Chapter 02

1336 Words
Kantor menjadi sibuk dengan persiapan rapat besar yang akan dilakukan oleh pemilik perusahaan inti dan juga cabang. Semua dilakukan dengan sangat hati – hati, mengingat sifat bos mereka Felix yang sangat susah sekali, dan tidak menerima toleransi bagi karyawan yang tidak becus. Dimeja Nadia, kini sepuluh tumpuk dokumen yang harus dia periksa. Dia melihat dari atas ke bawah, seperti melihat roti terang bulan yang siap dimakan. Dia menghela napasnya dengan berat. “Gile, gue harus ngerevisi segini banyak dokumen, hari ini?” “Nad!” Seorang wanita dengan rambut pirangnya memanggil Nadia. Lalu dia dengan lesu menemui wanita itu dimejanya, “Iya Ibu Risma yang cantik? Ada perlu sesuatu?” “Kamu nanti foto copy semuanya. Satu jam lagi serahkan saya!” Nadia melihat jam tangan yang melingkar ditangan kanannya, dia melongo dan kemudian menghela napasnya melihat wanita pirang itu, “Satu jam sebanyak ini? Bu, foto copy perusahaan aja masih dipakai, harus antri. Antri aja memakan waktu lo. Nah sebanyak ini suruh satu jam doang?” “Ya kamu harus bisa lah! Fotocopy dimana gitu, yang jelas saya mau semua di foto copy dan rapi, satu jam lagi harus ada dimeja saya!” Wanita pirang itu memoleskan lipstik merah terangnya, dan lalu pergi begitu saja. Ingin rasa dia menjambak wanita itu karena kesal, “Dasar nenek tua! Sukanya nyusahin gue mulu!” Nadia dengan lesu mengangkat semua kertas yang ada dimeja, dan lalu melangkah menuju mesin foto copy dikantor. Saat dia sudah sampai disana, ternyata karyawan mengantri sepanjang rel kereta api membuat Nadia benar – benar merasa hidupnya sangat sial. “Gila, antrian sepanjang ini. Mau dapat jatah jam berapa? Apalagi si nenek tua mintanya satu jam lagi cih!” Seorang wanita menyenggol bahunya, “Woi Nad! Bengong bae dah lu.” Nadia menatap wanita itu dengan lesu, “Gue disuruh nenek tua foto copy sebanyak ini. Ngeselin banget nggak sih? Mana dia ngasih waktu cuma satu jam doang.” “Foto copy diluar sono. Ntar kalau si nenek nggak diturutin, dia bisa ngomel satu jam nggak kelar – kelar. Mau lo dapat ceramah dari nenek tua?” “Bener juga lo.” “Cepetan! Lu udah buang waktu sepuluh menit. Tinggal lima puluh menit Nad, semangat!” Nadia melihat jam yang ada ditangannya sambil memutar bola matanya, “Oke gue cabut dulu!” Nadia lalu lari menuju lift, dan menunggu lift tersebut hingga terbuka. Setelah lift terbuka, dia lalu masuk dan menekan tombol lantai dasar. Nadia gelisah sepanjang waktu, dia merasa sial sekali satu divisi dengan Risma yang suka memerintah seenak udel. Setelah sampai, dan lift terbuka, Nadia langsung lari menuju keluar kantor. Dia berlari menuju ke tempat foto copyan yang bisa dia temukan disepanjang jalan. Dia berlari hingga keringat bercucuran didahinya. “Aish, gue harus tepat waktu!” Saat wanita itu berlari, ternyata dia melihat sebuah tempat foto copyan yang buka, tak jauh dari posisinya saat ini. Dia lalu segera kesana, dan meletakan kertas – kertas itu semua. “Bang, foto copy dong! Darurat ini…” Abang – abang yang jaga foto copy an malah menyengir kearah Nadia yang sedang menormalkan napasnya yang ngos – ngosan. “Eh Abang kok malah nyengir ke saya sih!” “Anu Mbak, kertasnya habis. Ini saja saya mau tutup toko hehe. Maaf ya…” Nadia menepuk jidatnya dan dengan kesal menatap Abang foto copyan tersebut, “Kalau kertas abis ngapain buka sih Bang! Ih pen gue hih rasanya!” Nadia berlari lagi mencari toko foto copyan yang buka. Didetik – detik dia berlari, dia melihat toko foto copyan dan langsung menuju ke sana dengan gerak cepat. “Bang saya mau foto copy!” “Bang saya mau foto copy!” Nadia melihat pria yang sama – sama ngos – ngosan sepertinya, menatapnya tajam. Sama seperti wanita itu, yang melihat wanita itu tajam. Nadia yang merasa sudah duluan, tidak mau kalah begitu saja. “Bang saya duluan!” “Bang saya duluan!” Lagi – lagi mereka mengatakan hal yang sama. Nadia lalu menghela napas dan menatap pria itu kesal, “Lo itu bisa nggak usah ngikutin omongan gue?” Pria itu bersedekap dan menatap kesal Nadia, “Dih, lo pikir gue ngikutin omongan lo? Kepedean banget jadi cewek!” Nadia lalu menatap ke arah Abang yang jaga foto copyan, “Bang, saya lagi buru – buru. Foto copy punya saya dulu!” kata Nadia sambil menyerahkan kertas – kertas itu kepada Abang tukang foto copy. Saat Nadia menyerahkan kertas – kertas itu, pria disampingnya juga tidak mau kalah. “Nggak bisa! Punya saya duluan Bang! Saya lagi buru – buru.” Nadia mendengarnya menjadi kesal, “Apaan sih lo, kan gue duluan!” “Lo pikir ini toko punya lo? Lo itu datang akhir dari pada gue!” Nadia menatap tajam Abang foto copyan, “Bang, cepetan punya saya dulu. Saya bayar dua kali lipat!” Pria itu kesal dengan apa yang dilakukan Nadia, dia juga tidak mau kalah, “Saya bayar tiga kali lipat Bang!” “Apaan sih lo! Sepuluh kali lipat Bang!” Abang foto copyan yang melihat perdebatan antara Nadia dan pemuda itu memegang kepalanya, “Aduh Neng, Akang, kenapa pada ribut. Sebenarnya yang duluan itu siapa?” “Saya!” “Saya!” Abang foto copyan menahan napasnya hampir bengek melihat kedua orang itu, “Aduh, jangan ribut atuh Neng Akang. Lagian, sebelah saya juga masih ada foto copyan. Kalau terburu – buru bisa ke toko sebelah atuh…” “Nggak!” “Nggak!” Nadia merasa kesal lalu menatap pria itu, “Apaan sih lo ngikutin mulu! Kalau lo buru – buru sono minggat ke toko sebelah! Toko ini gue duluan yang datangin!” Pria itu tak merasa gentar terus berdebat dengan Nadia, “Eh lo pikir lo siapa ngusir gue! Lo aja yang ke sana, ngapain nyuruh gue!” “Lo aja, gue nggak mau!” teriak Nadia. “Lo-” “Udah stop Akang Neng! Saya tutup aja lah kalau begini, pusing…” Nadia menatap tajam pria itu, dia ingin sekali merobek mulut pria itu yang seperti seorang wanita. *** Nadia merenggangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Dia meregangkan tubuhnya yang capek karena hari ini sangat melelahkan. Dia memutuskan menggunakan bantal sofa sebagai tumpuan kepalanya dan merebahkan diri diatas sofa. Klik! Apartemennya terbuka, dan menampilkan pria dewasa dengan balutan jasnya masuk ke dalam apartemennya. Nadia tau, siapa lagi jika bukan Felix, kekasihnya. Dia masih kesal, karena hari ini sangat membuat moodnya buruk. Felix yang melihat Nadia tiduran disofa, menggelengkan kepalanya. Dia langsung naik menuju kamarnya dan membersihkan terlebih dahulu tubuhnya. Nadia yang tertidur disofa, mulai membuka matanya saat dia mencium bau sedap dari arah dapur. Dia meneguk salivanya dengan keras, “Tiba – tiba, oh tiba – tiba gue jadi laper.” Nadia bangkit dan berjalan ke arah dapur. Dia melihat pria jakung membelakanginya sedang memasak. Nadia tersenyum, karena moodnya sudah jauh menjadi lebih baik karena melihat makanan. Dia lalu memeluk pria itu dari belakang. Felix, yang dipeluk oleh Nadia, berdecih. Dia melepaskan tangan wanita itu dan menatapnya datar, “Bersihkan dirimu. Kamu tau, kuman – kuman yang kamu dapatkan tadi pagi menempel ditubuh kamu. Sana mandi!” Nadia mengerucutkan bibirnya, “Males ah! Udah malam juga. Siapa suruh ngasih tugas kantor banyak banget. Akkhirnya lembur deh.” “Katanya kamu mau memulai sebagai wanita karir?” “Iya. Tapi di film Korea nggak sesusah itu deh. Dia tinggal tunjuk – tunjuk kelar deh tugasnya. Eh taunya nyiksa banget ngantor dih.” Felix tertawa, lalu mendorong wanita itu untuk naik ke atas, “Mandi! Setelah itu turun buat makan malam.” Nadia menghela napasnya saat didorong tubuhnya. Lalu menatap Felix dengan imut, “Nggak boleh nyicip makan dulu? Baru mandi? Satu aja kek…” Felix bersedekap sambil menggelengkan kepala, “No! Sekarang naik ke atas bersihkan tubuh kamu!” Wanita itu lalu dengan lesu naik keatas mau tak mau menuruti ucapan pria itu. Dia masuk ke kamar sambil berkomat – kamit kesal, “Nggak kantor, nggak disini, suka banget ngeboss dih!”    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD