Ch-3 Preman

1026 Words
Verlona memarkirkan mobilnya di parkiran kampus lalu tanpa sengaja dia melihat Erlangga keluar dari mobilnya. Pria itu menjawab beberapa sapaan murid di sekitarnya dengan menganggukkan kepala seraya tersenyum ramah. "Jika dilihat berkali-kali pria itu lumayan juga penampilannya!" Bisik Verlona sambil bersandar di depan mobilnya menggigit ujung bingkai kacamata hitamnya. "Pagi pak Erlang?" Sapa Verlona sambil menunduk di depan Erlangga saat pria itu melintas di depannya. "Apa yang terjadi pada gadis ini? Kesambet kali ya? Tumben pasang muka ramah? Sikapnya saat ini malah membuatku jadi lebih takut dari hari kemarin." Gumamnya spontan dan Verlona mendengar semuanya. "Pak, itu ponselnya sudah beli yang baru ya?" Tanyanya sambil melirik ke dalam saku baju lengan panjang warna biru tua milik Erlangga. "Astaga dia bahkan tahu aku sudah membeli ponsel baru?" Bisiknya lagi segera menutup sakunya dengan telapak tangan kanannya. "Pak! kenapa anda begitu takut kepadaku sih? Masa wajah cantik begini terlihat mengerikan?" Kebingungan kembali bercermin di kaca spion. Melihat itu Erlangga segera ngibrit meninggalkan Verlona di parkiran. "Wunnng! wuuung! wuuung! wuuushh!" Suara motor balap melintas di belakang Verlona, membuat rok mininya terbang ke atas memperlihatkan paha mulusnya. "Woi! Dasar! Naik motor pelan dikit ngapa sih!?" Teriaknya sambil sibuk merapikan roknya yang terbang kesana-kemari. Pria pengendara motor itu meliriknya sekejap melalui kaca helmnya sambil menyeringai ke arahnya. Verlona melirik arloji di pergelangan tangannya buru-buru pergi meninggalkan pria itu tanpa peduli. "Kamu wanita yang berani berteriak padaku?!" Menahan lengan Verlona sambil menyeringai menatap dengan tatapan mengancam. "Di kampus ini ternyata ada preman juga ya?" Ujar Verlona sambil terkekeh geli melihat penampilan pria itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Celana jeans robek di bagian lututnya, rambut jambul berwarna merah. Kuping di tindik lima buah anting bertengger. Hidungnya mancung, tatapan matanya tajam tapi penampilannya mengerikan. "Kenapa ngelihatnya segitu banget?" Tanya pria itu sambil meremas lengan Verlona dengan kuat. "Kamu cakep!" Ujar Verlona sambil nyengir memasang wajah polos tanpa dosa. Mendadak pria itu melepaskan genggaman tangannya berbalik badan sambil meraba pipinya sendiri. "Masa sih?!" Tanyanya sambil menoleh ke arah Verlona. "Wah! cepet banget menghilang?! Jurus melarikan diri yang ampuh! awas kalau ketemu!" Geram pria itu sambil berkacak pinggang. Verlona berlari secepat kilat sambil menjinjing kedua sepatunya, dia mengintip pria itu dari balik dinding gedung setelah berlari agak jauh darinya. "Ah untunglah dia tidak mengejar, huft!" Gumamnya sambil mengelus dadanya. Seseorang menyentuh bahunya dari belakang, "Apa sih!" Verlona menepisnya dan masih terus mengintip pria preman itu apakah akan mengejarnya. Orang tersebut mencolek kembali bahunya. "Bisa diam nggak!? Sih." Teriak Verlona sambil mencengkeram rambutnya tanpa menoleh, membuat wajah orang itu menjadi berantakan. "Kamu tahu ini jam berapa? Mau masuk ke kelas atau berdiri di luar selama jam pelajaran saya?!" Teriak Erlangga sambil merapikan rambutnya ke tatanan semula. "Ah, oke saya akan masuk!" Ujarnya sambil meringis ikut membantu merapikan rambut Erlangga lalu dengan merunduk berjalan masuk ke dalam kelasnya. Saat masuk ke dalam kelas dia sangat terkejut karena di sebelah kanan kursinya, pria preman itu sedang asyik mengunyah permen karet. Pria itu nyengir menatap ke arahnya sambil menggembungkan permen karet di mulutnya. Verlona masih menjinjing kedua sepatunya, melongo menatap pria itu. "Sampai kapan kamu akan terus berdiri menghalangi pintu masuk!?" Ujar Erlangga sudah berdiri di belakang punggungnya. "Ah iya pak saya akan segera duduk." Verlona melangkah perlahan sambil menutup wajahnya dengan tas yang menggantung di lengan kirinya. Aiden seperti biasa merebahkan kepalanya di atas meja. Dan siswi yang lain melihat ke arah Verlona sambil berbisik-bisik. "Sepertinya dia membuat masalah lagi, kali ini dengan Agasta! Lihat tuh sampai ditutupi gitu mukanya." "Dag! dag!" Agasta menendang kursi Verlona. Gadis itu mencolek Aiden. "Apa sih berisik banget?" Tanya Aiden sambil mengangkat poninya yang menutupi kedua matanya untuk melihat wajah Verlona. Wanita itu kini tengah menutupi wajahnya sendiri menggunakan tasnya. "Pria itu kenapa terus menendang kursiku?" Tanyanya sambil menunjuk belakang punggungnya. Dengan cuek Aiden mengangkat kedua bahunya lalu kembali merebahkan kepalanya di atas meja. "Kamu berhutang padaku!" Bisik Agasta sambil membungkuk di samping Verlona. Gadis itu semakin mengginggil ketakutan karena Agasta menyentuh lengannya. "Itu yang di belakang kenapa? buka buku tugas kalian." Teriak Erlangga di depan kelas, dia melihat wajah Verlona sedikit pucat. Dan Agasta tersenyum melihat wajah ketakutan Verlona. "Gadis itu mengusik preman di kampus ini? sebagai dosennya seharusnya aku membantunya. Tapi sepertinya dia hanya menggodanya jadi bisa aku abaikan saja." Gumamnya dalam hati. Verlona memencet nomor telepon Daniel setelah pelajaran hari itu selesai. Dia tinggal sendirian bersama Agasta di dalam kelas. Pria itu terus menarik tali tasnya dan tidak membiarkannya pergi. "Aku minta maaf sudah menyinggungmu waktu di parkiran tadi, tapi aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu." Ujar Verlona sambil mencoba melepaskan genggaman tangannya dari tali tasnya. Tapi sepertinya tidak ada hasil sama sekali. Tangan Agasta tidak bergeming dari tali tas Verlona. Malah kini semakin kuat mencengkeramnya. "Kamu harus ganti rugi!" Ujarnya sambil tersenyum nakal. "Berapa banyak yang kamu minta?" Tanya Verlona sambil mengeluarkan sejumlah uang dari dalam tasnya. Lalu menyerahkan kepada Agasta. Pria itu menggelengkan kepalanya lalu berjalan mendekat ke arahnya. "Bukan uang." Bisiknya di telinga Verlona. "Astaga, mimpi apa aku semalam sampai terlibat dengan pria preman seperti ini? Sudah kupingnya penuh tindikan, pakaiannya tidak rapi sama sekali walaupun wajahnya ganteng tapi tetap saja bukan tipeku." Gerutunya tanpa peduli Agasta mendengarnya. "Apa kamu bilang barusan? Coba katakan sekali lagi?" Tanyanya sambil mengurung Verlona di sisi meja dengan kedua lengannya. "Aku aku aku, aku tidak bilang apa-apa kok. Ha ha ha mungkin kamu salah dengar?" Ujarnya sambil mendorong d**a Agasta menjauh. "Sampai kapan kalian akan tetap di sini?" Ujar Daniel berkacak pinggang di pintu kelas. Agasta dengan wajah geram melepaskan Verlona lalu keluar dari dalam kelas mendahuluinya. "Wah kamu punya pacar ya?" Tanyanya sambil tersenyum melihat wajah pucat sepupunya yang kini tengah cemberut, gadis itu dengan muka masam keluar dari dalam kelas. "Pacar apanya? Musuh iya! Tampang preman begitu bukan tipeku!" Gerutunya sambil pergi menuju ke kantin. "Aku akan pulang duluan, karena aku harus mengisi pelajaran ke kampus lain." Ujarnya sambil menepuk bahu adiknya. Verlona memakan beberapa camilan di dalam kantin. Dia melamun sambil terus menyuap makanan ke dalam mulutnya. Aiden menopang kepalanya lima menit yang lalu duduk di depannya. Penampilan yang sama rambutnya menutupi kedua matanya. Dia menyentuh ujung hidung Verlona dengan jari telunjuknya. "Apa sih kamu?" Gadis itu menepis tangannya ke samping. "Kamu mau lepas dari Agasta?" Tanyanya kemudian membuka percakapan dengan gadis itu. Dengan semangat gadis itu segera menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Bagaimana caranya?" Bisik Verlona sambil mendekatkan telinganya. "Apa?!" Teriak Verlona terkejut setengah mati. "Kalau tidak mau ya sudah!" Ujar Aiden sambil beranjak berdiri dari kursinya. "Tapi, tapi?" Ujar Verlona sambil tergagap. "Tapi apa?" Tanya Aiden sambil mengangkat poninya melihat wajah Verlona yang masih ragu-ragu mengambil keputusan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD