Hisc 7

1006 Words
Beberapa hari kemudian, Sava dikagetkan dengan kedatangan ibunya Nadine. Wanita paruh baya itu datang dan memarahi anaknya. "Kenapa kamu masih di sini, Nadine? Kamu itu hanya dimanfaatkan oleh atasanmu saja. Ayo cepat pulang!" bentak ibunya Nadine. Namun sudah dapat diduga, Nadine dengan tegas menolak dengan alasan harus merawat Demas yang masih sakit. "Kasihan anak-anak Pak Sava, Bu. Mereka butuh Nadine," timpal Nadine, suaranya seolah memelas. Sang ibu berdecak kesal. Dia tak terima jika anak gadisnya diperlakukan seperti pembantu. Padahal, banyak laki-laki yang mengantri di luar sana untuk mendapatkan Nadine. Bagi ibunya, meski mereka bukan berasal dari keluarga berada, namun setidaknya mereka memiliki harga diri dan hanya itu harta mereka hingga jangan sampai diinjak-injak. Sebenarnya, Nadine sudah terlanjur sayang pada kedua anak mantan bosnya. Dan juga, dia sudah menautkan hati untuk Sava. Tidak mudah begitu saja meninggalkan mereka, sedangkan masih ada yang membutuhkannya. "Nadine menyayangi mereka, Bu," ucap Nadine yang membuat Sava tercengang. Hati Sava langsung tersentuh. Ibunya Nadine sudah kehabisan akan untuk menyuruh anaknya pulang. Dia pun akhirnya pergi. Kejadian itu membuat Sava mulai berpikir lagi tentang Nadine. Lalu, tiba-tiba seorang laki-laki datang dan mengancamnya. "Kalau kamu laki-laki sejati, bebaskan Nadine! Jangan menyiksa seorang perempuan yang masih panjang masa depannya," ungkap laki-laki itu penuh penekanan. "Siapa kamu?" tanya Sava, tak suka. "Aku Indramaya, calon suami Nadine." Seketika bola mata Sava membulat. Keraguan dan kekagetan datang padanya. Lalu, apa yang harus dilakukannya? === "Bicaralah dengan laki-laki itu. Selesaikan jika memang kalian ada masalah," ucap Sava pada Nadine. Sava tidak mau mencari ribut, terlebih di rumahnya. Jangan sampai anak-anaknya ketakutan karena insiden ini. Nadine merasa tak enak hati karena kedatangan Indramaya. Tetapi, perkataan Sava benar, dia harus menyelesaikan ini semua. "Baiklah, Pak. Saya izin keluar sebenatar. Maaf kalau kedatangan Indramaya mengganggu di sini," ujar Nadine dan diangguki oleh Sava. Nadine pun akhirnya mengajak Indramaya keluar. Dia harus berbicara dengan mantan tunangannya itu. Selama perjalanan, Indramaya terus saja mengoceh tak jelas. Menuduh Nadine dan Sava yang bukan-bukan. Tetapi, Nadine masih diam. Dia akan menampar laki-laki itu dengan kenyataan yang sebenarnya. Sesampainya di sebuah kafe, Indramaya langsung mengutarakan keinginannya. Bahkan, minuman yang dipesannya belum datang, tapi laki-laki itu sudah tak sabar berbicara dengan Nadine. "Kenapa kamu masih di sana, Nadine? Harusnya kita menyiapkan pernikahan kita, bukan dengan mantan bos sialanmu itu!" seru Indramaya, kesal. Nadine memejamkan mata sejenak, mengatur emosi yang hadir tiba-tiba. Awalnya, Nadine ingin berbicara baik-baik. Tetapi, melihat reaksi Indramaya, dia tak yakin untuk itu. "Aku memutuskan pertunangan kita sejak kamu selingkuh dengan temanku, Indra," ujar Nadine membuat Indramaya tersentak, kaget. Dia tidak menyangka jika aksinya terbongkar oleh Nadine. Padahal, Indramaya yakin sudah menyembunyikan perselingkuhannya dengan rapi. Melihat wajah Indramaya yang berubah, Nadine pun tersenyum miring. "Kenapa? Kamu kaget aku mengetahui kelakuan b***t kalian?" tanya Nadine, menantang. Wajah Indramaya pucat, ketakutan begitu kentara. Laki-laki itu dengan cepat menggenggam tangan Nadine yang bebas di meja. "Maafkan aku, Nadine. Aku salah, aku khilaf. Aku janji, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Tapi, mohon kembalilah padaku," ungkap Indramaya memelas. Dengan gesit Nadine melepas tangannya. "Aku tidak bisa," timpal Nadine. "Kenapa?" "Kenapa kamu bilang? Belum menikah saja kamu sudah berkhianat, bagaimana kalau sudah menikah? Aku tidak mau mengambil risiko. Sejak kamu selingkuh, aku sangat kecewa, marah dan sangat sedih. Jujur saja, aku juga langsung muak melihatmu lagi. aku sudah tidak mau bertemu denganmu lagi. Kita batalkan pertunangan ini," jelas Nadine dengan berani. Indramaya yang sebelumnya memohon dan menghiba, seketika wajahnya berubah murka. Otot-otot rahang mengeras dengan kilatan amarah di matanya. "Kamu memang tidak pernah mencintaiku, kan? Dan oh iya, kamu memang berobsesi untuk memiliki mantan bosmu itu. Benar, Nadine? Atau, jangan-jangan kamu memang mencintai mantan bos sialanmu itu, hah?!" Indramaya menuduh dengan segala pemikirannya. Nadine diam sesaat dan mengatur napas yang mulai tersulut emosi. "Jika iya, kenapa? Aku mencoba mencintaimu, tapi dengan mudah kamu berkhianat. Lalu, apalagi yang harus kupertahankan?!" Pertanyaan yang seperti pernyataan itu membuat Indyamaya semakin emosi. Tanpa diduga, laki-laki itu menarik tangan Nadine dengan kuat, hingga menimbulkan ringisan. Nadine mencoba melepaskan dari jeratan Indramaya, tapi tak bisa. Sampai datanglah Sava yang langsung bisa melepaskan jeratan itu. "Apa yang kamu lakukan?!" seru Sava, mendelik pada Indramaya. Indramaya yang masih dikuasi emosi pun malah semakin tersulut dengan kedatangan Sava. "Bukan urusan Anda! Dia tunangan saya, terserah saya mau diapakan!" timpal Indramaya dan hendak menarik kembali tangan Nadine, tapi langsung dicegah oleh Sava. "Berani sentuh dia, kamu berurusan denganku!" ancam Sava, mulai kesal. Imdramaya yang sudah gelap mata pun hendak melayangkan tinju, tapi diurungkan karena Nadine melerai dan Demas menjerit. Ya, Sava menghampiri Nadine karena anak bungsunya yang terus merengek ingin bertemu dengan Nadine. "Sudah, Pak. Ayo pergi saja!" ajak Nadine dan Sava pun menurut. Dengan tetap mengawasi, Sava pergi bersama Nadine yang menggendong Demas. *** Isakan masih terdengar di mulut lucu Demas. Dia masih tampak syok karena kejadian di kage tadi. Dengan telaten, Nadine membujuk Demas agar berhenti menangis. Sava yang penasaran dengan kejadian tadi pun mengorek informasi itu dari mantan sekretarisnya. "Siapa dia?" tanya Sava, to the point. "Dia tunagan saya, Pak." Sava mengangguk mendengar jawaban Nadine. Tetapi, tak langsung bertanya kembali karena Nadine melanjutkan ceritanya. "Setahun yang lalu, kami dijodohkan. Awalnya saya terima, tapi ... dia selingkuh dengan sahabat saya. Dari itulah saya membatalkan pertunangan itu." Raut kesedihan amat jelas, mungkin karena sakitnya dikhianati. Sava tak berkomentar banyak, dia malah mengamati wajah Nadine yang masih membujuk Demas. Jika diamati, Nadine memang cantik. Kebaikannya pada anak-anaknya pun mulia mengusik hati Sava. Dia penasaran alasan gadis itu membantunya. "Bolehkah aku bertanya?" tanya Sava tiba-tiba. Nadine hanya tersenyum dan mengangguk. "Kenapa kamu mau berada di sini, Nadine? Di rumah ini berlelah-lelah mengurusiku dan anak-anakku? Padahal, masa mudamu masih panjang dan bisa digunakan untuk melakukan hal lain. Ditambah ibumu juga ingin kau pulang." Nadine menatap mata Sava sekilas, lalu menunduk. Di menelan ludah sebelum memberanikan diri untuk menjawab. "Karena, saya sudah mencintai Bapak sejak pertama bekerja di perusahaan Bapak," akunya membuat Sava melonjak kaget. Laki-laki itu diam. Tak tahu harus berkata apa. Dia tak menyangka jika selama 9 tahun bekerja, Nadine mampu memendam perasaan dengan rapi. Lalu, apa yang harus Sava lakukan? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD