Si Gadis Harus Rendah Diri

1205 Words
Semua orang di kota itu tahu kalau ada orang yang memiliki nasib termalang, orang itu adalah Angeline. Tapi sekaligus, orang-orang itu menganggap Angeline pun termasuk gadis yang beruntung.  Angeline tidak seharusnya punya hubungan dengan kehidupan yang punya kelas jauh diatas miliknya. Angeline lahir kepada keluarga Viscount Archeness sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Mereka semua perempuan dan disayangi oleh ayah dan ibunya, apalagi Angeline. Gadis itu adalah anak yang berbakat dan berprestasi. Ia adalah Archeness pertama sekaligus yang termuda dari semua keturunan Archeness yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di akademi. Selagi kakak-kakaknya mulai berlatih memakai korset yang ketat, Angeline mulai sibuk dengan urusan mendaftar ke akademi elit dengan bantuan beasiswa dari kerajaan. Saat kakak-kakaknya mulai mencari pasangan suami dari kedudukan yang lebih tinggi, Angeline sibuk dengan berkuda, menulis dan bermain alat musik. Angeline selalu menyimpang. Tapi ia berhasil mengangkat kedudukan nama Viscount Archeness dengan menjadi keturunan berpendidikan tinggi yang pertama di rumah ayah dan ibunya. Tapi kemudian ayah dan ibunya mendapat kabar kalau Angeline mulai berhubungan dengan seorang Grand Duke. Grand Duke Sunset dari Reed Manor lebih tepatnya. Yang sekarang tengah berada di teras rumah Angeline, bersama beberapa asrsitek dan senyuman yang lebar, ditujukan kepada Angeline dan sekeluarga yang ikut menyambutnya di depan rumah. Ibunya menoleh kepada Angeline yang ragu, Angeline pun menoleh kepada ibunya untuk mendapati kekhawatiran yang kental hadir di wajah wanita itu. Kakak-kakak Angelina bersama tunangan mereka pun sama gugupnya. Pelayan dan penjaga rumah Archeness yang ikut menyambut pun sama gugupnya. Grand Duke menjentikkan jarinya kepada kepala pelayan yang dibawanya. Pria itu mengangguk dan memberikan sinyal kepada orang-orang yang dibawa Grand Duke. Orang-orang itu menghilang sejenak dibalik kereta kuda lalu kembali muncul dengan membawa beberapa kotak perhiasan dari kayu yang besar dengan sebongkah permata sebagai pegangan dari tutupnya. "Kapal bisnis saya baru kembali dari dunia selatan dan membawa sedikit oleh-oleh. Semoga Viscount Archeness menyukai hadiah ini." Kata Grand Duke sambil tersenyum dan mengangguk kepada Viscount Archeness yang menganga dengan kotak perhiasan yang diserahkan kepada pembantu rumah Archeness. Ia kemudian tersenyum lalu mengangguk, tidak mengeluarkan sepatah katapun. "Mengingat bakti sosial saya akan dimulai seminggu lagi, saya mengundang keluarga Archeness untuk tinggal di Reed Manor untuk beberapa bulan kedepan." Kata Grand Duke. "Anda sangat baik hati, Yang Mulia. Tapi saya memohon maaf karena tidak bisa memenuhi undangan itu. Saya rasa saya dan keluarga saya terlalu memberatkan tuan apabila saya memenuhi undangan itu, maka dari itu saya yakin saya dan keluarga saya lebih baik menginap di hotel di tengah kota." Kata Viscount Archeness sambil meletakkan tangannya di dadanya, gemetar antara karena gugup atau terkena serangan panik. Grand Duke berdehem lalu melirik kearah Angeline yang mengangkat adiknya yang mungil ke dalam pelukannya, lalu kembali menoleh kepada Grand Duke dan kemudian segera terbujur kaku karena menyadari kalau sang Grand Duke sedang menatapnya. Satu hal yang dapat diyakini oleh Grand Duke, bahwa Angeline tidaklah pernah mendapat perhatian yang berlebihan dari seorang pria selain ayahnya. Angeline adalah permata yang dibenam di dalam tanah, begitu pikir sang grand duke. Meskipun gadis itu lahir dan ditakdirkan untuk menjadi gadis cemerlang yang baru debut pada musim semi itu. Grand Duke mengingatnya, debut yang mempesona. Debut yang berbeda dari musim-musim yang sebelumnya. Karena di debut itu ada seorang Angeline Archeness yang sudah diketahui keberadaannya karena kabar yang muncul dari akademi tempat gadis itu bersekolah. Angeline terus dielu-elukan sebagai gadis yang cemerlang dan katanya memiliki sifat pendiam serta pengamat. Hampir semua pelamar yang merasa dirinya cukup, penasaran akan Angeline yang tidak kunjung debut mengingat ia ingin menyelesaikan pendidikan di akademi terlebih dahulu. Rasa penasaran mereka terpuaskan dengan kehadiran Angeline di masyarakat pada debut musim semi itu. Angeline memiliki segala hal yang seorang pria inginkan dari wanitanya. Kemampuannya dalam berbagai bidang sangatlah luar biasa dan itu termasuk memasak pai apel yang masih langka resepnya pada masa itu. Penampilannya yang menawan dan anggun pun menambah nilai bonus seorang Angeline. Tutur katanya sangat manis dan gaya bicaranya bak gadis pemalu yang memiliki banyak wawasan yang mengagumkan. Namun, satu hal yang membatasi Angeline dari menemukan suami yang tepat adalah ketidak inginannya untuk menikah. Sebuah malapetaka besar untuk keluarga Viscount Archeness tentunya. Tapi hanya masalah kecil yang diabaikan Angeline sampai sejauh ini. Ratusan pelamar telah berkunjung ke rumah kecil Viscount Archeness yang berada di ujung kota yang berlumpur dan sulit diakses ketika musim hujan. pelamar-pelamar itu tidak berhenti datang meski hujan muncul selama berhari-hari sekalipun. "Para calon orang-orang ditolak yang gigih," komentar Angeline ketika pelamar ke-dua ratus sembilan belas memutuskan untuk pamit pulang sambil menggunakan bunga dan kotak bingkisan yang dibawanya sebagai pelindung kepalanya dari rintik hujan yang kian deras. Angeline tidak lagi punya sudut ruangan yang bisa ia isi dengan bingkisan pria itu, jadi ia dengan blak-blakan meminta pria itu untuk membawanya pulang. Tentu saja, semua usaha mereka sia-sia. Angeline menolak semuanya dan kembali ke ruang baca milik kediaman Archeness. Viscount Archeness memanglah khawatir. Tapi ia tidak pernah menyerah dalam mengajak pelamar lainnya untuk menghampiri Angeline dan membuat pertemuan mereka seakan tidak memiliki unsur kesengajaan. Ia tidak memaksa anaknya untuk menikahi pria tertentu yang dipilihnya. Sifat manusiawi Viscount Archeness adalah satu hal yang selalu hadir dan hal itu dapat dibanggakan olehnya. Viscountess Archeness pun sama khawatirnya. Tapi ia memiliki pikiran yang sama dengan suaminya. Ia selalu berusaha membantu dari belakang layar dan tidak kelihatan seakan sedang berusaha untuk membuat Angeline tertarik dengan pernikahan. "Ada yang salah, dearest?" Suara Viscountess Archeness memecah keheningan kamar Angeline pada malam itu. Angeline tidak menghabiskan makan malamnya dan wajahnya kelihatan pucat beberapa saat setelah grand duke pergi. Gadis itu menoleh pada ibunya lalu tersenyum simpul. Viscountess Archeness selalu menerka-nerka apa yang berada di pikiran anaknya yang satu ini. Ia dan Angeline tidak punya hubungan seerat hubungannya dengan kedua anaknya yang lebih tua, tapi ia selalu berharap dari lubuk hatinya supaya semesta memberikannya kesempatan untuk mendapati Angeline memerlukan bantuannya. Dan semesta sedang memberikannya kesempatan itu saat ini juga. "Oh, mama," kata Angeline dengan kedua matanya yang tergenang. "Aku tidak tahu aku harus memikirkan apa sekarang." Angeline merengkuh lengan ibunya sambil mengistirahatkan kepalanya ke pundak ibunya yang terasa hangat. Viscountess tidak pernah melihat Angeline serapuh ini, tapi mungkin ia pun akan segera ragu dan bingung kalau seorang Grand Duke yang diisukan akan menjadi raja jatuh ke kakinya dan memintanya untuk menjadi istrinya. "Bagaimana mama dan papa bertemu dulu?" Tanya Angeline sambil menengadah dan menarik ingusnya yang hampir meleleh. Viscountess Archeness tersenyum. "Bukan pertemuan yang begitu menyenangkan." Katanya. "Mama dulu harus terlibat perjodohan karena kakekmu sudah berjanji pada temannya untuk menikahkan mama kepada papa. Mama dulu sama sekali tidak mengenal papamu sebelum-sebelumnya, tentu perjodohan itu jadi beban untuk mama." Kata wanita itu sambil mengelus lengan Angeline. "Apa kamu takut sayang?" Ia tidak kuasa melihat anaknya tersiksa seperti ini. Angeline sudah selalu berbeda dan tidak pernah kelihatan punya keinginan untuk menikah. Lalu apa? Pikir Viscountess Archeness. Angeline tetaplah gadis kutu buku yang disayanginya. Angeline tetaplah anak yang baik dan taat serta memiliki akal sehat dan tahu cara menggunakan kata-katanya untuk membuat Viscount dan Vicsountess Archeness untuk ciut dan membenarkan setiap keinginan Angeline. Kalau keinginan Angeline kali ini adalah untuk memiliki dukungan ayah dan ibunya untuk menolak tawaran demi tawaran dari sang Grand Duke, maka Viscountess Archeness pun kali ini akan mengiyakan. "Aku tidak takut." Kata Angeline. "Aku hanya tidak ingin." Katanya. "Maka, batalkan semua tawaran Grand Duke?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD