02 [When Your Shadow Answer]

1050 Words
“Karena batang lilin yang mencair, masih bisa menyala selama sumbunya masih menampakkan diri” “Nadira, Dia enggak mungkin kembali, kamu pasti salah liat,” ujar Bizar padaku. Aku mengembuskan napas. Mencoba untuk tenang, lalu menyeka sisa-sisa air mata. Sekarang kepalaku jadi lebih berat, sampai mengantuk. Bizar menyuruhku untuk tidur, dia bahkan sudah meminta salah satu robotnya untuk mengatarkan diriku ke kamar tamu. Namun aku menolak dan dia tetap memaksa. Tidak ingin ini berlanjut, aku pun mengiyakannya.  Aku tidak begitu takut dengan Bizar, laki-laki itu bahkan tidak tertarik dengan perempuan mana pun. Kejadian tadi masih membekas dalam ingatanku. Mungkin memang benar jika itu hanya ilusi, tetapi terasa sangat nyata. Aku melangkah, tetapi beberapa kali bertemu cermin, aku segera menunduk. Inikah rasanya takut kepada diri sendiri? Tenanglah, ini hanya sebentar, Dira. Aku mencoba menguatkan diri sendiri sambil menunduk ke bawah. Kenapa pula rumah ini harus memiliki banyak figura? Sesampainya di kamar, aku beralih untuk tidur di atas kasur. Tidak mau menoleh ke samping. Segera saja aku menutup mata. Namun, lagi-lagi ada suara yang memanggil namaku. Degup jantungku semakin kencang. Tanpa sadar jiwaku ini terlalu lelah untuk melawan. Tangisan tadi sudah banyak mengeluarkan air mata demi menghapus Hana dari pikiranku. “Nadira!” Aku tetap tidak menoleh. Cukup menutup mata, berdoa agar segera terlelap. Itu hanya ilusiku saja, tidak ada yang harus aku takutkan. Aku tidak tahu kenapa Hana datang kepadaku secara tiba-tiba. Jauh di dalam hatiku, aku sangat merindukan sosok itu. Seorang ratu dari dunia Twins yang memberikanku kesempatan untuk hidup dengan sebuah kesepakatan. Dulu, aku hanyalah seorang gadis berumur tiga belas tahun yang tengah menderita oleh suatu penyakit. Tidak ada yang bisa menyembuhkanku sampai Hana datang dan memasuki tubuh. Dia sering berbicara dalam pikiranku dan memperdebatkan hal yang tidak penting. Dengan aku berjanji untuk menjaga perdamaian bumi, dia menyembuhkan penyakitku. Tiba-tiba suara pintu diketuk membuat aku terbangun, walau memang dari sebelumnya aku tidak tertidur. Suara yang memanggilku pun turut menghilang. Jadi aku segera beranjak mendekati pintu, lalu membukanya. Aku bergeming. Tidak percaya karena Radja tengah berdiri di hadapanku dengan keringat yang mengucur. Bisa aku pastikan, dia baru saja berlari. Seakan tidak cukup membuatku terkejut dengan hal itu. Dia segera mempertemukan kening kami. Membuat wajahku agak memerah, entah bagaimana bisa laki-laki yang sudah memiliki pacar ini melakukannya. Ini memang tidak benar, tetapi aku menikmati hal ini. Begitu pun dengan hati yang menjadi nyaman karena perlakuan Radja padaku. “Syukurlah kamu enggak panas, berarti enggak demam. Dasar Bizar itu, kasih informasi setengah-setengah,” gerutu Radja. Aku segera tertawa dan menutupi mulut dengan tangan kananku. “Kamu baik-baik aja, Dira? Pipi kamu merah.” Aku segera mendorong tubuh tegapnya. Agak sulit karena perbedaan tenaga. Jadi aku pun membalas ucapannya. “Aku baik-baik saja. Kamu ngapain ke sini? Katanya mau kencan sama Sarah.” “Oh ... Sarah ... dia tiba-tiba ada kerjaan,” ucap Radja seraya menjauhkan tubuhnya dariku. Aku masih bisa merasakan sensasi ketika poni agak panjang milik Radja menyentuh kening. Memang hanya sebentar dan itu sangat membekas di dalam hati dan ingatan. Napasnya yang sangat dekat dengan kulitku. Hei! Sebenarnya apa yang aku pikirkan? Segera aku menggelengkan kepala. Aku harus ingat dengan jelas, laki-laki di hadapanku ini sudah punya pacar. Ya, Sarah Aprianti, gadis yang terkenal kesibukannya. Gadis itu merupakan artis yang sedang naik daun. Aku tahu maksud Radja, tentang gadisnya yang membatalkan kencan. Ini bukan yang pertama kalinya. Meski aku menyibukkan diri dengan mengambil misi untuk menghentikan kekacauan di berbagai tempat, aku tetap dipasangkan dengan Radja. Bizar bilang, orang terdekat dan paling bisa ditunjuk sebagai kelompok hanya dia. Memang tidak ada masalah jika kami berada di SMP, tidak ada masalah apa pun. Meski Bizar sudah memperingatkan agar aku tetap profesional dalam menjalankan misi. Mana tahu jika nantinya aku akan pergi misi dengan orang yang tidak disukai. Radja membawaku duduk di atas tempat duduk. Dia pun berbaring, sangat lelah. Tidak ada yang berubah dari semenjak aku mengenal laki-laki menyebalkan satu ini. Bahkan perlakuannya padaku masih tetap sama. Baik dan bersahabat. “Sebenarnya apa yang terjadi? Cerita padaku. Tunggu ... aku izin berbaring, terlalu lelah,” ucapnya dengan nada yang dipaksakan tegas. Jelas-jelas dia menuntut agar aku menguraikan apa yang sudah terjadi. “Aku hanya berhalusinasi soal Hana yang kembali. Jelas-jelas dia sudah tiada dan aku tidak bisa mengembalikannya lagi,” jelasku pelan. Dengan suasana yang sepi, suaraku pun terpantul jelas dan pasti bisa didengarkan oleh laki-laki tersebut. “Hana?” Aku merasakan Radja segera membenarkan posisi duduknya. Dia lalu melihat ke arahku dengan seksama. “Sepertinya kamu terlalu rindu padanya, Nadira. Kita sudah lama tidak menghadapi sebuah misi yang berkaitan dengannya lagi.” Radja mungkin benar, tetapi logikaku menolaknya. “Bagaimana jika Hana datang untuk mengambil kekuatanku lagi, Ja? Enggak ... gimana kalau dia datang untuk mengambil alih tubuhku karena dia tahu aku enggak kompeten dalam menggunakan kekuatannya. Dulu aku menjadi wadah kekuatan miliknya, sekarang dia muncul untuk mengambil kembali apa yang menjadi miliknya.” “Hana udah mati dan dia menyerahkan bibit kekuatan itu padamu,” ucap Radja, lalu mengembuskan napas, “itu artinya dia percaya padamu Dira. Hanya kamu yang bisa melanjutkan misinya.” Radja mengelus puncak rambutku. Dia tersenyum, begitu manis. Perlakuannya justru membuat aku semakin sulit untuk melupakan perasaan. Buru-buru aku menarik selimut untuk menutupi seluruh badan, lalu mendorongnya. “Ja, aku mau tidur! Kamu sama Bizar aja ya!” ujarku cepat. “Iya deh.” Setelah mengucapkan itu, aku bisa mendengarkan suara langkah kaki yang semakin lama semakin menjauh. Syukurlah. Aku bisa bernapas dengan tenang. Radja terlalu sulit untuk aku gapai, menjadi teman dekat saja sudah cukup bagus. Seharusnya hati ini tidak menyalahartikan perlakuan laki-laki itu terhadapku. Mungkin sama bagi semua perempuan yang pernah dekat dengannya. Ting! Suara notifikasi dari ponsel membuat aku sadar. Segera saja aku merogoh saku dan mengambil benda canggih tersebut. Ada pesan tiga pesan masuk. Di antaranya dari Kak Ron—kakakku, Demina—sahabatku dan nomor yang tidak dikenal. Dua pesan di awal itu aku buka dan  membalasnya. Paling kakak bertanya kapan aku pulang, sementara Demina mengingatkan jadwal tentang kerja sambilan di kafe milik keluarganya. Akan tetapi, aku ragu untuk menjawab pesan dari nomor tidak terkenal. Sampai aku tidak sengaja membuka pesan tersebut. Dari : +62882-xxxx-xxxx Apa kamu tidak penasaran dengan sosok yang muncul di dalam cermin?   ------------------------------------------ Halo, Namaku NamikazeHana, semoga kalian suka dengan cerita yang kubuat ini. Ngomong-ngomong meskipun cerita ini bisa dibaca tanpa mengetahui series sebelumnya, aku tetap akan merekomendasikan kalian untuk membaca cerita sebelumnya. Kalian bisa cek Miracle of Wish. Cari di Google ya. Oh ya, jangan lupa tap love untuk cerita ini sebagai dukungan untuk author. Enggak berbayar ini kok. Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD