Sava harus berpikir dengan kepala jernih dalam menghadapi persoalan tersebut. Dia tidak ingin gegabah dalam mengambil kesimpulan. Atau dalam menilai sikap seseorang. Bisa saja Nadine menyukainya karena kasihan. Atau jika pun Nadine menyukainya Bagaimana dengan anak-anak? Apakah Nadine juga menyukai anak-anaknya? Atau apakah anak-anaknya mau menerima Nadine sebagai ibu pengganti mereka?
Ini bukan perkara mudah yang dapat dengan cepat di putuskan begitu saja. Walau bagaimanapun Sava harus mempertimbangkan segala sisinya. Apalagi dia tahu ibunda Nadine sangat tidak menyukai perasaan anaknya terhadap dirinya. Di lain pihak Nadine masih mempunyai tunangan meskipun ada yang mengaku telah memutuskannya. Dan yang terpenting adalah bagaimana perasaannya terhadap Nadine?
Selama ini Sava tidak pernah memandang Nadine sebagai sosok lain selain sebagai asistennya saja. Iya memang Madin adalah wanita yang cantik. Pintar masih muda dan kelihatan dengan jelas kalau dia sangat menyayangi anak-anak. Namun apa mungkin ada yang akan mengorbankan masa mudanya untuk menikah seorang pria tua lengkap dengan tiga orang anaknya?Bagaimana kalau suatu hari lelah dalam mengurusi mereka semua? Jelas wanita itu akan pergi dan meninggalkan mereka. Meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan terluka.
Ah tidak, ini tidak boleh terjadi. Kepergian Lani sudah cukup memukul mereka semua. Kepergian yang mendadak hilang begitu saja sampai hari ini tidak ada yang tahu ke mana Lani pergi. Kenyataan itu sudah membuat mereka semua terluka. Tidak mungkin Sava mengundang kembali luka baru untuk mereka.
*
Usai makan siang, Nadine mengajak anak-anak tidur siang. Nadine memang sangat pandai mengambil hati anak-anak tersebut hingga dalam waktu singkat ketiganya bisa tidur dengan nyenyaknya.
Sava melintasi kamar saat Nadine menyelimuti anak-anak. Sava langsung memanggil Nadine Dan mengajaknya bicara di ruang baca.
"Nadine, aku tahu kau menyukai anak-anak dan rela melepaskan apa saja demi mereka," demikian Sava membuka percakapannya. Dilihatnya Nadine menatapnya dengan penuh tanda tanya. Wajah itu terlihat sangat cantik dengan background sinar terang matahari dari luar jendela.
Nadine berambut hitam lurus dan panjang yang selalu tergerai indah saat dia berada di kantor. Namun gadis itu mengikat rambutnya jika sedang mengurus anak-anak.
Biasanya Nadine akan merias wajahnya dengan make up yang meskipun tipis namun terlihat sangat jelas dan membuatnya tampak memesona. Namun semenjak bekerja di rumah gadis itu seolah tidak sempat lagi merias wajahnya. Dia tampak polos dan kemungkinan besar hanya memakai bedak saja. Tentu saja hal itu membuat Sava gusar.
"Iya Pak. Bapak ingin mengatakan sesuatu makanya mengajak saya kemari kan?" Nadine menjawab saat melihat Sava sedikit melamun.
Pikiran Sava memang sempat melayang dan dia cepat-cepat mengumpulkan kembali apa yang harus disampaikannya.
Sava menggangguk. "Tapi kau harus tahu bahwa kau masih memiliki persoalan yang belum selesai. Kau harus terlebih dahulu menyelesaikan masalahmu, Nadine."
"Tentang mantan tunangan saya yang Bapak maksud?"
Sekali lagi Sava mengangguk. "Dan hubunganmu dengan ibumu. Aku tidak mau kau membantah ibumu hanya demi untuk keluargaku. Walau bagaimanapun, kau harus menghormati ibumu. Kau hanya boleh bekerja di sini apabila Ibumu mengijinkan. Besok adalah hari Sabtu. Kau pulanglah ke rumah ibumu. Bicaralah dengan ibumu Seperti apa perasaanmu saat ini. Ungkapkan alasan-alasanmu Kenapa kau ingin berada di rumah ini. Dan kembalilah kemari apabila ibumu sudah memberimu izin."
Nadine terdiam. Dengan kepala tertunduk, gadis Itu tampak merenung. Mungkin dia merasa sedikit kecewa dengan apa yang barusan disampaikan oleh Sava. Namun di sudut hatinya yang paling dalam, dia juga membenarkan semua kata-kata bosnya tersebut.
Benar, dia harus membereskan semua urusannya terlebih dahulu jika ingin melangkah maju.
Nadine akhirnya mengangkat kepalanya dan memandang ke Sava yang duduk di hadapannya. "Iya, Pak. Besok aku akan pulang ke rumah Ibu. Aku akan menyelesaikan semua urusanku yang tertunda ini. Aku titip anak-anak ya, Pak. Eh ... Maksudku ...," Nadine bingung sendiri dengan apa yang barusan diucapkannya. Masa sih dia mengatakan hal yang aneh tersebut?
Bibir Sava tertarik sedikit. Dan dia mengangguk. "Tentu saja, Nadine. Aku pasti akan menjaga anak-anak dengan sebaik-baiknya."
Nadine tersenyum malu. "Maksudku ... Aku ...."
"Iya, aku paham maksudmu. Kau jangan kuatirkan anak-anak. Serahkan saja semuanya padaku."
Tapi tampaknya tak semudah yang diucapkan oleh Sava siang itu. Saat Nadine pergi pagi-pagi sekali, gadis itu terlihat sangat sedih. Air mata menggenang di bola matanya yang bulat dan bening tersebut. Dia sengaja pergi saat anak-anak masih tidur, agar tidak terjadi drama yang penuh tangis dan air mata.
Tapi ternyata prediksi Sava dan Nadine sangat meleset. Ketiga anak Sava menangis saat mengetahui Nadine sudah tidak ada bersama mereka pagi saat bangun dari tidur.
Jika dua anak paling besar menangis sambil marah-marah, meski Sava sudah berusaha menjelaskan alasan Nadine pergi, namun tidak dengan Demas. Anak balita Sava tersebut meraung mencari Nadine ke sana kemari. Demas tidak mungkin bisa diberi pengertian karena jelas dia tak akan mungkin paham.
Hampir setengah Hari anak-anak tersebut Merajuk dan mendiami Sava. Sampai akhirnya kedua orangtuanya datang dan membawa ketiganya ke rumah mereka.
"Kau kelihatan sangat lelah. Beristirahatlah selama anak-anak bersama kami," ucap ibunda Sava dengan pandangan penuh simpati.
Sudah lebih 3 bulan menantunya menghilang bagai ditelan bumi. Dan sampai sekarang tidak ada kemajuan apapun informasi yang mereka dapatkan.
Bahkan polisi tidak mendapat sedikitpun jejak Lani. Ibunda siapa Sava sangat sedih melihat anak nya. Meski Safa tidak memperlihatkan perasaan nya, tapi pasti di dalam hatinya sangat hancur sehancur-hancurnya. Kehilangan istri karena kematian atau perceraian masih bisa diterima. Namun Lani menghilang bagai ditelan bumi. Tidak tahu apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Ibunda Sava dan ayahnya hanya mampu memberi kata-kata penghiburan sejauh yang mereka mampu berikan. Atau membawa anak-anak jalan-jalan karena mereka tahu Sava tidak mungkin mengurus ketiga anaknya sendiri Saja.
Nadine.
Kedua orang tua Sava sudah melihat kesuksesan gadis itu dalam menjaga putra-putri Sava. gadis itu bahkan rela meninggalkan pekerjaannya sebagai sekretaris Sava di kantor demi menjaga ketiga anak bosnya tersebut. Mereka juga tahu kalau gadis itu melakukannya juga karena mencintai Sava. Namun apapun alasannya, yang terpenting adalah anak-anak Sava. Mereka tampaknya juga menyukai Nadine. Selama satu bulan berada di rumah siapa untuk mengurus anak-anak itu, tidak pernah ada masalah yang timbul di antara Nadine Dan anak-anak.
Mantan sekretaris Sava tersebut sangat pintar mengambil hati anak-anak. Mungkin juga karena anak-anak sudah mengenal Nadine sejak awal. jadi tidak ada masalah bagi kedua belah pihak untuk saling menjalin persahabatan.
Namun untuk menjadi Ibu sambung bagi anak-anak tersebut tampaknya masih jauh. Terlihat jelas kalau Sava belum dapat melupakan istrinya. Meski sudah lebih 3 bulan berlalu namun Sava tidak mungkin bisa melupakan istrinya secepat itu.
Kehilangan 3 bulan tidak mungkin memadamkan cinta yang sudah terjalin selama hampir 13 tahun lamanya. Mereka sering melihat Sava mondar-mandir ke kantor polisi atau menelepon ke siapa saja yang mungkin memiliki informasi tentang hilangnya Lani. Itu artinya Nadine belum masuk ke dalam pikiran Sava.