Part 3

1564 Words
Waktu berjalan cepat, tidak terasa Diki sudah  3 bulan berada di Jakarta. Selain sibuk bekerja menjadi sekretaris Dany, kegiatan lain yang dilakukannya adalah nongkrong di Cafe milik Vicky. Sebagai sesama bujangan keduanya lebih akrab. Mereka juga mulai membicarakan masalah bisnis. Teman-teman Diki kebanyakan tinggal di luar kota dan luar negeri. Jadilah Vicky sahabat abangnya sebagai teman akrabnya. Apalagi kalau bukan curhat-curhatan masalah wanita. Topik yang paling menarik untuk keduanya. Malam ini adalah malam Minggu. Diki sengaja mengunjungi Cafe Gibol, salah satu Cafe milik Vicky. Sebuah cafe yang banyak dikunjungi sebagai ajang nongkrong para pecinta sepakbola. Semua desain interior dan juga peralatan makan dan minum semua berbau bola. Setiap ada pertandingan sepakbola baik domestik maupun mancanegara selalu diadakan nonton bareng. " Sendirian aja, Ki?" begitu melihat kedatangan Diki, Vicky langsung menyambutnya. " Lo basa basi banget sih Vick udah tahu nanya," Diki tampak sewot. Kemana-mana ia selalu sendiri kalaupun sama cewek pasti itu bersama Mami Ratih. " Tiga bulan masih jomblo aja ya," Vicky yang sulit mengontrol omongannya mulai menyerang Diki. " Jangan ngeledek, mentang-mentang dah punya cewek!" Diki meninju bahu Vicky pelan. Keduanya lalu duduk di meja kosong. " Lidya sini!" Vicky memanggil kekasihnya yang sedang mengobrol dengan seorang gadis cantik di meja pojok. Tanpa menunggu lama kedua gadis cantik itu pun mendekat ke arah mereka. "Hai Kak Diki!" Sapa Lidya sambil tersenyum manis. " Hai!" Diki pun membalas senyumannya sambil melirik ke arah teman Lidya. " Kenalin nih teman aku!" seru Mahasiswa semester 4 itu. " Dara," gadis yang bersama Lidya itu mengulurkan tangannya. Terlihat percaya diri sekali. " Diki," Diki menyambutnya dengan antusias. " Cocok tuh inisial nya D," Vicky mulai menggoda. Menurut Diki gadis itu lumayan cantik. " Pindah ke sana yuk." ajak Lidya. Ia sudah mendapatkan tempat yang nyaman untuk berbincang. Suasana di Cafe sangat ramai karena sebentar lagi ada pertandingan Liga Inggris. " Dany sama sekali ga pernah ke sini buat nobar?" Diki mencari info tentang kakaknya yang dulu hobby nongkrong di cafe. " Lebih dari setahun dah absen. Padahal dulu dia kuncen tempat nih, siapa sih gak kenal Dany," Vicky terbahak. Dulunya Dany sangat terkenal dan juga dia paling sering ikut taruhan. " Wow, Dany udah beneran insyaf. Alhamdulillah!" Seru Diki. Dany sekarang agak susah diajak keluar malam kecuali urusan pekerjaan. " Abang lo udah bener-bener berubah. Lebih betah mendekam di rumah," Sela Vicky. " Ha...ha...ngekepin bini mulu!" Diki tertawa. Lidya dan Dara tersenyum mendengar obrolan keduanya. " Sayang, bikinin kopi dong buat Diki!" Vicky memerintah kekasihnya. " Siap, Kak Vicky juga mau?" Tanya Lidya " Pastilah," jawab Vicky. " Eh gua ke belakang dulu ya. Kalian berdua ngobrol aja dulu," pamit Vicky sambil memberikan cengiran menggoda Diki. " Dara kamu satu jurusan sama Lidya?" Diki membuka obrolannya. " Iya Kak cuma beda kelas," jawabnya. Dari tadi Dara menatap Diki dengan pandangan memuja. " Oh...Kamu aslinya orang mana?" Tanya Diki lagi. Gaya kenalan Diki mirip wartawan yang lagi mewawancara narasumber. " Palembang Kak," Dara tersenyum sabar melayani Diki. Diki manggut- manggut. " Umur kamu berapa?" Tanya Diki lagi. " Mau 20 Kak," jawabnya. " Kamu tinggal dimana di jakarta?" Diki kelewat kepo. " Di Apartemen Aster sama kakak aku," Dara tidak protes bahkan tidak balik bertanya. Informasi tentang Diki sudah ia ketahui dari Vicky. Dirinya memang sengaja diutus Vicky dan Lidya untuk mendekati Diki. " Lumayan jauh juga ya," Diki menatap Dara. Setelah dipikir-pikir Dara lumayan juga. Masih muda lagi. Obrolan mereka terhenti karena Vicky dan Lidya keburu datang. Untung saja Diki dan Dara sudah saling menukar nomor kontak sehingga keduanya bisa melanjutkan perkenalannya. *** Pedekate Diki dengan Dara berjalan mulus. Hanya seminggu setelah pertemuan di Cafe mereka langsung jadian. Dara, gadis berambut sebahu dengan bulu mata lentiknya itu mampu memikat Diki yang hampir satu setengah tahun menjomblo. " Dara kamu sudah punya pacar belum?" Diki melancarkan aksinya. " Aku baru putus sebulan yang lalu," jujur Dara. " Kebetulan aku juga lagi ngejomblo gimana kalau kamu jadi pacar aku," Tanpa basa-basi Diki menyampaikan maksudnya. Benar-benar tidak romantis. " Hmm,...gimana ya," Dara tampak malu-malu. Sebenarnya ia juga suka sama Diki. Diki kan ganteng dan tajir. " Kamu masih cinta ya sama mantan kamu. Aku serius jatuh cinta sama kamu," Diki bersungguh-sungguh. Ia harus berhasil menggaet Dara. " Nggak. Kalau Kak Diki serius sama aku, aku terima," ucapnya pelan. Akhirnya keduanya jadian di sebuah taman kota tepat pukul setengah delapan malam. Di Malam Minggu. Hati Diki berbunga-bunga langkah gesit nya membuahkan hasil. Akhirnya ia memiliki pacar baru. Dara adalah gadis ke 11 dalam daftar gadis yang dipacarinya sejak SMP. Dalam menjalin hubungan asmara biasanya Diki tidak akan bertahan lama. Tidak sampai seumur jagung. Paling juga seumur kangkung. Sebulan atau dua bulan juga putus. Biasanya pacarnya yang memutuskan dirinya. Hanya Emily si gadis bule yang bertahan hingga 6 bulan. Dia tidak akan suka di sebut playboy karena di kehidupan asmaranya ia sangat setia dan tidak pernah selingkuh hanya nasib saja yang tidak berpihak semua pacarnya yang selalu meninggalkan dirinya. *** Keluarga Dany resmi mengungsi ke kediaman Hadiwijaya. Sekitar 6 bulan mereka akan hijrah sesaat menunggu renovasi rumah nya selesai. Walaupun Diki sudah punya pacar tetap saja dia suka menggoda teman-teman Tasya yang kebetulan kerja kelompok. " Ki, gua mau ngomong penting." Suatu Pagi di hari Sabtu yang cerah. " Soal kerjaan?" Diki menebak. " Bukan. Soal Tasya," Dany memperlihatkan tampang seriusnya. Semua yang berkaitan dengan Tasya pria itu akan selalu serius. " Emang kenapa?" Tanya Diki. " Gua udah peringatin lo supaya jangan gangguin dia, Lo ga ngerti juga ya," jawab Dany sengit. " Jangan nuduh dong Dan mana berani gua gangguin dia, bisa dipecat jadi anak Mami dong. Secara dia cucu kesayangan Omanya. Belum lagi bapanya garang minta ampun," Diki bergidik ngeri. Masa iya dia godain Tasya ga ada kerjaan. " Gua serius!" Dany tidak suka reaksi Diki. " Si Tasya ngadu apa sih?" Diki menatap abangnya. " Lo suka gangguin teman-temannya kan!" Dany mengungkapkan pokok permasalahan sebenarnya. " Oh...soal itu, yang jelas dong. Tadi lo nuduhnya gua gangguin Tasya," Diki sekarang faham. " Kelewat pinter jadi keblinger nih anak. Sama aja lo gangguin temen nya si Tasya berarti gangguin dia. Gua ga sudi punya adik p*****l kaya lo," Dany menempelkan telunjuknya ke d**a sang adik. " Sembarangan kalau ngomong. Gua ga p*****l," Diki tak terima. " Cari pacar yang seumuran jangan gangguin ABG. Ga level banget sih!" Dany keceplosan. Dirinya dan Heni kan ga seumuran. " He..he..Sorry bang Dany, okey gua janji deh ga kan gangguin teman-temannya Tasya," jawabnya sambil mengangkat ke dua jari tangannya. " Jaga nama baik keluarga kita dong!" Dany masih kesal. *** Sudah seminggu ini Diki tinggal di apartemen. Tinggal di Apartemen adalah hal biasa. Dulu juga waktu kuliah selama 6 tahun dia tinggal di Apartemen. Untuk menghindari pertengkaran dengan Dany dan juga perselisihan dengan Tasya yang berujung dengan omelan Mami Ratih akhirnya Diki mengalah mengungsi ke apartemen barunya. Jarak dari kantor cuma 10 menit. Sejak kehadiran keluarga Dany suasana rumah jadi heboh.  Sebenarnya sih biasa saja dan itu bukan masalah serius hanya karena Diki yang kelewat lebay suka meladeni ocehan Tasya makanya suasana sering memanas. Diki yang anti anak kecil juga merasa terganggu dengan dua bayi kembar Dany yang kalau nangis satu nangis semua. Ketentraman dan kedamaian Diki mulai terusik. Demi menyelamatkan diri akhirnya pemuda itu memilih melarikan diri ke apartemen. Ting tong Bel apartemen nya berbunyi, dengan malas Diki beringsut dari sofa. " Eh Dara...masuk!" Diki sumringah karena kekasih hatinya datang menemuinya. " Kamu kok ga angkat telepon aku sih Yang..." Dara sedikit kesal. " Sorry ponsel aku silent," jawabnya. " Anter aku ke tukang jahit yuk..." Pintanya. " Mau ngapain?" Tanya Diki bodoh. " Mau jahit kebaya lah. Bulan depan kan sepupu aku nikahan,"jawanb Dara. " Tunggu bentar ya aku ganti baju dulu!" seru Diki. " Sekalian kita malam mingguan," ucap Diki lagi. " Bolehlah. Makan di resto jepang ya..!" tawar Dara. Mereka berdua pergi ke tukang jahit. Butik Raisya. Usai dari sana mereka jalan-jan ke Mall hingga tepat pukul 7 malam keduanya berada di salah satu restoran Jepang. " Cie..cie...Diki sama siapa tuh," Diki dikejutkan oleh suara wanita yang ia kenal baik. Kakak Iparnya yang bernama Heni. " Mbak Heni..." Diki menyapa Heni yang duduk sendirian. " Mau makan juga ya?" Tanya Kakak iparnya. " Iya. Kenalin nih mbak, ini Dara," Mau tidak mau Diki memperkenalkan Dara gadis yang baru dua minggu dipacarinya. " Dara." Gadis itu memberikan tangannya. " Heni." Dengan ramah istri Dany itu menyambutnya. " Dia Kakak ipar aku.m," kata Diki kepada Dara. " Pacar kamu ya?" Heni bertanya penuh selidik sambil tersenyum. Diki cuma tersenyum. " Dany, mana mbak?" Ia malah menanyakan abangnya. " Ke Parkiran, tadi dompetnya ketinggalan." " Oh" " Duduk di sini aja bareng kita!" perintah Heni. Tentu saja Diki tidak dapat menolaknya. Tadinya ia ingin romantisan berdua mencari tempat yang sedikit mojok. Mungkin lain kali saja. " Diki!" Dany yang baru kembali ke mejanya tampak heran dengan kehadiran Diki dan seorang gadis cantik. " Kebetulan banget ketemu Diki sama pacarnya. Mama ajakin makan bareng aja biar kita makin akrab," ucap Heni kepada suaminya. " Ini kakak aku, Dany," Diki memperkenalkan Dany kepada Dara. " Ehmm Diki punya pacar ga bilang-bilang," Dany menggoda adiknya. " Kalian ninggalin Baby malah asyik-asyik berduaan," Diki menatap pasangan itu, mengalihkan pembicaraan. " Sekali-sekali kan kita butuh refreshing," jawab Dany. " Emangnya yang pacaran aja bisa romantisan!?!" seru Heni sambil terkekeh. Akhirnya kedua pasangan itu dobble date. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD