Si Mata Biru

683 Words
"Aduh, terlambat lagi deh," keluh Melati tepat di depan pintu kelas yang tertutup rapat. Terpaksa materi pelajaran pertama, dia tidak bisa mengikuti. Sebenarnya Melati bisa saja langsung masuk dan mengucap permisi kepada dosen. Akan tetapi tidak memungkinkan. Selain karena dirinya sudah terlambat sepuluh menit, juga karena dosen yang sedang mengisi materi terkenal cukup galak dan disiplin. Lagi pula peraturan di kampus menyatakan kalau mahasiswa dilarang masuk kelas kalau terlambat lebih dari lima menit. Gadis itu akhirnya memilih untuk pergi ke pusat perbelanjaan di kampus. Membeli sandwich, beberapa snack dan minuman kemasan, lalu duduk di dekat jendela sambil menikmati pemandangan taman kampus. Saat baru saja mengunyah sandwich, tiba-tiba indra penglihatannya menangkap sesosok pemuda tengah tiduran di atas rumput hijau taman kampus. Pemuda tersebut mengenakan hoodie berwarna navy. Penampilannya mirip sosok pemuda yang sempat beberapa kali masuk dalam kameranya. Hanya saja kali ini dia mengenakan Hoodie dan bukan sweater. Buru-buru Melati berlari keluar pusat belanja menuju taman samping kampus yang langsung terhubung dengan lorong menuju lapangan basket. Sosok pemuda yang berbaring tadi, menghilang. "Loh, kok enggak ada sih. Bukannya tadi ...," Belum hilang rasa penasarannya, tiba-tiba dari arah belakang seseorang mencolek punggungnya. Melati terkejut bukan main dan hampir mengeluarkan teriakan. "Kamu ngapain sih, bikin kaget aja!" ujar Melati dengan suara tinggi. Rafka tertawa. "Eh gendut, harusnya aku yang nanya ke kamu. Ngapain di sini, bukannya masuk kelas terus belajar." Kalau benar sosok pemuda tadi orang yang sama, mungkin saja Rafka mengenalnya. Mengingat dia juga ternyata mahasiswa di kampus ini. Melati berpikir serius. Gadis itu mengeluarkan ponsel, mencari gambar lelaki ber sweater abu. Saat akan menunjukkan kepada Rafka, ber tanda materi pertama habis berbunyi nyaring. "Tuh kan, udah ganti materi. Sana masuk dulu, ntar telat aja," seloroh Rafka. "Iya, ini juga udah mau masuk." Melati memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ah, mungkin belum saatnya dia menanyakan perihal gambar cowok itu ke Rafka. *** Materi untuk kuliah hari ini tidak banyak. Beberapa dosen juga hanya memberikan tugas sehingga kebanyakan lebih suka pulang cepat. Melati keluar ruang kelas dengan segera. Berharap bisa bertemu si hoodie navy tadi. Siapa tahu memang benar dia orang yang sama. Bugh ~Sshh "Désolé, tu vas bien?" Melati menatap pemuda di hadapannya dengan serius. Sinar mata pemuda itu menandakan bahwa dia orang baik. Matanya biru, serasi dengan alis tebal dan hidung yang mancung. Rambutnya hitam dan nampak begitu rapi. Tampan, mirip seseorang. Oh, Melati ingat sosok pemuda dalam foto di ponselnya. Si sweater abu dan hoodie navy. Bukankah dia orang yang sama? "Je vais bien." Pemuda dengan sweater abu itu membuka topinya, menyimpannya ke dalam tas ransel sebelum akhirnya melenggang pergi. "Eh, hai. T-tunggu!" Melati menutup kedua mulutnya. Bicara apa dia barusan? Dasar bodoh. Bukankah pemuda tadi menggunakan bahasa Prancis dengan lancar? Bisa saja dia memang warga asli Paris. Seketika Melati merasa begitu bodoh. Gadis itu berlari mengejar si pemuda yang sudah hampir tak terlihat lagi bayangannya. "Ah, kemana sih dia. Cepat sekali menghilang." Melati terduduk lesu di kursi depan koridor. Beberapa mahasiswa sudah berada di kelas masing-masing menerima materi baru. Dia bahkan tidak ingat untuk masuk kuliah hari ini. Tangannya terulur meraih ponsel di dalam tas. Sudah terlanjur telat. Masih ada dua jam lagi sebelum materi berikutnya. Melati berpikir mungkin seharusnya dia mengikuti kuliah di jam terakhir saja. Saat ini rencananya untuk menyelediki si mata biru itu harus berhasil. Gadis berbuat kuncir kuda itu kembali mengayunkan kaki, berusaha mencari informasi mengenai si pemuda. Dia harus memasuki gedung lain hanya demi menghilangkan rasa penasarannya. Brugh ~Shh "Aduh! Hei, turis Paris wanna be. Elu kalau jalan pakek mata makanya!" hardik Alexa tepat di depan pintu masuk kelas manajemen bisnis. Melati menunduk tak berani menatap ke arah gadis berambut hitam di depannya. Alexa Diandra merupakan saudara sepupu Melati. Dia putri kandung Aqila Alexandra, saudara kembar Yasmin. Hanya saja mereka berdua tak pernah akur sejak awal bertemu di depan Eiffel tower. Bahkan Melati sendiri baru tahu kalau dirinya memiliki saudara di Paris. Selama dua puluh tiga tahun hidup di negara orang, baru kali ini dirinya merasa tidak sendiri. "Sorry, aku lagi buru-buru ngejar orang." Melati beralasan. Gadis itu beringsut dari hadapan Alexa dan beranjak pergi. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD