bc

Lemakmu Canduku

book_age18+
2
FOLLOW
1K
READ
dark
family
HE
fated
opposites attract
second chance
badboy
kickass heroine
boss
drama
tragedy
sweet
bxg
serious
bold
campus
city
office/work place
secrets
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Setiap malam aku memeluknya, tanpa janji, tanpa rasa.Sekarang dia pergi, dan tubuh lain tak lagi menggoda.Mungkin aku terlambat sadar-Cintaku ternyata ada di balik lemaknya.Reya hanya ingin bekerja dengan tenang, tapi tubuhnya jadi alat pelampiasan atas nama "kebutuhan biologis" sang atasan, Barat. Ia dituntut menelan pil KB, bahkan penggugur kandungan, sementara sang pria menjaga tunangannya seolah tak berdosa. Hingga Reya memilih pergi. Sejak saat itu, tubuh Barat menolak semua sentuhan perempuan. Tapi apakah rasa bersalah bisa menumbuhkan cinta?

chap-preview
Free preview
LC 1
Gedung kampus sudah mulai sepi saat Reya melangkah keluar dari ruang dosen. Matahari sore menggantung rendah di langit, terlihat warna semburat merahnya. Tas ranselnya berat di punggung, bukan karena buku-buku, tapi karena beban pikiran yang tak pernah benar-benar reda. Reya Anggun Kinanti, 23 tahun, semester akhir di program S1 manajemen. Tinggi badannya 168 cm, berat hampir 90 kg. Tapi wajahnya tetap cantik. Cantik dengan caranya sendiri. Matanya bulat besar, bening, penuh keceriaan dan tekad. Rambutnya panjang, hitam bergelombang, dan meski sering digulung asal pakai jepitan, tetap ada aura lembut yang memancar dari dirinya. Reya jelas bukan gadis populer. Tak juga banyak teman. Teman-teman kampusnya seringkali melirik sinis atau membanding-bandingkan padahal dia lah yang paling rajin, selalu jadi langganan nilai A. Beasiswa penuh yang didapatkannya bukan karena kasihan, tapi karena memang pantas. Sore itu, ia tidak pulang ke rumah kontrakan. Kakinya mengarah ke halte dan naik angkot ke Rumah Sakit central. Di situlah tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya selain kuliah, ia menjaga ayahnya yang sedang melawan kanker stadium lanjut. Karyo, ayah Reya, satu-satunya keluarga yang ia punya setelah ibunya meninggal sejak Reya masih kecil. Reya masuk ke kamar rawat dengan langkah pelan. Ayahnya tertidur lemah di ranjang, suara mesin infus berdetak lembut seperti detak waktu yang sedang menyempit. Ia duduk di kursi kecil di samping ranjang, meletakkan tasnya, dan menyentuh tangan keriput ayahnya yang dingin. "Aku baru selesai kuliah, Pak," bisiknya. "Nilai ujian kuis kemarin A, dosen juga bilang aku bisa ikut program akselerasi tugas akhir. Tapi-" Tapi tetap saja hidup tak semudah nilai A di lembar kertas. Biaya rumah sakit terus berjalan, beasiswa hanya menutup uang kuliah dan sedikit uang saku. Untuk makan sehari-hari, bayar kontrakan, transportasi, belum lagi tambahan kebutuhan ayahnya, Reya tahu, waktu dan tabungan mereka hampir habis. Ia membuka ponselnya, mencoba mengalihkan pikiran. Jari-jarinya membuka aplikasi pencari kerja secara refleks. Iklan-iklan lowongan kerja scroll begitu saja, sampai matanya tertumbuk pada satu judul: 'DIBUTUHKAN ASISTEN PRIBADI UNTUK CEO DI PERUSAHAAN AMORE CORP. Full-time / Fleksibel waktu untuk mahasiswa semester akhir.' Reya mengerutkan kening. Amore Corp, itu perusahaan besar. Dia pernah baca artikelnya-bergerak di bidang transportasi dan beberapa bidang lain. Perusahaan besar yang seperti mimpi jika ia bisa bekerja di sana. Deskripsi pekerjaan tak terlalu panjang. Persyaratannya, lulusan atau mahasiswa tingkat akhir, komunikatif, rapi, bisa bekerja multitugas. Gaji? Di atas rata-rata. Ada tunjangan transportasi dan makan. Reya menggigit bibir bawahnya, ada rasa ragu tapi ia inget bekerja. Ia butuh untuk membiayai hidupnya yang serba kekurangan setelah ayahnya sakit. "Pak." bisiknya sambil melirik ke arah ayahnya yang masih tertidur. "Doain Reya keterima ya. Mungkin ini jalan buat kita bisa hidup, bisa makan dan buat pengobatan bapak." Ia pun membuka dokumen lamanya, memperbarui CV yang sudah dibuat setahun lalu untuk magang, dan menulis surat lamaran dengan sepenuh hati. Tanpa ragu, ia kirim lamaran itu malam itu juga. Di kamar rumah sakit, sambil sesekali menatap layar infus ayahnya yang terus menetes. Detik demi detik berjalan. Reya tak tahu apakah harapannya akan dijawab cepat, atau dibiarkan begitu saja. *** "Saya mau lihat langsung," kata Barat tanpa basa-basi. Satrio, orang kepercayaan yang berdiri di sisi meja kerja CEO itu, mengangguk cepat. "Baik, ini, Pak. Semua kandidat sudah di ruang meeting. Kami sudah seleksi awal, tinggal Bapak pilih." Barat berdiri dari kursinya, jas hitam dengan tubuh tegapnya. Ia menatap dengan ekspresi datar dan dingin khas Barat. Lalu berjalan mendahului Satrio menuju ruang kaca di ujung lorong lantai tiga. Di dalam, lima perempuan sudah duduk rapi. Semuanya berpenampilan menarik rambut disisir, blazer disetrika rapi, riasan ringan untuk menunjang tampilan mereka. Kecuali satu. Yang duduk di ujung kanan, dengan tas polos di pangkuannya. Perempuan itu menunduk, memainkan jari tangannya, bahkan tidak melirik ke arah pintu saat Barat masuk. "Siapa yang di pojok itu?" bisik Barat pelan. Satrio melirik. "Namanya Reya Anggun Kinanti. Fresh graduate semester akhir. Latar belakangnya bagus, tapi penampilannya- ya, enggak seperti kandidat lain." Barat tidak menjawab, ia hanya berjalan pelan ke depan ruangan, lalu menatap kelima kandidat. "Saya mau bertanya satu hal," suaranya dingin penuh ketegasan dan tenang. "Kenapa kalian ingin bekerja di sini?" Satu per satu menjawab dengan yakin. Memberikan jawaban terbaik yang bisa menarik perhatian agar mereka diterima di sana. "Karena saya ingin mengembangkan potensi saya di perusahaan besar seperti Amore, Pak." "Karena ini tempat yang tepat untuk karier saya berkembang." "Karena saya kagum dengan kepemimpinan Bapak Majendra." Semua terdengar rapi, rapi dan menurut Barat itu terlalu biasa ia dengar. Barat akhirnya menatap Reya. "Kamu?" Reya menelan ludah, tubuhnya sedikit gemetar, ada rasa tak percaya diri. Ia tidak menatap langsung pria itu, hanya menunduk dan menjawab pelan namun jelas. "Karena saya butuh pekerjaan, Pak. Untuk hidup saya." Sunyi, Barat menatap Reya yang kembali menunduk. Tidak ada embel-embel kata 'passion', tidak ada pujian basa-basi, hanya jawaban sederhana dan jujur. Yang justru terasa lebih tulus dari yang lain. Satrio melirik Barat, menunggu reaksi. Barat hanya memiringkan kepala, dia berjalan kembali ke arah Satrio lalu berbisik pada orng kepercayaannya mengucapkan kalimat yang membuat Satrio terkejut. "Oke, saya mau Reya," bisiknya pelan. Satrio tercengang karena pilihannya benar-benar di luar prediksi, Gadis itu terlalu biasa menurut Satrio jawabannya pun tidak seperti yang lain. "Tapi Pak, dia kan—" "Dia paling cocok," kata Barat cepat. "Dia gak sibuk menjual diri. Dia cuma butuh kerja. Itu yang saya suka." "Baik pak saya bilang ke HRD," sahut satrio kemudian. Barat mengangguk, lalu berbalik, melangkah pergi jelas keputusan itu tak bisa diganggu gugat. Dan di dalam ruang meeting itu, Reya yang bahkan tak tahu kalau hidupnya akan berubah selamanya, gadis itu masih menunduk. Tak menyadari kalau barusan, dia terpilih bukan karena apa yang dia tampilkan, tapi karena jawaban jujurnya, justru lebih menarik bagi pria bernama Barat Majendra.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
313.8K
bc

Too Late for Regret

read
310.0K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
144.2K
bc

The Lost Pack

read
429.7K
bc

Revenge, served in a black dress

read
151.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook