah semunya terasa berakhir. Aku lelah dan tidak bisa bergerak setelahnya. Namun tidak dengan Bee. Bee kembali melakukan berbagai hal pada tubuhku sepanjang malam hingga pagi menjelang. Flashback Off ***** Kini sudah satu minggu setelah kejadian mengerikan itu menimpaku. Selama seminggu itu juga, aku mengurung diriku di kamarku. Aku tidak keluar bahkan untuk mengurus butikku. Aku mempercayakan berbagai tugas pada karyawan baru yang sangat kupercaya, Anita. Anita baru saja kurekrut untuk membantu pengelolaan keuangan di butikku saat ini. Walau masih baru beberapa bulan bersamaku, aku bisa mempercayakan banyak hal padanya. Dia gadis yang periang, jujur, dan selalu berkata apa adanya. “Nit... aku titip butik ya...” ucapku kembali pagi ini memberikan kabar padanya. “Mba masih sakit? Aku jenguk ya?” tanyanya khawatir. “Nggak usah Nit... Aku cuma perlu istirahat sebentar lagi...” ucapku mencoba mencegahnya menemukan keberadaanku yang hancur berkeping-keping kini. “Yaudah cepet sembuh ya Mba... Oh ya Mba... temen Mba ada yang nyariin kemarin...” jelasnya. “Teman aku? Siapa?” tanyaku penasaran. “Mas Bee... katanya Mba nggak bisa dihubungi... tumben bukannya yang ngehubungin Mba biasanya cuma Mas Bee? Hehe” tanyanya sambil terkekeh. Aku kembali merinding mengetahui Bee mencariku. Apa lagi yang diinginkannya dariku? Tidak cukupkah dia menghancurkanku malam itu? “Mba... mbaa? Kok diem? Ini masih nyambung gak sih?” terdengar sayup-sayup suara Anita melalui telepon dan menyadarkanku kembali dari pikiran burukku. “Nit...” aku memanggilnya mencoba berbicara lebih tenang. “Ya Mba?” Anita menjawab cepat. “Kalau Bee datang lagi... kamu jangan kasih tau aku nggak masuk karena sakit ya...” aku meminta tolong padanya. “Yah Mba... Aku udah terlanjur bilang Mba udah nggak masuk seminggu... terus Mas Bee nanya Mba kenapa? Aku jawab sakit... Habis itu Mas Bee pergi...” Anita kembali menjelaskan. “Oh...” hanya itu yang dapat kujawab dan kemudian memutus sambungan telepon segera. Perasaan takut menyelimutiku. Bagaimana jika Bee datang menemuiku? Aku belum siap bertemu dengannya. Tidak akan pernah siap sejak aku terbangun di ranjang hotel saat itu. Saat aku terbangun dengan paha penuh lelehan darah dan tubuh memar di mana-mana. Aku berusaha menguatkan diriku untuk pergi meninggalkannya walau berjalan tertatih. Aku berusaha membangun kembali kepercayaan diriku seminggu ini, walau sulit. Akan tetapi semuat itu akan sia-sia jika Bee kembali datang. ***** Sore hari pun tiba, ketika aku masih terlelap dalam tidur nyenyakku. Namun tidurku terganggu ketika bunyi bel terus menggema memenuhi kamar apartemenku. Aku membuka mata dan mencoba menyadarkan diri untuk menuju ke pintu apartemenku. Sambil masih berjalan, tiba-tiba tubuhku berhenti ketika suara bel kini dibarengi juga dengan gedoran keras di pintu. “Rose... Aku tahu kamu di dalam... buka pintu ini... sekarang...” suara Bee terdengar menyalak di luar sana. Bee datang. Bersambung   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD