Sepulang Hanin dari mall bersama teman-teman perempuan itu, Adam menyuruh Hanin untuk kembali ke rumahnya. Karena rasa bersalah setelah kemarin Hanin menolak menginap di rumah laki-laki itu, Hanin pun mengiyakan permintaan yang ini.
Adam sedang berada di ruang tengah rumahnya. Tatapannya fokus pada LCD didepan.. Bukan, ia bukan menonton TV, namun sedang bermain game. Tangan kanan dan kirinya berkutat dengan stik. Sesekali ia menimpali perkataan Hanin didapur yang sedari tadi bercerita tentang betapa menyebalkannya Ega, teman sekelas Hanin sekaligus teman main Adam.
"Pengen aku jambak aja kalau ngeliat Ega tuh," Hanin tetap mendumel di meja makan sambil mengunyah roti selai.
"Iya." timpal Adam asal karena masih bertanding.
"Kamu bilangin kek, suruh tau diri. Ya kali udah macarin temenku tapi masih godain mantannya."
"Iya, nanti aku bilangin."
Hanin berdecak mendengar Adam yang dari tadi hanya iya-iya saja. Hanin berdiri dari kursinya lalu mengambil selembar roti lagi yang sudah ia olesi selai. Perempuan cantik itu melangkah mendekati sofa panjang yang Adam duduki. hanin menjambak rambut Adam dari belakang sofa hingga membuat Adam mengaduh. "Apa sih, Yang?" Adam menoleh sebentar ke belakangnya.
"Kamu tuh dari tadi iya-iya aja. Kalau aku ngomong dengerin yang bener, dong."
"Aku udah jawab iya. Kalau aku jawab enggak kamu malah marah, kan?"
Hanin memutar bola matanya. Ia berjalan menjauh dari sofa, berniat ke tangga atas untuk pergi tidur di kamar cowok itu. Tapi belum sampai benar-benar melangkah, Adam langsung mendongak ke belakang seraya menarik ujung baju Hanin membuat pergerakan perempuan itu terhenti.
"Apa?" tanya Hanin malas.
"Idih, ngambek."
"Bodo." kata Hanin sambil menepis tangan Adam namun tidak berhasil, "lepas gak?"
Adam mempause game-nya, "Mau kemana?"
"Tidur."
"Disini aja temenin main."
Hanin mencibir walaupun selanjutnya ia memutari sofa panjang. Sofa yang Adam duduki itu sofa yang memanjang dari kepala hingga kaki, namun hanya cukup untuk satu orang. Sehingga ketika Adam menarik lengan kekasihnya, Hanin langsung terduduk di sela-sela kaki Adam. Hanin memposisikan diri senyaman mungkin. Kepalanya bersandar di d**a kekasihnya, dengan kaki Hanin yang berada diantara kedua kaki panjang Adam.
Hanin mendongak sambil menjulurkan rotinya didepan mulut Adam. Adam menundukkan kepalanya untuk menggigit roti kemudian mengecup pipi kiri gadis itu. "Kamu kemarin sama Aldo kemana?"
"Hm? Ke rumah Reza."
Hanin menjilati jempolnya yang tertinggal selai, "Rumah Reza sekarang ada DJ sama lampu kerlap-kerlipnya?"
Adam meringis dalam hati, "aku gak ke club, kok, kemarin."
"Aku gak bilang kamu ke club,"
Adam menyengir. "Gak mabuk kok, Yang, kemaren. Serius. Cuman nemenin Aldo ngegalau disana."
Hanin kembali mencibir, lalu mengelap jari-jarinya di celana Adam. Merasa menemukan benda persegi panjang di saku celana, Hanin langsung merogohnya.
"Mau apa?" tanya Adam sambil mengambil stik game-nya dan menekan tombol di tengah untuk melanjutkan permainan.
"Mau liat daftar cewek di chat kamu."
Adam terkekeh, "Iya. Liat aja."
Padahal tidak. Hanin hanya ingin bermain i********: di ponsel laki-laki itu. Tanpa mengecek aplikasi pesan pun, Hanin tau Adam tidak akan pernah melakukan hal-hal buruk dibelakangnya.
"Bagus gak kalau aku pake gini?", Hanin menunjukkan foto baju model crop top yang di post oleh Bella setengah jam yang lalu.
Adam mempause lagi game-nya, "Jelek."
"Ih?"
"Kamu tuh tinggi. Kalau pakai yang model begitu, kamu ngangkat tangan buat nguncir rambut aja perutnya udah kemana-mana."
"Kan dalemnya pake tanktop."
"Udah deh yang lain aja."
Hanin mengalah. Ia kembali men-scroll akun instagramnya sedangkan Adam kembali melanjutkan game-nya.
"Ini deh?" Hanin kembali menghadapkan layar hape ke depan wajah Adam membuat pacarnya itu bergegas menepis tangan Hanin.
"Bentar, nanggung."
"Liat duluuu." kata Hanin sambil menutupi mata Adam agar tidak bisa bermain game.
Adam yang sebal langsung saja melemparkan stiknya ke bawah dan memeluk perut Hanin erat-erat sambil menenggelamkan wajahnya di leher gadis itu, "Dibilangin bentar-bentar ngeyel banget."
"Duh, geli!" ujar Hanin sambil menjauhkan kepala Adam dari lehernya.
"Mana yang mau kamu tunjukkin ke aku?"
Hanin menghidupkan HP-nya, "Nih. Bagus, kan? Gak pendek. Ini ketutup semua."
Adam menumpukan dagunya di bahu t*******g Hanin. Tidak, bukannya Hanin t*******g. Tapi Hanin sedang memakai baju sabrina yang menampilkan pundaknya. "Iya, bagus."
"Aku mau yang kuning sama yang item, ya."
"Iya."
"Udah aku DM. Bayarnya besok ditagih ke kelas. Barangnya dateng semingguan."
Adam berdehem saja.
"Aku suruh nagih ke kelas kamu aja, ya?"
"Kenapa gitu?"
"Emang kamu nyuruh aku bayar sendiri?"
"Ambil uang aja di dompet aku, besok biar Bella ngambil ke kamu uangnya. Biasanya juga gitu, kan?"
Hanin tersenyum riang lalu mengecup pipi Adam, "Sayang kamu."
"Kalau ada maunya aja baru cium-cium bilang sayang-sayang."
Hanin menyengir saja. Kemudian raut wajahnya jadi mengerut melihat isi galeri foto di HP Adam. "Kok ada foto Gita disini?"
Adam terdiam sejenak, "Kiriman di grup, gak tau deh siapa yang ngirimin."
Hanin mendorong kepala Adam dari lehernya, "Kok gak dihapus?"
"Lupa terus."
"Alesan."
Adam terkekeh pelan membuat Hanin makin jengkel, "Gausah deket-deket, deh."
Adam malah semakin terbahak, "apa sih? Hapus aja langsung. Aku gak masalah."
Bibir Hanin mengerucut, lalu perempuan itu mengembalikan hape Adam kepada sang empu. "Aku masih inget ya pas kita berantem kamu malah sengaja nganterin Gita pulang."
Diungkit lagi, batin Adam.
"Iya-iya, maaf. Enggak lagi ."
Hanin tidak menjawab. Ia hanya menegakkan badannya dan keluar dari pelukan Adam. Hanin turun dari sofa hendak pergi namun Adam malah menarik lengan Hanin membuat gadis itu terduduk lagi. "Jangan marah, dong. Kamu kan tau waktu itu aku nganterin Gita balik juga karena mau balas dendam gara-gara kamu abis nonton sama Satria." ujar Adam.
Karena perempuan itu terus diam, Adam melanjutkan, "Kamu juga tau sejak aku kenal kamu, aku gak pernah lirik cewek lain." ujarnya meyakinkan.
Hanin memajukan bibir bawahnya, ia mulai luluh, "Jangan suka bikin aku marah."
Adam mendongak, menatap Hanin dari bawah. "No offense." Hanin tersenyum membuat Adam ikut melengkungkan bibirnya. Mata Adam yang awalnya menatap teduh sepasang bola mata Hanin, beralih menatap leher pacarnya. Hanin yang mengamati itu langsung bertanya, "Apa?"
Adam menyeringai, baru ia mendudukkan Hanin di pangkuannya, suara teriakan menggelegar menginterupsi.
"Abang!!!" teriak Bunda dari depan pintu.