4 | Kacau

1383 Words
Sekian lama Angga tidur di paha Gisa, akhirnya ia bangun dan duduk bersebelahan dengan Gisa. Sejak awal Gisa sangat ingin membangunkan Angga sekitar 20 menit yang lalu. Namun karena Angga terlihat sangat kelelahan, ia kembali mengurungkan niatnya. Saat menyadari jika Angga sudah bangun dari tidurnya, Gisa berdiri dan merapikan pakaiannya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut tanpa menatap dan berkata sepatah kata pun pada Angga yang masih terlihat kebingungan. Setelah sadar jika Gisa keluar dari ruangannya, Angga kembali menidurkan tubuhnya di atas sofa dan kembali memejamkan matanya. "Diteruskan saja apa tidak, ya? Aku jadi merasa kasihan padanya." Gumam Angga masih dalam keadaan mata tertutup. Tidak ingin terlalu banyak berpikir, Angga memutuskan untuk kembali pulang. Baru saja ingin mengemasi barang-barangnya, ada seorang wanita masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia berparas cantik, tinggi, tapi berpenampilan terlalu menor seperti ciri khas seorang penggoda. Benar saja, ia menghampiri Angga dan langsung memeluk tubuh Angga dengan sangat erat. Anggapun membalas pelukannya dan kemudian menarik dagu Chita untuk melihat ke arahnya. "Ada apa, hmm?" Suara Angga terdengar sangat lemah lembut penuh perhatian. Seakan itu kebiasaan yang memang sering kali ia lakukan jika berbicara pada Chita. "Aku kangen kamu! Kamu ke mana, saja?" Dalam keadaan masih berdiri, ia memeluk lengan Angga manja. Bergelantungan sambil menunjukkan wajah memelasnya. "Ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tenang saja, aku nggak akan kemana-mana lagi, kok." jawab Angga dengan ramah. "Janji, ya?" ujar Chita sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Anggapun memautkan jari kelingkingnya dengan kelingking Chita. "Malam ini, kamu tidur di mana?" tanya Chita dengan manjanya masih bergelayutan di tangan Angga. "Malam ini aku tidur di rumah." "Aku tidur di rumah kamu, ya? Boleh, ya?" pinta Chita sambil menunjukkan mata berbinang-binang. Berharap jika Angga tidak akan menolak permintaannya. "Kenapa?" Anggapun sedikit terkejut mendengar permintaan Chita. "Kenapa? Bukannya kita juga sudah sering tidur barsama? Kenapa sekarang kamu tanya kenapa? Kamu sudah ada wanita lain?" Mendengar jawaban Angga, membuat Chita merasa curiga. Selama ini Angga belum pernah menolak ataupun bertanya "kenapa?", tapi sekarang Angga malah terkejut dan bertanya "kenapa?". Seakan-akan, Angga sedang menolak permintaan Chita secara halus. "Bukan. Ya sudah, ayo kita pulang." ajak Angga tanpa banyak tanya lagi. Ia sadar jika ia tidak bisa berbicara lebih tentang hal itu. Ia tidak ingin ribut hanya karena ia bertanya "kenapa?". Sesampainya di rumah, Angga dan Chita masuk ke dalam sebuah kamar yang biasa mereka gunakan. Di dalam sana mereka telah mengganti baju mereka dan bersiap untuk tidur. Selama tidur, Chita tidak pernah melepaskan pelukannya dari Angga. ***** Di sisi lain, Gisa pulang ke rumahnya dalam keadaan kesal. Ia kesal karena apa yang sudah terjadi hari ini. Ia baru saja mendapatkan kabar dari kepala sekolah agar ia tidak mengajar lagi untuk hari kedepannya. Dan sekarang, sesampainya di rumah, ia mendapatkan masalah baru. Orangtuanya meninggalkannya sendirian di rumah. Orangtuanya pindah ke Singapura memang karena ada beberapa masalah di rumah sakit milik mereka yang berada di sana. "Ini maksudnya apa, bik? Kenapa bunda nggak bilang dulu ke aku? Dan sekarang mereka jual rumah ini dan menjual apartement yang aku tinggali juga? Terus sekarang aku tinggal di mana? Aku dapat uang dari mana? Aku juga nggak boleh ngajar lagi gara-gara cowok sialan itu. Dan bibi juga tau apa yang lebih parah? Bunda blokir kartu ATM aku." Gisa tidak menyangka jika keadaannya akan menjadi seburuk ini. Ia kesal kepada kedua orangtuanya. Kesal karena meninggalkannya sendirian tanpa meninggalkan apapun. Kesal karena orangtuanya tidak menjelaskan apa tujuan mereka yang sebenarnya. "Maaf non, kata nyonya non Gisa tinggal sama Den Angga." jawab bik Tuti gugup. Ia merasa takut melihat Gisa yang sedang marah-marah kerena keputusan orangtuanya. Mengingat ini pertama kalinya bik Tuti melihat Gisa marah, sekali lihat, ia merasa sangat ketakutan. "Apa sih yang ada dipikiran bunda? Aku aja nggak kenal sama, dia." ujar Gisa melemparkan tasnya kesembarang tempat sambil mencoba menghubungi bundanya. "Halo bun, ini maksud bunda apa? Bunda mau aku tinggal sama cowok asing itu? Bunda ngejual aku? Ini benar-benar nggak masuk akal tahu, bun." tanya Gisa kesal. Ia tidak menyangka jika orangtuanya akan melakukan hal bodoh seperti ini padanya. "Ini demi kebaikan kamu juga, biar bisa lebih akrab sama suami. Dan lagi bunda di sini karena ada masalah sayang. Kamu baik-baik ya di sana." Bukan jawaban ini yang Gisa mau. Tapi bundanya seakan ingin mengelak dan menyerahkan semuanya pada Gisa. "Gimana mau baik-baik, bun? aku sudah kacau begini. Aku juga sudah kehilangan pekerjaan aku, apartement aku bunda jual, rumah juga bunda jual, dan kartu ATM aku juga bunda blokir. Bunda mau aku jadi gelandangan di sini?" Gisa pun melepaskan semua kekesalannya. Sekarang ia benar-benar marah dengan apa yang telah orangtuanya perbuat. Ini sudah kelewatan batas bagi Gisa. "Sudah dulu ya, bunda lagi banyak pekerjaan. Kamu pergi aja ke rumah Angga, ya." Panggilan pun berakhir sebelum Gisa menyelesaikan perkataannnya untuk sang bunda. Gisa melemparkan ponselnya hingga pecah dan menangis sejadi jadinya. Bik Tuti yang hedak menenangkan Gisa pun langsung mendapat omelan darinya. "Udah deh bik, aku capek sama tingkah bunda." ujar Gisa mengambil barang barangnya dan keluar dari sana sambil membawa mobilnya. Gisa mengendarai mobilnya menuju ke rumah Fany, teman masa kecilnya. Sesampainya di sana, Gisa langsung masuk dan duduk di sofa sambil memasang wajah kesal. "Kamu kenapa?" tanya Fany bingung tak tahu apa-apa. "Hidup aku benar-benar berantakan Fan, kacau." ujar Gisa menutup wajah dengan kedua tangannya. Kepalanya serasa akan pecah mengingat kejadian beberapa hari ini. "Cerita dong." ujar Fany sambil duduk di sebelah Gisa. Ia mengusap bahu Gisa berharap Gisa merasa lebih baik dan lebih tenang. "Kamu tahu nggak, Fan? Ini benar-benar nggak masuk akal. Coba kamu pikir, tiba-tiba ada pria yang mengaku jadi suami aku, dan bunda juga bilang jika dia suami aku. Jangankan jadi suami, kenal dia aja nggak." ujar Gisa menceritakan keluh kesahnya. "Lah? Kamukan memang sudah punya suami, Sa. Kamu kenapa, sih? Sehat, kan?" tanya Fany bingung sambil memegang kening Gisa seakan akan ia melupakan sesuatu yang penting dalam hidupnya. "Apa? Bahkan Kamu?" Gisa tidak bisa percaya jika sahabatnya pun mengatakan demikian. Ia pusing, ia tidak mungkin lupa tentang hal sepenting itu. "Iya. Kamu, kan..." ucapan Fany terpotong karena suaminya sudah pulang. Suaminya pun menghampiri Fany dan ikut bergabung dengan mereka karena mereka dulunya memang teman dekat sejak SMA. "Tumben kamu ke sini, ada apa?" tanya Anton, suami Fany. "Aku lagi banyak masalah." "Masalah apa? Berat banget sepertinya.” tanya Anton penasaran. "Bertubi-tubi malahan. Ada pria aneh yang ngaku-ngaku jadi suami aku, bunda juga bilang dia suami aku, bahkan istri kamu ini juga bilang begitu. Terus bunda pindah ke Singapura dan menjual rumah, apartement, dan memblokir kartu ATM aku." jawab Gisa kesal mengingat permasalahannya. "Pria siapa?" tanya Anton bingung. "Ternyata masih ada orang yang..." Belum selesai Gisa menyelesaikan ucapannya, Anton pun langsung memotong ucapannya. "Angga, bukan?" Gisa pun langsung terdiam membeku. Ia tidak habis pikir jika semua orang tahu jika ia sudah menikah. Dan orang itu adalah Angga. Seorang pria aneh yang bahkan ia tidak kenal sama sekali. Tapi kenapa dirinya sendiri tidak tahu akan hal itu?. "Kamu tahu, dia?" tanya Gisa hati hati. "Ya tahu lah, dia kan suami kamu." "Tuh kan, dia memang suami kamu. Kamu kenapa sih, Sa? Apa kepala kamu habis terbentur sesuatu?" tanya Fany merasa aneh dengan tingkah laku Gisa. "Ma..maksud kalian, apa? KALIAN BOHONG, KAN? SEBELUM AKU KECELAKAAN AKU NGGAK PERNAH MERASA PERNAH MENIKAH. DAN DOKTER JUGA BILANG KALAU AKU NGGAK AMNESIA. PASTI ADA YANG SALAH, PASTI!!" teriak Gisa seperti orang Gila. Ia tidak bisa menerima kenyataan yang bahkan ia tidak ketahui. "Kamu tenang dulu, Sa. Sebenarnya kamu kenapa? Ada apa? Apa kita perlu ke rumah sakit? Siapa tahu kalau kamu beneran amnesia?" saran Fany menenangkan Gisa yang sudah kelihatan kebingungan. "Iya, sekarang kita harus ke rumah sakit." ujar Gisa cepat. Tak menunggu waktu lagi, mereka akhirnya bergegas pergi ke rumah sakit. Mereka berharap-harap cemas. Takut jika sesuatu memang terjadi pada Gisa. Tak lama setelah itu, hasil pemeriksaannya pun keluar. Dan hasilnya menyatakan jika Gisa baik-baik saja. Tidak ada gejala jika ia terkena Amnesia ataupun penyakit lainnya. "Si.. siapa dia sebenarnya? Kenapa aku tidak tahu dengannya? Ada apa ini sebenarnya? Apa yang salah denganku?" tanya Gisa sambil menitikkan air matanya. Ia benar-benar kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Ia merasa jika dunia sedang mempermainkannya. Ia tahu ada yang tidak beres sedang terjadi pada dirinya. Atau sesuatu terjadi saat ia tidak sadarkan diri saat kecelakaan waktu itu? Itu sangat menjadi beban pikirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD