3 : Tugas Jurnal

1055 Words
"Asal sama kamu, aku mau kok." -Alfian Juno Ananta- Fian selesai dengan urusan jaketnya. Entahlah diantara ketiganya hanya Fian yang paling mempersulit dirinya sendiri. Lagipula dosen mata kuliah hari ini tidak menyuruh mahasiswanya melepaskan jaket mereka seperti Bu Sonya. Selain itu suhu dingin dari AC kelas mereka tidak akan membuat para mahasiswa di dalamnya akan kepanasan hanya karena mengenakan jaket berbahan jeans. Sekali lagi hanya Alfian Juno Ananta yang suka mempersulit dirinya sendiri. "udah Al?" tanya Haris saat ia juga selesai dengan memasukkan bukunya ke dalam tas maroonnya Tampa sepatah kata apapun ia hanya mengangguk. Bangkit dari bangkunya dan menatap Haris. "ayok pulang." Haris kini mengajak pada Bima dan di jawab anggukan kecil. Haris pun ikut bangkit. Di ikuti Bima yang masih betah untuk memainkan ponselnya dalam mode landscape. Samar-samar terdengar suara you have slain an enemy dari ponsel Bima. Menunjukkan jika laki-laki itu sedang bermain salah satu game online yang banyak di gandrungi para mahasiswa selain pubg. Ketiganya pun keluar kelas bebarengan. "Alfian!!" Terkadang disinilah letak kesolidan mereka. Padahal hanya Fian yang di panggil. Tapi Haris dan Bima juga ikut berbalik dan menatap gadis yang berjalan mendatangi mereka yang sudah berada di luar kelas. Ia Jingga. Gadis dengan senyum hangat yang ia berikan pada ketiganya. Fian menghela nafasnya panjang. Mencoba menahan gejolak jantungnya yang mendadak berdetak cukup kencang. "apa ngga?" tanya Fian dengan wajah datar. Bukan datar tepatnya. Lebih terkesan menutup wajahnya yang mulai sedikit gemetar. "ada yang pengen gue omongin." Jingga mengantung ucapannya sejenak. Menatap dua laki-laki yang berdiri di sisi kanan Fian. Mereka menatap Jingga dengan wajah penasaran. "berdua aja tapi," lanjut gadis itu "hmm kalau gitu kita duluan ya guys!!" pamit Haris dengan senyum pada Jingga Mendengar itu Jingga hanya membalas senyum itu dengan canggung. Tidak enak. Itulah yang menggambarkan wajah Jingga saat Bima dan Haris pergi meninggalkan keduanya. Fian kembali menatap Jingga. Meskipun itu sulit untuknya. "jadi mau ngomong apa?" tanya Fian langsung. Tapi dengan nada bergetar yang berusaha ia tutupi dari gelagat dinginnya saat ini. "tugas Pak Eko udah?" tanya Jingga balik Fian berfikir sejenak. Mengingat tugas apa yang di berikan dosen bernama Eko itu padanya. Sampai akhirnya ia menggeleng pelan. "kenapa?" tanya Fian lagi "kalau mau sih, lu mau enggak kalau ngerjain sama gue? Biar ada temennya gitu." Jingga menawarkan sambil tersenyum penuh harap pada laki-laki tinggi di hadapannya itu Fian diam. Di otaknya ia bingung bukan kepalang. Ia sebenarnya mau saja. Tapi ia ragu apa Jingga yakin mau bekerja sama dengannya. Terlebih setelah kata mahasiswa jarang masuk sudah menancap mesrah di dirinya. Membuat Alfian Juno Ananta tidak yakin pada dirinya sendiri. "terserah sih, tapi kalau mau ngerjain ajak gue juga ya?" pintanya Fian tidak mau jika hanya Jingga yang mengerjakan tugas kelompok ini. Meskipun ia tahu jika gadis itu mengajaknya hanya sebagai formalitas karena Pak Eko mewajibkan tugas ini untuk di kerjakan secara berkelompok. Fian juga yakin setelah ini jika dirinya tidak berkata apapun perihal tugas, tugas itu akan di kerjakan sendiri oleh Jingga. Setidaknya itu yang ia dengar dari beberapa teman sekelasnya yang pernah satu kelompok dengan Jingga. Gadis itu pun mengangguk setuju. Sebuah senyuman kembali terukir indah di wajahnya itu. Berhasil membuat Fian mengalihkan padangannya sejenak. Jika ia di beri pilihan melihat hantu tersenyum atau melihat Jingga tersenyum, ia akan memilih melihat hantu. Asmanya tidak bisa toleran dengan senyuman gadis itu. "kalau gitu senin ini kita kerja kelompok ya?" tawar Jingga Tampa berfikir lagi, Fian hanya mengangguk. Tampa ingat pula jika senin ini adalah jadwalnya ia pergi ke kampus bersama adik sepupunya. Biarkan saja Fian menanggung ucapannya itu. Hanya Auth- maksudnya Tuhan yang tahu akan seperti apa nasib Jingga saat menjadi rekan satu kelompoknya. *** Senin datang lebih cepat. Lebih cepat dari apa yang Fian fikirkan sebelumnya. Padahal baru kemarin ia mengomel sendiri di kamar. Mengutuk dirinya sendiri. Kenapa ia bisa lupa jika senin ini ia akan pergi ke kampus bersama adik sepupunya yang nistanya mengalahkan Bima dan Haris. "mas Fian, nanti pulang jam berapa?" lamunan Fian pecah seketika. Ia melihat ke arah adik sepupunya yang duduk di sebelahnya itu. Namanya Dzaki. Laki-laki manis dengan tingkah yang seratus persen masih bocah. Ia duduk di semester 3 dengan jurusan yang sama dengan sang kakak sepupu. "enggak tahu, kamu pulang jam berapa?" tanya Fian balik "jam 12 lah. Kan hari ini mata kuliahku cuman administrasi kepegawaian aja. Itu pun gabung sama kelasnya mas." Dzaki menjelaskan kegiatannya hari ini nanti dengan memasang wajah polosnya. Mendengar itu ia hanya mengangguk mengerti. Ia baru ingat jika Dzaki menambah SKS di semester lima. Membuat adik sepupunya itu mengambil satu mata kuliah Fian yang di laksanakan hari ini. Di utak-atiklah ponselnya. Sekedar mengabari Jingga perihal ini. Jika hari ini ia tidak bisa. Tapi setelah melihat histori pesan sebelumnya, mendadak ia mengurungkan niat. Jingga Besok bawa laptop ya? Laptop gue ngadat soalnya Fian Oke Besok ngerjain dimana? Jingga Di perpus Bisa kan? Fian Bisa kok Jingga Okee Entahlah Fian harus berkata apa saat ini. Di letakkan kembali ponselnya itu. Kembali fokus dengan sarapan paginya di meja makan. Sembari berfikir ia harus mencari alasan apa pada Jingga nanti. Beberapa menit pun berlalu. Sarapan pun selesai dan Fian sudah menaiki motornya. Membawa Dzaki di bangku boncengan. Sesekali ia mendengar Dzaki bersenandung indah disana. Menyanyikan lagu salawat yang selalu ia nyanyikan saat manggung setiap malam minggu. Mendengarnya membuat hati cukup tenang. Tapi sayangnya itu tidak membantu sang kakak sepupu. Fian masih belum menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan kerja kelompok hari ini. *** Mata kuliah administrasi kepegawaian berakhir begitu cepat hari ini. Dzaki mulai bersiap untuk pulang. Tapi tidak dengan Fian. Laki-laki itu masih diam di tempatnya sambil melihat satu gadis yang duduk di bangku terdepan. Siapa lagi jika bukan Jingga. Si gadis yang kini mulai beranjak dari bangkunya pergi dari kelas bersama teman-temannya. Ia tidak sedikitpun berbalik dan berkata- "al, yuk kerkel." Tidak. Gadis itu tidak berbalik dan sekedar mengatakan kalimat yang mungkin saja akan membuat asma Fian kambuh dalam sedetik. Mungkin Jingga lupa. Fian pun menancapkan hal itu pada otaknya. Dan mulai bersiap untuk pulang bersama Dzaki. Drtt.. Benda petakan yang sengaja di letakkan pada bangku Fian itu bergetar. Benda itu menyala. Menunjukkan sebuah notifikasi dengan nama yang cukup mengejutkan. Jingga. Gadis itu mengirimnya sebuah pesan singkat. Dengan kata-kata yang kalau di ucapkan akan ada nada penegasan disana. Jingga Katanya mau kerkel? Lu dimana? Gue di perpus nih sial, Fian mengumpat. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD