Berlian Dalam Lumpur

1298 Words
Semua orang di kota itu tahu kalau ada orang yang memiliki nasib termalang, orang itu adalah Angeline. Tapi sekaligus, orang-orang itu menganggap Angeline pun termasuk gadis yang beruntung. Angeline sudah menyangka-nyangka hari ini akan datang. Grand Duke Sunset mampir ke rumah mungilnya. Ibunya sampai panik dan segera pamit untuk memanggil Angeline demi Grand Duke yang datang itu. "Apa yang sudah kau lakukan, Angie?" Tanya ibunya sambil mencengkeram kedua lengan Angeline. "Kenapa Grand Duke dari Reed Manor sampai datang ke sisi miskin kota ini?" Angeline menoleh pada Grand Duke yang berdiri di luar sambil berbicara dengan ajudannya dan melihat-lihat sekeliling lalu kembali menoleh kepada ibunya. "Apa maksud ibu? Aku hanya pergi ke pasar semalam." Kata Angeline. "Ya, dan apa yang kamu lakukan? Kenapa seorang Grand Duke datang kesini?" Ibunya menekan nada suaranya di kalimat terakhirnya itu. Kedua alis matanya berkerut dan kedua tangannya yang mencengkeram mulai terasa dingin. "Aku tidak melakukan apa-apa." Kata Angeline sambil menggenggam kedua tangan ibunya. "Apa yang dia inginkan, bu?" Tanya Angeline. "Dia ingin bertemu denganmu. Kamu tahu apa maksudnya itu 'kan, Angie?" "Tidak. Apa?" Ibunya menghela napas, seperti sedang menghembuskan keluar rasa takut dan cemasnya barang untuk sejenak saja. "Angeline. Apapun yang kamu lakukan, selalu ingat darimana asalmu." Kata ibunya sebelum mendorong punggung anaknya lembut. Ia mendorong Angeline keluar dari pintu dan bertemu dengan sang Grand Duke. Angeline mengernyitkan dahinya, namun ia harus memperlihatkan kalau kedua orangtuanya membayar mahal seorang tutor yang mengajarinya selama ia bertumbuh agar Angeline bisa belajar tata krama. Angeline membungkuk hormat sambil mengangkat kedua sisi gaunnya dengan kedua tangannya di hadapan sang Grand Duke. Grand Duke Sunset tersenyum pada Angeline sambil membungkuk sembilan puluh derajat pada gadis itu. Ia tidak pernah tersenyum. Ia tidak pernah memberi hormat pada siapapun. Ibarat rantai makanan, Grand Duke Sunset adalah posisi kedua tertinggi. Jadi secara otomatis ia bisa melakukan apa saja pada pada siapa saja. Tidak ada tata krama yang benar-benar mengikat seorang Grand Duke. Bahkan kalau ia merobek pakaian Angeline saat itu juga di tempat itu dan menyetubuhinya tanpa ampun, Angeline tidak memiliki hak untuk menolak. Tapi Grand Duke Sunset adalah pria yang memiliki akal sehat yang selalu aktif. Baiklah. Baiklah. Sebenarnya Angeline tidak begitu mengerti bagaimana cara kerja akal Grand Duke Sunset ini. Karena pria ini tidak bisa ditebak. Angeline selama ini sering bertemu dan tidak sengaja terjebak untuk berbincang sedikit dengan pria ini. Bahkan sejak awal ketika ia debut di acara pesta keluarga Wasleigh. Pria ini seakan selalu mengikutinya ke acara sosial manapun. Tapi Angeline tidak yakin. Antara semua pertemuan mereka itu hanya kebetulan atau Grand Duke Sunset memang selalu mengikutinya. "Kamu tidak penasaran dengan alasanku kesini?" Tanya Grand Duke Sunset yang akhirnya memecah keheningan diantara mereka. Angeline melipat tangannya di depan perutnya lalu tersenyum simpul, berusaha untuk menyembunyikan wajah kesalnya. "Ada perlu apa tuan datang jauh-jauh kemari?" Tanya Angeline. Grand Duke Sunset tersenyum. Ia mengedarkan pandangannya, mengamati rumah Angeline yang tidak sesuai ekspetasi Grand Duke, mengingat gadis itu lahir di keluarga bangsawan. "Aku sedang memikirkan melakukan bakti sosial." Kata Grand Duke Sunset. "Mungkin aku bisa memulai dengan merenovasi rumah keluarga Archeness pikirku pagi tadi." Angeline tidak bisa menghentikan dahinya dari kernyitan. Itu kegiatan bakti sosial paling aneh yang pernah ia dengar. Maksudnya, ada banyak jalan atau jembatan yang bisa dibiayai oleh seorang Grand Duke. Tidak pernah ada bangsawan kelas atas melakukan kegiatan bakti sosial tapi proyeknya adalah merenovasi rumah bangsawan lain. Itu sama saja memberikan bantuan pada pesaing yang jelas-jelas berada di kelas sosial di bawahnya. Itu sama saja dengan Grand Duke membantu keluarga Archeness untuk memiliki kekuatan tambahan untuk dapat menjadi pemberontak dengan kuasa besar melawan sang Grand Duke di masa depan nanti. "Maaf?" Tanya Angeline. "Oh, tidak perlu berterima kasih." Kata Grand Duke Sunset. "Arsitekku sedang dalam perjalanan kesini." Angeline merasakan sebuah sentuhan lembut di pundaknya. Ibunya keluar dengan dahi yang ikut mengernyit. Sepertinya wanita itu juga mendengar yang Angeline dengar, dan ia tak kalah heran dengan Angeline. "Maaf, tuan. Apa ada hal yang khusus sampai Anda berbelas kasih kepada keluarga kami yang rendah ini?" Angeline memutar bola matanya. Ibunya ini apa dulu ketika remaja ingin menjadi seorang pujangga? Kenapa ia sangat mengerti cara menggunakan majas litotes di setiap kalimatnya? Grand Duke Sunset tersenyum, membuka tangannya dan mengarahkannya kepada Angeline. "Anak Anda menginspirasi saya untuk melakukan ini." Katanya. Ada banyak alasan mengapa Angeline ingin menghilang dari muka bumi ini. Alasan terakhir mengapa ia ingin menghilang adalah karena ia tidak sengaja menumpahkan teh di baju seorang putri Earl yang terkenal jahat. Tapi keinginan Angeline untuk menghilang muncul lagi. Angeline ingin menghilang saja setelah mendengar kata-kata Grand Duke. Ia pasti sedang membahas tentang kejadian malam waktu itu. Angeline merasa jadi satu-satunya gadis yang bernasib buruk sejagad raya. Malam itu Angeline menghadiri acara debut putra dan putri Duke Laswell di kediaman musim panasnya. Angeline sepertinya minum air jeruk yang sudah diberikan obat tidur oleh orang yang bermaksud jahat lalu kemudian pingsan. Saat ia membuka matanya, matanya terperangkap pada langit-langit kamar yang berwarna biru dan hijau muda dengan lukisan indah yang mengisahkan tentang manusia ciptaan awal. Lalu jantungnya segera terhenti ketika menyadari bahwa kamar itu bukanlah kamarnya dan ada seorang lagi tengah terlelap di sebelahnya. Dan seorang lagi itu adalah pria berambut hitam yang bahkan bisa Angeline kenali lewat melihat punggungnya saja. Grand Duke Sunset yang tinggal di Reed Manor. Jantung Angeline bukan hanya berhenti berdetak, tapi malah sudah tenggelam di dalam genangan darah yang tiba-tiba muncul di dalam tubuh Angeline. "Kamu cepat bangun ternyata." Angeline bergidik kaget mendengar suara berat yang keluar dari mulut Grand Duke Sunset yang baru bangun dan masih serak. "Selamat pagi." Kata pria itu sebelum melayangkan kecupan ke bibir Angeline yang terasa kelu. Sentuhan Grand Duke Sunset di punggungnya terasa dingin dan wajah Angeline kini benar-benar pucat. "Apa kamu mau sarapan di kamar saja? Sepertinya kakimu masih lemas." Kata Grand Duke sambil memperbaiki rambut Angeline yang sedikit berantakan. "Apa semalam pengalaman pertamamu, Angeline?" Angeline menoleh dengan kedua matanya yang membulat dan bibirnya yang terkatup rapat. Bagaimana bisa Grand Duke Sunset berkata hal seperti itu dengan wajah sedatar papan plafon? grand duke terkekeh. Pria ini terkekeh. "Kamu tidak perlu menjawabnya. Aku sudah tahu jawabannya dari ekspresimu." "Itu.. Anu.. Apa yang terjadi?" Tanya Angeline sambil melihat sekelilingnya yang berantakan dan penuh dengan semua lapisan gaunnya yang berserakan. Bahkan korsetnya menggelantung rapi di punggung kursi sofa yang berada di ujung ruangan. "Bukankah itu sudah jelas?" Tanya grand duke sambil menggeser tubuh Angeline untuk duduk lebih dekat dengannya. Angeline mengernyitkan dahinya, tentu itu tidak jelas baginya. Kalau itu sudah jelas, Angeline tidak akan bertanya untuk memastikan. "Tidak, belum." Jawab Angeline sambil perlahan membuka selimut yang menutupi tubuhnya namun segera tersipu malu setelah menyadari bahwa tidak ada sehelai pun pakaian melekat di tubuh Angeline. Dugaannya benar, dan ia harap ia sebenarnya salah. Sang grand duke tertawa mendengar pekikan tertahan Angeline yang sepertinya baru saja menyadari apa yang semalam terjadi diantara mereka berdua. "Sekarang sudah lebih paham?" Tanyanya sambil melingkarkan tangan kekarnya di pinggang Angeline. Gadis itu merinding dan tubuhnya kaku, tak berani untuk bergerak apalagi berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan sang grand duke. "Kenapa?" Sang grand duke mendekatkan wajahnya kepada Angeline yang semakin mati kutu. Gadis itu menggeleng. "Ti.. Tidak. Tidak apa-apa, tuan." Ujar Angeline. "Johan." "Apa?" "Panggil aku Johan." "Ah.. Itu.. Sepertinya agak berlebihan untuk saya." Angeline mengeratkan genggamannya kepada selimut dan semakin menundukkan kepalanya, tersipu malu dan tidak berani untuk menengadah kepada kedua mata grand duke yang memabukkan. Tapi sebuah tangan besar meraih tangan Angeline yang gemetar dan mendekatkan tangan mungil gadis itu ke bibir ranum yang penuh dan tadi sempat mendarat di bibir Angeline. "Kamu tidak perlu sungkan." Kata Grand Duke. "Aku ingin kamu memanggilku seperti itu." Kata grand duke sambil tersenyum. Angeline menelan ludahnya dengan susah payah. Ia ingin menghilang dari permukaan bumi ini. Mungkin sekalian ditelan ke inti bumi dan tinggal di dalam sana sendirian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD