02. Pembunuh Bayaran

894 Words
Pagi hari Luna sudah bersiap untuk berangkat kerja, dengan terburu-buru mempersiapkan kebutuhannya karena Luna terlambat bangun. Setelah rapi, Luna berencana akan sarapan pagi bersama keluarganya. Mama dan Papi yang sudah duduk di ruang makan kaget, dan hanya tersenyum senang melihat Luna yang langsung duduk di kursi samping Mamanya. Mama pun langsung memberikan sarapan untuk Luna yang sudah disiapkan Bi Yani dan Bi Marinah(yang sudah berkerja sebelum Reyhan lahir-keduanya bersaudara), Mama juga ikut membantu. Luna hanya tidak ingin melihat Mama satu-satunya yang ia sayangi merasa sedih karena tidak sedekat dulu, Luna juga memutuskan untuk tidak berubah tetap menyayangi dan tetap dekat dengan Mamanya. Tak lama Reyhan menyusul duduk di kursi dekat Papi. Mama juga langsung memberi Reyhan sarapan yang sudah di siapkan tadi. Mereka sedikit berbincang-bincang, namun Reyhan tidak mengeluarkan sepatah kata pun seolah tidak peduli. "Ma, Om. Luna berangkat kerja dulu, takut telat soalnya sudah agak siang." Pamit Luna sambil berdiri dari tempat duduknya dan membawa tasnya. "Iya nak, hati-hati ya." Jawab Mama. "Oh iya, bukannya kantor kamu deket sama kantornya Luna ya Rey? Kalo gitu, kalian berangkat bareng aja?" Tanya Papi yang sudah tau di mana Luna bekerja ke Reyhan. "Ngga usah Om, Luna naik ojek online aja." Jawab Luna dengan cepat. "Dimana(kantornya Luna)?" Reyhan akhirnya bicara walau dengan nada datar dan singkat tanpa mempedulikan omongan Luna. "Itu loh Rey, DG dikantornya Om Suherman(pemilik DG perusahaan tempat Luna bekerja saat ini-yang juga sahabat Papi)." Lanjut Papi. "Oh di tempat Raya(anak Suherman yang menjabat sebagai CEO perusahaan tsb dan juga sahabat Reyhan)." Reyhan berdiri dari kursi menuju garasi. "Ya udah Pi, Ma(ke Ibu Luna),, kita berangkat dulu." Tambah Reyhan. Papi dan Mama yang terheran-heran karena Reyhan mau mengantar Luna, hanya mengangguk dan tersenyum.  ~HAH,, KITA?? Perasaan gue udah nolak deh. Apa suara gue yang pelan, atau pendengaran mereka yang terganggu sih? Ko ngga ada yang denger?~ Dalam hati Luna, dan Luna terdiam. "Woii,, cepetan!" Reyhan yang masih di ruang tamu, setengah berteriak pada Luna yang masih berdiri di ruang makan. "Iya Lun, udah cepetan sana. Nanti bener-bener telat masuk kantor." Kata Mama sambil mendorong Luna agar segera berjalan menyusul Reyhan. Luna yang terpaksa akhirnya mengikuti Reyhan berjalan ke luar rumah. Setelah masuk ke mobil sport mewah milik Reyhan, mereka langsung berangkat ke tempat tujuan. Di perjalanan suasana benar-benar hening, dan membuat Luna canggung. Sebenarnya ada yang ingin Luna bicarakan dengan Reyhan agar tidak canggung, tapi tidak jadi karena Reyhan selalu terdiam dengan wajah tampan yang datar itu. Waktu itu bagi Luna, Reyhan terlihat menakutkan karena tidak ada sedikit pun senyum dari wajahnya. -Ganteng sih lumayan, tapi kalo ekspresinya kaya gitu amit-amit deh ngerii,, kaya pembunuh bayaran berhati dingin.- di dalam hati Luna. Luna yang duduk di samping Reyhan, hanya melihat ke arah luar jendela mobil tanpa bicara sedikitpun. Reyhan sadar dengan suasana yang canggung dan melihat ke arah Luna yang dari tadi terlihat tidak nyaman itu. Reyhan akhirnya membuka pembicaraan. "Heh,, jangan menghadap ke sana terus. Entar leher lo keram ga bisa di gerakin, terus minta tanggung jawab ke gue." Kata Reyhan ketus. "Habisnya, kalo lihat muka lo nyeremin kaya petasan mau meletus, eh..." Balas Luna yang keceplosan dan langsung melirik ke Reyhan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Enak aja,, muka ganteng gini dibilang petasan!" Kata Reyhan yang masih ketus dan mendelikkan matanya ke Luna. "Makanya tu muka jangan ditekuk mulu, senyum dikit kek,, Biar ga di katain serem." Luna dengan nada agak halus.  "Terserah gue, bukan urusan lo. Muka, muka gue ini." Reyhan masih menjawab dengan jutek. ~Nyeselll,, Nyesell,, Nyesell,, Gue ajak ngobrol malah ngatain,, Gue kerjain dikit ah biar tau rasa.~ Reyhan tersenyum licik. Reyhan begitu kesal karena selama ini sifat jutek, dingin dan galaknya itu tidak pernah ada yang berani mengganggunya, kecuali ke-2 sahabatnya(Raya dan Daniel). ~Buset dah, senyum sih senyum. Tapi ko senyumnya bikin merinding sih?! Apa ni orang kesambet(kesurupan), ya?- Luna mengernyitkan kening dan agak ketakutan. Reyhan tiba-tiba menepikan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. "Buruan turun." Kata Reyhan dingin. "Loh, ko di sini?! Kan masih lumayan jauh?!" Keluh Luna dengan terkejut karena di minta turun dari mobil, sedangkan jaraknya masih lumayan agak jauh kalau berjalan. "Udah cepetan turun! Ga denger apa mobil-mobil di belakang, udah pada ngebunyiin klakson!" Reyhan. Luna pun akhirnya menurut. Terpaksa Luna turun dari mobil, dengan muka cemberut dan marah.  Saat Luna membuka pintu mobil. "Jadi yang mukanya kaya petasan mau meletus itu siapa? Eh ngga-ngga,, Ini sih bukan petasan, tapi nuklir,,, Hahaaa." Reyhan sambil tertawa puas sekali, sudah lama sekali sejak Reyhan tertawa lepas seperti itu. "Sialan!!" Luna kesal. Luna turun dari mobil, dan menutup pintu mobil dengan keras. Dan langsung berlari menggunakan high heels ke arah kantornya, karena tidak ingin terlambat. Reyhan menjalankan mobilnya kembali dan masih tertawa puas di dalam mobil. Reyhan tertawa sambil melihat Luna berlari terbirit-b***t agak sempoyongan, karena high heelsnya. "Lucu, sumpah,, Hahaa." Reyhan masih tertawa, mengendarai mobilnya dengan pelan mendekati Luna yang masih berlari dan membuka kaca jendela. "Lagi ngapain Mba??" Tanya Reyhan sedikit tertawa ke Luna, Reyhan masih belum puas mengerjai adik tiri nya itu. Luna yang masih berlari, melirik ke sumber suara sekilas dan fokus kembali ke depan. ~Sialan dasar b******k!! Sumpah pengen gue tampol, cape banget lagi. Mana sakit pake heels.~ Dalam hati Luna, sambil terengah-engah. Luna tidak memperdulikan Reyhan, yang dari tadi masih menggodanya. Sampai di depan kantor DG. "Akhirnya,, sampai,, juga,,, ya ampun, mau mati,, gue rasanya. Hahh,, hahh.." Luna terengah-engah dan lanjut berjalan memasuki kantor, menuju lift. Saat pintu lift akan segera tertutup, Luna berlari kembali ke arah lift dan teriak-teriak. "Tunggu,, Tunggu!! Mba Fanny, tunggu!!" Teriak Luna yang saat itu hanya melihat Fanny dan tidak menyadari ada seseorang juga di sisi Fanny.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD