Part 4

1497 Words
“Dia sungguh berani mencari masalah denganmu.” Helen yang sedang sarapan bersama Darren di kediaman pria itu baru saja bicara. “Dia adalah wanita angkuh dan sombong. Aku harus menemukannya, lalu membuat wanita sombong itu bertekuk lutut di hadapanku!” Darren masih sangat marah karena kejadian semalam. Helen menatap Darren yang terlihat sangat marah sekarang. Helen sudah tahu apa yang terjadi karena Darren sudah menceritakan semuanya. Helen ikut penasaran siapa wanita yang berani melakukan itu pada Darren. Saat wanita lain tergila-gila pada Darren, dia justru mempermalukan Darren di depan banyak orang. Entah dia tidak tahu kekuasaan yang dimiliki oleh Darren, atau dia memang pemberani. “Dia cantik?” tanya Helen. Darren yang sedang meninum kopinya menoleh pada Helen. Darren meletakkan kopinya di atas meja, lalu memfokuskan pandangannya pada Helen. “Kenapa kau bertanya seperti itu?” “Kau mudah terpesona oleh kecantikkan wanita. Bagaimana jika kau justru terpesona olehnya?” Helen bertanya sembari menikmati makanannya. Darren tertawa mendengar ucapan Helen. “Kau cemburu? Apa rasa itu penting sekarang? Kita akan menikah pada akhirnya, aku hanya main-main dengan wanita di luar sana sampai hari pernikahan dan kau yang memberiku izin untuk melakukannya. Lagi pula, mana mungkin aku terpesona oleh wanita yang sudah menjatuhkan harga diriku? Itu tidak mungkin terjadi!” “Apa kau mencintaiku?” sudah sangat lama sejak terakhir kali Helen menanyakan hal ini pada Darren. “Untuk apa lagi menanyakan hal itu? Kita akan menikah, kan?” “Kita menikah karena perjodohan dan aku tidak pernah tahu isi hatimu tentang diriku.” Dengan cepat Helen menjawab pertanyaan Darren. Ekspresi Darren seketika berubah setelah mendengar ucapan Helen. “Kau tahu betul kalau aku tidak pernah peduli dengan cinta. Bagiku, cinta itu hanyalah perasaan yang akan membuat seseorang lemah. Menyetujui menghabiskan sisa hidupku denganmu, bukankah itu sama saja dengan cinta? Kita sudah saling mengenal satu sama lain sejak kecil dan sebentar lagi akan menikah. Kita tidak perlu cinta.” Helen tersenyum mendengar apa yang Darren katakan. Benar. Cinta adalah perasaan yang membuat seseorang menjadi lemah, sebab itu terjadi padanya. Terlalu cinta pada Darren membuatnya rela melihat Darren bermain-main dengan wanita lain, agar Darren tidak membatalkan pernikahan. Bagi Darren, sebelum menikah kebebasan sepenuhnya haknya, wanita yang masih sebatas calon istri tidak punya hak untuk melarang kebebasannya. Darren tidak tahu tentang rasa cinta di hatinya, jadi, Helen yakin Darren tidak tahu betapa sakit hatinya saat melihat Darren bersama wanita lain. “Bagaimana kalau kita jalan-jalan hari ini? Aku ingin makan kue pie yang dulu sering kita beli, saat kita masih TK.” Menghabiskan waktu bersama Darren adalah saat-saat terindah dalam hidup Helen. Helen harap akan setuju diajak pergi. “Tentu. Aku juga tiba-tiba ingin memakannya.” Dan Darren menyetujui ajakkan Helen. •••• Sementara itu, di rumah Sandra, wanita ini menyesal karena memilih pulang untuk bertemu dengan pria yang mencarinya. Jika tahu kalau pria itu adalah Daniel Park, saudara tirinya, maka Sandra tidak akan pernah mau bertemu dengannya. Sandra tidak akan pernah mau lagi bertemu dengan bagian dari orang-orang yang telah menyakiti hati ibunya. Kini Sandra tahu kenapa Daniel tidak mau mengatakan siapa namanya, karena tahu jika ia tidak akan mungkin pulang kalau tahu siapa yang menunggu untuk bertemu. “Kakak ....” “Aku bukan kakakmu.” Sandra dengan cepat menyela kalimat Daniel. Delvin yang masih ada di rumah Sandra mendengar bagaimana dinginnya nada suara Sandra pada pria bernama Daniel itu. Delvin benar-benar tidak tahu seperti apa persisnya hubungan Sandra dan Daniel, sebab hidup Sandra sangat penuh dengan misteri. Tidak sembarang orang bisa mengetahui hidup Sandra secara sepenuhnya. “Maaf jika aku bicara lancang. Aku ingin mengatakan kalau Ayah sakit kanker dan keadaannya semakin memburuk. Sudah lama aku mencari keberadaanmu, karena Ayah sangat ingin bertemu denganmu. Tolong temui Ayah ....” “Siapa yang kau maksud? Pria itu bukan Ayahku, sejak dia menghancurkan hidup Ibuku dan nyaris membuatku menjadi wanita penghibur!” Sandra lagi-lagi menyela kalimat Daniel. Sandra bahkan membentak Daniel sekarang. Daniel tahu betapa sakit hati Sandra karena masa lalu yang buruk dan Daniel juga benci jika mengingat bahwa dirinya adalah anak dari seorang wanita yang selingkuh dengan suami orang lain. Daniel tidak ingin membuka kembali luka lama Sandra, tapi Daniel juga tidak bisa melihat ayahnya terus memohon untuk dipertemukan dengan Sandra. “Aku dan Ibuku akan meminta maaf padamu, jadi, tolong temui Ayah sekali saja. Ayah selalu menangis dan memohon agar dipertemukan denganmu.” Daniel, pria berusia 22 tahun ini terus memohon pada Sandra. Sandra tidak mengatakan apa-apa, tapi langsung kembali masuk ke dalam mobilnya dan pergi dengan kecepatan tinggi. Sandra benar-benar muak dengan pembicaraan yang membuatnya mengingat kembali kenangan buruk yang menghancurkan hidupnya. Daniel ingin pergi menyusul Sandra karena ia membawa mobil, tapi Delvin langsung menahan tangan Daniel. “Aku tidak begitu tahu seperti apa Sandra sebenarnya, tapi sejauh yang aku tahu, Sandra akan semakin benci ketika seseorang terus mendesaknya melakukan hal yang tidak dia sukai. Aku tidak bermaksud ikut campur, hanya tidak ingin hubungan kalian semakin memburuk.” Delvin bicara pada Daniel. “Aku mengerti, tapi Ayahku selalu menangis dan memohon agar dipertemukan dengan Kak Sandra. Aku tidak kuat lagi melihat Ayahku seperti itu.” “Jika Sandra berkata tidak, maka kau tidak akan bisa melakukan apa-apa. Hanya Sandra sendiri yang bisa membuat kata tidak menjadi ya. Tetapi jika kau masih ingin tetap mengikuti Sandra, maka pergilah. Aku pergi dulu.” Delvin pergi setelah membalas ucapan Daniel. Daniel diam di tempatnya. Entah apa hubungan pria tadi dengan Sandra, tapi sepertinya dia cukup mengenal Sandra. Daniel memutuskan untuk tidak menyusul Sandra setelah mendengar kata-kata pria yang ia tahu bernama Delvin itu. Menyusul dan terus mendesak sepertinya memang tidak akan menghasilkan apa-apa, selain kebencian. •••• Sandra terus mengendarai mobilnya dengan wajah yang terlihat menahan kemarahan yang telah lama tertanam di hatinya. Ini menyebalkan. Sandra sungguh benci ketika dirinya harus bertemu lagi dengan orang yang membuat mengingat tahun-tahun yang paling ia benci dalam hidupnya. Karena berkendara dalam keadaan marah membuat Sandra tidak fokus, sampai tidak sadar sudah lampu merah dan akhirnya membuat Sandra menabrak mobil yang ada di depannya. Sandra masih diam di tempatnya saat pria yang merupakan pemilik mobil yang tadi ia tabrak terus mengetuk jendela mobilnya untuk meminta pertanggungjawaban. Kedua tangan Sandra menggenggam erat setir, ketika kenangan buruk saat dirinya diminta menari dengan pakaian sexy dan diseret ke sebuah kamar oleh pria b******k, karena ayahnya kalah main judi terus terlintas di ingatannya. Sandra benci hal itu. Ketika sadar ada seseorang mengetuk jendela mobilnya, saat itu juga Sandra langsung mengambil sejumlah uang, lalu membuka kaca jendela mobil, dan memberikan uang itu pada pria pemilik mobil. “Maaf.” Hanya ini yang Sandra katakan, kemudian pergi karena lampu sudah kembali hijau. “Wanita sombong!” pria itu berucap dengan nada kesalnya. Untuk menenangkan dirinya yang dalam kondisi kacau, Sandra memilih untuk pergi ke pantai dan duduk di atas pasir seorang diri. Kata-kata Daniel kembali tergiang di telinga Sandra dan Sandra tidak mengerti atas dasar apa pria yang masih bisa mengaku sebagai ayahnya memohon hingga menangis ingin bertemu dengannya. “Di saat sudah sekarat, baru dia ingat denganku? Ayah? Ayah macam apa yang menjadikan anaknya sebagai taruhan perjudian? Ayah macam apa yang bahkan tidak pernah peduli pada anaknya? Ayah macam apa yang memberikan hadiah terburuk di hari ulang tahun anaknya? Itu sungguh seorang ayah? Aku tidak lagi menganggapnya sebagai ayah. Dia hanya pria b******k yang telah merusak hidupku.” Sudah sangat lama Sandra tidak lagi menganggap pria itu sebagai ayahnya. “Ahhkkhh!!” Sandra berteriak untuk melepaskan semua amarahnya. Sandra tidak ingin kemarahan memenuhi hatinya, karena Sandra takut dirinya akan terlihat menakutkan di depan Rachel. Dalam hidup Sandra, Rachel adalah segalanya, Sandra tidak ingin memberikan kenangan buruk apapun pada Rachel. •••• Saat ini, Sandra sedang berdiri di depan sekolah Rachel, menunggu tuan putri kesayangannya keluar. Saat Rachel akhirnya terlihat, Sandra seketika tersenyum dan berjongkok untuk menyambut pelukkan hangat dari Rachel. “Ibu!” Rachel terlihat sangat bahagia ketika berhasil memeluk sang ibu. “Bagaimana sekolahmu hari ini? Menyenangkan?” tanya Sandra, ketika Rachel tidak lagi memeluknya. “Ya. Sangat menyenangkan. Tapi Ibu, aku ingin makan kue pie. Kemarin aku ke sana dengan Paman, tapi tempatnya tutup.” Rachel menunjukkan wajah cemberutnya. “Kenapa cemberut? Kita bisa ke sana sekarang, kan? Nenek Jane pasti buka sekarang. Ayo.” Sandra berdiri, lalu menggandeng tangan Rachel. “Yeayy! Aku akan makan kue pie!” Rachel berseru dengan bahagianya, lalu masuk ke dalam mobil sang ibu. Sandra tidak tahu kenapa Rachel bisa sangat menyukai kue pie, hingga Rachel kadang merengek karena tidak bisa terlambat dibelikan kue pie. Sandra tidak begitu menyukai kue pie, tapi sangat menyukai kue serba coklat, sama seperti ibunya. Sandra tidak tahu apakah Rachel sangat menyukai kue pie karena menuruni sifat seseorang, atau itu sebenarnya tidak berhubungan sama sekali. Di sisi lain, tanpa diketahui oleh Sandra dan Rachel, seseorang diam-diam mengambil foto ibu dan anak itu. Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali orang itu mengambil foto Sandra dan Rachel, lalu orang ini terlihat ikut tersenyum ketika melihat Sandra dan Rachel tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD