Part 5

1441 Words
Sandra dan Rachel sudah duduk menikmati kue pie, dengan ditemani oleh sang pemilik toko kue. Sandra mengenal pemilik tempat ini, yaitu Jane Lim. Rachel sering memanggil Jane dengan sebutan nenek dan Jane tidak marah dengan hal itu, tentu saja karena Jane tidak bisa menolak keimutan Rachel. “Kenapa kemarin Nenek tidak buka? Aku sangat ingin makan kue pie buatan Nenek. Ini yang terbaik!” Rachel memberikan dua jempol pada Jane. Jane tersenyum melihat Rachel yang lagi-lagi memperlihatkan keimutannya. “Kemarin hari peringatan kematian suami nenek, jadi, nenek tidak buka. Sebentar lagi ulang tahunmu, kau ingin hadiah apa?” “Bibi tidak perlu memberi Rachel hadiah. Rachel sudah besar. Tidak perlu hadiah,” ujar Sandra yang membuat Rachel seketika terlihat marah. “Nenek bertanya padaku, maka harus aku yang menjawab. Benarkan, Nenek?” Rachel bertanya pada Jane. “Tentu saja. Jadi, katakan, kau ingin hadiah apa?” Jane terlihat sangat serius menantikan jawaban dari Rachel. Sandra tersenyum melihat Rachel yang sangat akrab dengan Jane, hingga sampai memanggil wanita paruh baya itu dengan sebutan nenek. Dan senyuman Sandra semakin lebar saat mendengar hadiah apa yang diinginkan oleh Rachel, yaitu kue pie yang banyak. Astaga, Sandra tidak mengerti lagi cara menjelaskan seberapa besar rasa cinta Rachel pada kue pie. “Hanya itu?” tanya Jane, dan Rachel mengangguk pasti. “Baiklah. Nenek akan buatkan yang banyak.” Jane tersenyum pada Rachel. “Anakmu benar-benar terlalu polos.” Lalu seorang wanita berkomentar mendengar hadiah yang diinginkan oleh Rachel. Ini adalah Brianna Jeon, anak dari Jane. “Bibi juga akan memberiku hadiah?” tanya Rachel pada Brianna. “Bibi ...” baru saja Brianna akan menjawab pertanyaan dari Rachel, dua pelanggan sudah datang dan Brianna harus segera melayani mereka. “Tunggu sebentar. Bibi segera kembali.” Brianna tersenyum pada Rachel, kemudian pergi untuk melayani pelanggan. “Bagaimana dengan pekerjaanmu? Kau sepertinya sangat sibuk akhir-akhir ini. Jika kau ada urusan penting, kau bisa menitipkan Rachel di sini. Delvin mungkin saja punya urusan lain, kan?” ucap Jane yang selama ini mengetahui kalau Sandra sebagai seorang pemilik restoran. Tentu tidak ada yang mengenal Sandra sebagai seorang pembunuh bayaran yang handal, selain Delvin dan keluarganya dalam dunia gelap ini. Orang lain mengenal Sandra sebagai seorang wanita mandiri yang sukses membuka restorannya sendiri. Itu tidak mudah bagi Sandra, karena ada banyak tantangan yang harus dihadapi. “Semuanya baik-baik saja, karena Bibi dan Brianna banyak membantuku. Aku akan menitipkan Rachel di sini jika ada hal mendesak lagi.” Sandra merasa bersalah karena tidak jujur pada seseorang yang telah banyak membantu hidupnya selama beberapa tahun terakhir, tapi Sandra tidak mungkin mengatakan siapa ia sebenarnya. Sementara di sisi lain, Darren yang baru saja datang bersama Helen, kini terlihat menyipitkan matanya saat melihat sosok wanita angkuh yang berani mencari masalah dengannya. Darren merasa Tuhan berpihak padanya, memberinya jalan untuk membalas dendam pada wanita itu. “Kau melihat apa?” tanya Helen. “Itu ...” belum selesai Darren bicara, Addy sudah meneleponnya. Karena ini adalah telepon dari orang kepercayaannya, maka akan Darren angkat. “Lakukan sesuatu untukku,” ucap Darren setelah terhubung dengan Addy dan pandangan Darren tidak lepas dari Sandra. Helen melihat lirikkan mata Darren yang selalu mengarah pada seorang wanita. Ini bukan pertama kalinya Helen melihat Darren selalu menatap wanita lain saat bersamanya, tapi sekarang lirikkan Darren terlihat berbeda. Ini tidak terlihat seperti Darren tertarik pada wanita itu, melainkan terlihat seperti ingin membalas dendam. “Sebelum itu, aku ingin mengatakan kalau wanita yang kau ....” “Aku sudah menemukannya.” Darren menyela kalimat Addy dan mengakhiri panggilan begitu saja. Sandra yang sadar seseorang meliriknya, seketika langsung mengarahkan pandangannya ke orang itu. Pria itu, Sandra tidak lupa pada wajah pria b******k yang telah ia beri sedikit pelajaran saat di club malam. Sandra merasa dunia sangat sempit karena bisa-bisanya ia bertemu kembali dengan pria b******k yang sama untuk kedua kalinya dalam beberapa jam. “Ayo pulang.” Sandra mengajak Rachel pulang karena merasa ada yang tidak beres dengan pria yang terus saja meliriknya. “Kau sungguh akan pulang sekarang?” tanya Jane, dan Sandra mengangguk. “Aku pergi.” Sandra menggandeng tangan Rachel dengan erat dan berjalan keluar dengan memberikan lirikkan tajam pada Darren. Sandra menujukkan bahwa dirinya tidak takut dengan segala bentuk lirikkan yang pria itu tujukan padanya. “Aku akan memberikan pelajaran untuk wanita itu. Ikutlah denganku. Aku butuh bantuan darimu.” Darren pergi lebih dulu dan diikuti oleh Helen. Sandra memasangkan sabuk pengaman untuk Rachel, kemudian ia masuk ke dalam mobil, juga memasang sabuk pengaman untuk dirinya sendiri, dan setelahnya pergi. Sandra sadar dirinya diikuti oleh seseorang dan orang itu pastilah pria yang tidak terima harga dirinya dihancurkan, padahal itu pantas untuknya. Sementara Darren terlihat mengangkat salah satu sudut bibirnya, merasa senang karena sebentar lagi akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Darren menambah kecepatan mobilnya, hingga akhirnya mobilnya mendahului mobil Sandra dan mobil Darren berhenti tepat di depan mobil Sandra. Sandra seketika menginjak rem karena seseorang tiba-tiba berhenti di depannya. Ini benar-benar hari sialnya, pikir Sandra. Kalau saja ia tidak sedang bersama Rachel yang berarti dirinya harus mengutamakan keselamatan Rachel, maka Sandra akan mengeluarkan semua kemampuannya dalam berkendara hingga tidak seorang pun bisa mengejarnya. “Kau baik-baik saja?” Sandra bertanya pada Rachel. “Ya. Apa yang terjadi?” Rachel bertanya dengan nada bingungnya. “Seperti ada orang gila yang ingin mengganggu kita. Kau tetap di ini, ibu yang akan keluar untuk menghadapi orang gila itu. Mengerti?” Sandra menatap Rachel dan Rachel mengangguk patuh. Sandra langsung turun dari mobilnya, di saat bersamaan Darren juga sudah keluar dari mobilnya. Begitu melihat Sandra, Darren seketika ingin menyentuh Sandra, sebab ingin membuat Sanda berlutut di depannya. Tetapi, Sandra justru memberi perlawanan hingga pada akhirnya justru Sandra yang berhasil membenturkan tubuh Darren ke mobil dan tangan Sandra mencengkram dagu Darren. “Sepertinya, kau masih berpikir aku adalah wanita lemah? Kau mencari masalah dengan orang yang salah!” bentak Sandra. Darren tertawa mendengar ucapan Sandra. Dengan cepat Darren memutar posisi menjadi Sandra yang terpojokkan. “Siapa yang sebenarnya mencari masalah di sini? Kau memang bukan wanita lemah, tapi sepertinya aku tahu kelemahanmu ...” Darren memperlihatkan senyum iblisnya. “Helen.” Lalu memanggil Helen. Helen keluar dari mobil Darren, kemudian berjalan menuju ke mobil Sandra. “Jika kau berani menyentuhnya ... aku bersumpah tidak akan ada matahari untukmu besok pagi!” bentak Sandra ketika sadar apa yang akan dilakukan oleh Helen. “Jaga bicaramu. Kau tidak tahu siapa kami.” Helen tersenyum pada Sandra, lalu membuka pintu mobil Sandra dan membawa Rachel pergi secara paksa. Rachel berontak dan berteriak memanggil sang ibu. Sandra berusaha melepaskan diri dari Darren, tapi pria itu menahannya dengan sangat kuat. Bahkan saat Rachel dibawa naik ke dalam sebuah mobil dan dibawa pergi entah ke mana, Sandra tetap tidak bisa berbuat apa-apa, tapi justru mendengar kata-kata Darren yang menjijikkan. “Berlutut padaku dan biarkan aku mencicipi tubuhmu, maka anak kecil itu akan baik-baik saja,” ucap Darren yang membuat kemarahan Sandra semakin besar. Tatapan Sandra yang tadi terlihat sangat sedih, kini seketika berubah menjadi tatapan tajam yang menakutkan. Dengan sekuat tenaganya Sandra mendorong Darren menjauh, lalu menarik tusuk rambutnya, mengeluarkan sisi tajamnya, dan menempelkan ujung tajamnya ke leher sebelah kiri Darren. “Aku tidak perlu pedang untuk membunuh seseorang. Kembalikan anakku, atau nyawamu akan melayang saat ini juga,” ancam Sandra. Darren tidak fokus pada ancaman Sandra, melainkan pada tato di pergelangan tangan Sandra. Darren ingat pernah melihat tato itu sebelumnya, meski tidak yakin di mana, tapi Darren yakin pernah melihatnya. “Siapa kau sebenarnya?” tanya Darren “Berikan anakku, atau aku benar-benar akan membunuhmu!” Sandra tidak menjawab pertanyaan Darren, tapi justru kembali mengancam Darren. Darren tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya menatap wajah Sandra, untuk mengingat di mana dirinya pernah bertemu dengan Sandra. “Hotel Axton, di Kota Daegu, musim gugur tahun 2014, bukankah kita pernah ....” “Kau sedang bicara apa sekarang?! Jangan mengalihkan pembicaraan! Telepon wanita itu, lalu bawa anakku kembali. Aku tidak main-main dengan ancamanku. Ini bukan pertama kalinya aku membunuh seseorang, sebaiknya kau mengetahui hal itu.” Sandra menekankan ujung tajam hiasan rambutnya ke leher Darren, hingga membuat leher Darren terluka. “Akhh!” Darren yang tadi melamun kini meringis kesakitan saat perih dan sakit menyatu di lehernya. Darren ingin merebut senjata yang Sandra gunakan, tapi Darren kembali ditaklukkan oleh Sandra. Sandra tidak membiarkan Darren bergerak sedikit pun. Jika wanita tadi menjadikan anaknya sebagai sandera, maka ia akan menggunakan pria b******k yang ada di depannya sebagai sandera. Sandra tidak akan membiarkan kulit dari orang yang membawa anaknya tetap utuh setelah apa yang terjadi, hiasan rambutnya yang berharga ini harus mendapat darah dari orang-orang yang berani menyentuh anaknya, harta paling berharga dalam hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD