Plato dan Socrates mendefinisikan cinta sebagai sebuah perjalanan. Dan aku yakin bahwa setiap perjalanan itu pasti akan berhenti pada satu titik, Meskipun aku tidak berani bermimpi tentang titik kisah cinta kami akan berakhir dimana.
---
Aku buru-buru mengalihkan pandangan saat tatapan mata kami bertemu. Dia yang tengah serius memimpin rapat OSIS kali ini, terlihat sangat penuh pesona, kayaknya berhasil sekali berkamuflase dari karakter aslinya. Dan berhasil juga bikin jantungku berdegup lebih intens saat pandangan mata kami bertemu.
Ahh mana mungkin aku suka sama dia, bukannya dia jelas-jelas fuckboy, ngeselin, nyebelin dan usilnya sampek DNA. Lagian dia sepupu aku sendiri, dan kami tinggal serumah. Gila kannn.
Iya... Jadi setelah papa sama Mama mengalami keterpurukan ekonomi, mereka mengirim ku untuk tinggal sementara di rumah Tante di Ijen Nirwana Malang, kakak dari mama ku, sebenarnya bude sih kalau silsilah jawa, tapi dari kecil kebiasaan panggil Tante, jadi kebawa sampai tua, dan aku sekolah disini, sudah sejak satu tahun yang lalu. Sementara mereka mulai fokus merintis usahanya lagi mulai dari nol, itu yang mereka katakan padaku tahun lalu. Jadi orang tuaku punya usaha dibidang advertising gitu, dan entah kenapa, ada seseorang, yang juga salah satu karyawan papa mama gitu, bekerja curang sampai-sampai bikin usaha papa bangkrut buat ganti rugi ke klien, sejauh yang aku tau gitu sih ceritanya.
Karena bel istirahat telah berbunyi senyaring perut kami yang kelaparan, rapat pun segera ditutup dan akan dilanjut setelah istirahat. Mereka semua membubarkan diri dan meninggalkan gitu aja semua pekerjaan diatas meja. Jadi pemandangan biasa yang aku lihat kala istirahat tiba, tumpukan buku, berbagai draft, laptop yang masih on, dan beberapa sobekan kertas yang telah diremas bertebaran di atas lantai.
Sementara aku, entah kenapa aku males banget mau ngapa-ngapain, setelah menyimpan desain stiker untuk MPLS tahun ini aku hanya menidurkan kepala diatas tumpukan draft dan desain.
"Kamu nggak istirahat Sya?"
"Enggak kalian duluan aja."
Vika dan Dito ninggalin aku sendirian. Mereka berada satu seksi dengan ku, yakni Seksi Pembinaan prestasi akademik, seni, dan olahraga sesuai bakat & minat. Kebetulan atau emang disengaja sekali mereka berdua milih aku sebagai ketua koordinator. Seksi lain beranggotakan 4-5 orang sedangkan anggota kami hanya bertiga. Kadang kami harus kerja keras demi suatu acara berjalan dengan lancar, mereka tidak tau aja bahwa sebenarnya semua acara di sekolah berporos pada kami bertiga.
Tuk tuk tuk...
Suara ujung jariku yang beradu dengan permukaan meja, aku suka sekali menikmati suara ketukan yang merambat menuju telingaku yang menempel diatas meja, membuat kesunyian ini makin bermakna, dan ketukan itu menjadi satu-satunya suara yang aku dengar sesaat sebelum Dani sang ketua OSIS masuk lagi dan membuyarkan semuanya.
Aku menghentikan jemariku mengetuk meja, menunggu apa yang akan dia lakukan padaku, sudah hafal betul kelakuan dia ke aku. Benar-benar sepupu gak ada akhlak.
"Sya.. Nggak makan?" tanya Dani sambil menarik kuncir ekor kuda ku hingga terlepas dan membuat rambutku terurai berantakan. Aku malas berdebat, aku hanya meminta ikat rambutku dikembalikan.
"Paansiii.. sini in nggak." keluhku kesal karena tanganku yang minta dengan baik gak digubris.
"Jadi cewek ketus amat." ucapnya sambil melempar ikat rambutku keatas rak piala yang tingginya dua kali lipat dari tinggi badanku.
"Tau ahh... Kenapa sih, kamu kurang kerjaan? Tuh di meja Vika sama Dito banyak." ucapku sambil beranjak pergi ninggalin dia, kesel banget lama-,lama kalau diladenin.
"Bentar aku mau ngomong." tangannya masih sempat menahan tanganku.
"Lepasin! udah ngomong aja, ada apaan?" aku melepaskan diri dari tangan dia.
"Galak banget sih, aku cuma mau nanya, kamu suka kan sama aku?"
"Haaahh.... Suka sama kamu, dih najis."
"Halah jangan bo ong, aku tau kok." sahutnya sambil mengedipkan sebelah mata.
"Apaansii.. kita sodara. Ya nggak mungkin lah."
"Ehhh siapa bilang, nih aku barusan browsing, nikah sama sepupu hukumnya boleh karena bukan mahram."
"Haaahh.. ngapain kamu browsing-browsing gituan?"
"Ya karna aku suka sama ka.."
Jawabannya terhenti karena ada beberapa anak yang udah masuk dan kembali ke meja mereka dengan membawa beberapa Snack dan minuman, mereka kembali dan duduk di tempat masing-masing sambil melanjutkan makan dan minum berasa kantin pindah ke Ruang OSIS.
Aku yakin banget dia pasti mau bilang kalau suka sama aku, gilaa ini parah banget, kita satu kelas, satu organisasi, satu rumah bahkan kita saudara, tapi dia punya rasa yang sama, beneran gak sih??
Aku nggak mau mendengar kelanjutannya dan buru-buru ke kamar mandi sebelum bel masuk berbunyi.
Aku berdiam diri di depan cermin kamar mandi sampai air bekas cuci muka di wajahku mulai mengering, dan pikiran ku tidak mau berhenti traveling ke mana-mana. Entah kenapa ngerasa insecure aja pas didekat dia.
Sampai bunyi tet tet terulang 5 kali tanda bel masuk, aku baru bergeming dan kembali ke ruang OSIS. Aku kembali ke tempat duduk ku disebelah Vika dan Dito.
Mereka berdua sedang sibuk membuat susunan acara pada hari puncak MPLS, sedangkan aku bertugas membuat semua hal yang berhubungan dengan MPLS mulai dari stiker yang dibagikan kepada seluruh siswa baru sebagai pengenalan identitas sekolah dan OSIS, desain untuk kaos yang akan digunakan para pengurus OSIS sebagai panitia MPLS, dan desain gambar notebook yang akan dibagikan ke seluruh siswa baru sebagai souvenir MPLS, ada-ada saja ya.
Aku kembali membuka PC ku dan mulai melanjutkan desain yang sudah jalan 70%. Berkali-kali aku sibuk dengan rambutku yang menjuntai kedepan saat aku mulai mencoba untuk fokus. Rasanya kesel banget. seperti ada yang sengaja gangguin pekerjaan ku which itu bukan orang, Aku lihat ke arah Dani, anjimm dia pas perhatiin aku ternyata. Ya udah aku balik ke layar lagi mau melanjutkan pewarnaan pada desain ku yang udah hampir jadi. Kuabaikan rambut yang benar-benar mengganggu ini. Ehh dia malah datang ke tempatku.
"Vik... Kamu ada ikat rambut lagi nggak?"
"Ada nih..." Jawab Vika mengambil sebuah ikat rambut dari kotak pensilnya.
"Aku ambil ya." Kata Dani. Ok what now? aku udah bisa nebak, kalau dia pasti bakalan ngejailin aku lagi, ehh ternyata aku salah dong, karena tiba-tiba dia ngerapiin rambutku dan mengikatnya, kemudian pergi lagi.
"Si Dani ngapain?" tanya Dito keheranan. Aku hanya mengangkat bahu.
"Ehh kalian ada main dibelakang?" tambah Vika
"Main apa? Ya nggak lah." sahutku.
"Terus kenapa tiba-tiba kesini nyamperin kamu gajelas, dan ngikat rambut segala."
"Ya nggak tau lah Vik, emang dia pernah jelas kelakuannya?" jawabku.
"Iya juga sih ya."
"Dah kerjain tuh tugas kalian masih banyak, awas kalau aku selesai dan kalian ngerjain berdua gak kelar-kelar."
"Ashiiiappp..." kata mereka.
Aku sudah selesai membuat desain untuk kaos dan stiker. Setelah memastikan sudah tersimpan dengan benar aku membawa laptop ku ke meja Dani untuk mendapatkan acc dari dia.
Saat aku baru saja selesai meletakkan laptop ku di meja Dani, tiba-tiba Nadia nyerobot untuk didahulukan perihal proposal anggaran dana MPLS, Nadia adalah ketua koordinator seksi Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan.
"Dan... Udah nih proposal nya kamu lihat dulu ya sebelum aku serahkan ke pembina!"
"Coba aku lihat, kemarin udah ada revisi kan mengenai dana untuk pensi."
"Udah, kan kamu cuma minta buat mencantumkan sumber dana dan rincian rencana pengeluaran aja kemarin. Itu udah aku tambahkan kok di lampiran."
Sepertinya mereka berdua masih sibuk, dan mendengar pembicaraan mereka kepalaku serasa tambah pusing. Jadi aku memilih untuk kembali lagi nanti dengan meninggalkan laptopku dihadapan Dani.
Tapi gak taunya dia menahan ku dengan menggenggam tanganku tanpa sepengetahuan Nadia.
"Ya udah bener kok, kemarin kan cuma kurang bagian itu aja, udah ok kok, kamu bisa ajukan ke pembina."
"OK makasih Dani..." ucap Nadia dengan nada yang dibuat-buat seimut mungkin.
Kemudian dia berbalik menghadap laptopku saat Nadia udah pergi, setelah mengamati desain ku sejenak barulah dia bersuara.
"Gimana kalau warna kuning ini diganti warna biru?"
"Garis ini?" tanyaku sambil melepaskan tanganku darinya kemudian menunjuk ke layar.
"Iya... Diganti biru kayanya bagus deh, ini udah bagus sih tapi kurang greget aja."
"Iya aku ganti deh kalo gitu, menurut kamu birunya yang kaya gimana? Navy, skyblue, Aquamarine atau lainnya?"
"Apa apaa? yang kaya gimana tuh birunya?"
"Biru kaya Tiffany apa Swarovski gitu aja deh enak bandinginya?" ulangku.
"Nggak paham, kamu bisa nggak sih ngomongnya pakek bahasa yang bisa dimengerti manusia?"
"Ehhh kamu aja yang nggak ngerti istilah warna." sahutku.
"Makanya jelasin yang kaya gimana warnanya!"
"Nihhh kamu pilih sendiri warnanya yang kaya gimana!' ucapku sambil memunculkan pallet colour pada lembar kerjaku.
"Yang kaya gini nih maksudku." ucapnya kemudian.
"Skyblue."
"Iya biru muda."
"Kok biru muda sih, itu kan biru langit."
"Halahh sama aja, toh ada biru nya kan."
"Kok kamu nyolot sih." kataku
"Lahhh siapa yang nyolot, kamu kali yang ngegas."
"Nah tuh apaan, udah nyolot, main lempar tuduhan pula."
"Eh sumpah ya nggak ngerti ngomong ama cewek, gini salah, gitu salah, salahin aja semua, cewek emang paling bener kok."
"Aduh nggak ngerti kamu punya masalah hidup apa, jadi cowok baper banget."
"Kalian berdua nih kerjaanya tengkar mulu dah kek Tom & Jerry tau nggak?" celetuk Mey dari mejanya.
"Iya batas antara benci jadi cinta itu tiviss looh, sekarang berantem mulu, eh tau-tau besok jadian." kata Pak Agus pembina kami yang tiba-tiba sudah berdiri diambang pintu.
Aku buru-buru mengambil laptop ku dan kembali duduk setelah sebelumnya sempat aku pelototin Dani karena dia sukses jadi biang rusuh kali ini.
"Gimana Dan... setuju nggak sama pemikiran bapak?" tanya Pak Agus.
"Iya ada benernya juga sih pak" kata Dani manggut-manggut, dan pak Agus hanya ketawa.
"Baiklah kita kembali ke pembahasan! gimana Dan, sudah berapa persen persiapan rekan-rekan kamu buat persiapan MPLS tahun ini?"
"Alhamdulillah sudah hampir 100% pak."
"Baik... terimakasih atas kerja keras kalian semua ya, ini adalah debut terakhir kalian sebelum naik kelas XII jadi bapak akan sangat berterimakasih OSIS angkatan kalian benar-benar luar biasa."
"Iya dong pak." sahut Nadia.
"Nanti bakalan ada reward buat kalian, atas kerja keras dan prestasi yang telah kalian kumpulkan selama satu tahun menjabat ini."
"Widiihhh kita mau dikasih reward apa nih?" ujar Dani.
"Kita akan rekreasi deket-deket aja." jawab pak Agus yang langsung disambut tepuk tangan dan suitan meriah dari kami.
Rapat usai setelah pak Agus ACC semua laporan dan proporsal kami. Beliau sangat senang dan berterimakasih pada kami karena katanya baru kali ini angkatan OSIS yang benar-benar mau kerja keras dengan minim bimbingan nggak manja namun kelihatan hasil kerjanya.
Kami kembali kekelas untuk melanjutkan jam pelajaran. Namun saat kami masuk (Aku, Vika, dan Dani sekelas) semuanya terlihat asyik sendiri di meja masing-masing. Guru mata pelajaran tidak hadir sepertinya hari ini, hanya meninggalkan tugas saja. Maklum lah karena para guru dan staff sedang sibuk akhir-akhir ini untuk persiapan ISO sekolah kami.
Aku duduk bermalasan sambil menghadap ke tembok, ngantuk sekali rasanya pingin merem bentar aja.
"Vik... aku ngantuk berat nih, aku mau tidur bentarrr aja kalau ada guru bangunin ya." pintaku ke Vika, teman sebangku juga didalam kelas.
"Okkee..." jawabnya santai, walaupun matanya tak bisa lepas dari gadgetnya.
Entah berapa lama aku tertidur yang jelas sudah benar-benar deep sleep saat tiba-tiba Vika mengguncangkan ku dengan keras. Aku reflek terbangun dan kulihat di depan tidak ada guru. Dengan kesal aku mendengus kearah Vika. Looh bukan Vika tapi Dani yang duduk ditempat Vika, aku lihat ke belakangku tempat Dani duduk, Vika udah ada disana dengan ekspresi wajah takut aku semprot, dengan kedua jari yang slow motion up dari bawah meja membentuk simbol peace "Dua jari",
"Kamu tuh... ngapain disini?"
"Nggak ngapa-ngapain sih, nggak lengkap aja rasanya kalau nggak jailin kamu."
"Pergi nggak kamu dari tempatku?"
"Ini tempat Vika, lagian dia juga nyaman duduk disana."
"Terserah deh... dah jangan ganggu, kepalaku pusing tau."
"Mau tidur lagi?" tanya Dani.
"Iya emang kenapa?"
"Tunggu dulu dong, aku mau ngomong."
"Ngomong apa buruan, jangan bertele-tele, aku mau tidur. Waktu kamu 3 menit dari sekarang."
"Aku suka sama kamu, pacaran yuk!" bisiknya dengan senyuman khas fakboynya.
Aku memutar bola mataku, bosan lagi-lagi dia nanya hal yang jawabannya selalu sama. Aku nggak menanggapinya, kuambil headset kuputar keras-keras lagu Bad liar dari ponselku. kemudian tidur lagi. Sebenarnya yang aku pikirkan adalah, aku tidak percaya dia memiliki perasaan yang sama denganku.
Terlalu bodoh jika kau tidak menyadari atau membiarkan otakku memanipulasi kesadaranku untuk terus berpura-pura aku tidak tau semuanya.
Tapi entah kenapa, dengan aku mengetahuinya pun tidak akan merubah apapun. Dan aku tidak ingin orang tua kami kecewa jika suatu saat hubungan kami kelewat batas. Setidaknya itu yang ada di pikiranku saat aku sadar seperti saat ini. Mungkin ketika lagi ngebucinin dia beda lagi pemikiran ku... Duh rasanya pingin aku jual nih otak, suka mikirnya gak konsisten sih.