Hisc 16

1169 Words

Nadine masih terbaring di ranjang, matanya terpejam. Tapi bukan karena tertidur—melainkan karena ia mendengar suara dua pria itu dari luar kamar. Obrolan mereka tidak keras, tapi cukup jelas untuk menangkap sepenggal-sepenggal kata. "Dia satu-satunya yang bisa bikin mereka tertawa lagi..." "Gua peduli... karena mereka butuh dia." Nadine menahan napas. Jantungnya berdetak aneh, seolah lupa iramanya sendiri. Ada sesuatu yang menghangat di dadanya, tapi juga menusuk di kepala. Bukan migrain—tapi kebingungan. Lalu suara itu: "Lo sadar nggak kalau lo sangat peduli?" Ia buru-buru membalik tubuhnya, membelakangi pintu, saat langkah kaki mendekat. Pintu kamar terbuka perlahan. "Nadine?" Sava masuk pelan, suaranya jauh lebih lembut dari biasanya. "Kamu sudah bangun?" Nadine membuka mata per

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD