Ch-2 Kampus baru, teman baru!

1093 Words
Erlangga berjalan agak cepat dan membuat gadis itu agak kesulitan untuk mengikuti langkahnya, Verlona berlari kecil. Akan tetapi tiba-tiba Erlangga berhenti di depan sebuah ruang kelas lain, hal itu membuat gadis itu berhenti mendadak dan menabrak punggungnya. "Sepertinya kamu sangat hobi menabrakkan diri sendiri?" Sindir Erlangga membalikkan badannya menghadap ke arah gadis itu. "Ah tadi saya tidak bisa mengejar Anda, jadi saya memutuskan untuk berlari. Karena saya buta arah, dan tidak tahu lokasi gedung." Jelasnya sambil meremas ujung rok yang dikenakannya. "Kamu pikir aku akan percaya? Bukankah kamu sudah mendapatkan peta lokasi saat mengisi biodata perpindahan?" Tanya Erlangga sambil mengusap keningnya karena mendadak pusing "Itu saya belum sempat mempelajarinya." Bisiknya pelan sambil meringis garing. "Ah sudahlah percuma rasanya marah sama murid pemalas dan nggak peka kayak kamu!" Meninggalkan Verlona masuk ke dalam ruangan kantornya. Verlona ikut masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu. "Ngapain kamu ikut kemari?" Tanyanya lagi sambil menatap Verlona yang kini tengah berdiri di depan meja kantornya. "Itu, tas saya." Verlona menunjuk pada tas yang di bawa oleh Erlangga sejak pria itu keluar dari dalam kelas beberapa menit lalu. "Duduklah!" Perintah Erlangga pada gadis itu. Verlona menurut, ia segera duduk di kursi yang ada di depan meja Erlangga. "Ada apa Bapak memanggilku kemari?" Tanya gadis itu sambil melihat tropi di dalam lemari. "Kamu ahli kimia di Australia, tidak ada alasan kenapa kamu tiba-tiba dipindahkan ke sini. Aku ingin tahu alasannya?" "Ah itu sebenarnya saya menyiram muka dosen saya, karena dia menginterogasi saya. Saya merasa bosan dan saya menyiramnya dengan cairan kimia, sampai sekarang wajahnya tidak bisa diperbaiki lagi walaupun sudah lima puluh kali operasi plastik!" Jelas Verlona sambil menggigit ujung jari kelingking tangannya. "Bawa tasmu keluar! Sekarang!" Teriaknya pada Verlona. "Yakin Bapak menyuruh saya keluar?" Tanyanya lagi sambil tersenyum. "Aku bilang keluar ya cepat keluar!" Berteriak sudah tidak sabar melihat wajah Verlona yang terus memojokkannya. "Oke, bye Pak dosen ganteng." Ujarnya santai melenggang keluar dari ruangan. Di luar ruangan Verlona berjalan menuju ke kantin untuk membeli minuman ringan dalam kaleng. Gadis itu memasukkan beberapa koin ke dalam mesin, dan mengambil minumannya di bawah. Saat ingin meneguknya sebuah tangan merenggutnya dari genggamannya. "Aiden sialan!" Teriak Verlona kencang membuat orang yang berlalu di sekitarnya melihat ke arahnya. "Oh ini untuk biaya sudah mengambil kursi di sebelahku." Jawabnya santai sambil berlalu dari hadapan gadis itu. Verlona menghentakkan kakinya di atas lantai karena kesal. "Aku sudah bilang kalau kamu nggak ingin terkena sial mending pindah ke bangku lain." Ujarnya lagi sambil membuka poninya memperlihatkan kedua matanya. "Jadi ini yang kamu bilang kesialan itu heh! brak! brak! brak!" Dengan kesal gadis itu memukul punggungnya dengan tas yang di bawanya. "Akh! aduh sakit tahu, cuma minuman kaleng juga, pelit banget sih?!" Gerutunya sambil mengusap punggungnya yang nyeri. Verlona mendengus kesal lalu pergi ke parkiran, melangkah menuju ke arah mobilnya. Verlona hendak pulang ke rumah. "Bagaimana hari pertamamu di kampus?" Tanya seorang pria berusia tiga puluhan sambil menghirup minuman di dalam gelas, pria itu membawa satu cup kopi seraya mengelus rambut gadis itu. "Menyebalkan! ketemu dosen ngeselin, ketemu teman sebangku nyebelin!" Ujarnya sambil cemberut memeluk manja pinggang pria berwajah ganteng yang usianya sekitar awal tiga puluhan itu. "Astaga bukannya itu Verlona? Ngapain dia peluk-peluk pak Danie!?" Bisik seorang teman sekelasnya di susul Aiden yang ikut nimbrung. "Papanya kali?" Sahutnya asal, pria itu mengangkat poninya sambil menyedot minuman kalengnya. "Masa sih? kayaknya bukan deh! pak Daniel kan belum menikah!" Sahut salah seorang cewek satunya lagi karena ngefans banget sama pak Daniel. Pak Daniel pria usia tiga puluh dua tahun, badannya atletis dan wajahnya tampan. Mengajar mata pelajaran matematika. "Apa kamu langsung pulang?" Tanyanya sambil memijit ujung hidung Verlona dengan gemas. "Hem em, Kakak nanti pulang jam berapa?" Tanya Verlona masih manja-manja memeluk pinggang kakaknya itu. Daniel adalah putra dari adik ayahnya. Lona memanggilnya kakak karena pria itu berusia lebih tua darinya. "Mungkin tiga jam lagi, kamu mau nungguin atau pulang duluan?" Tanya Daniel sambil menyeringai lebar. "Pulang dulu saja deh, dah kakak! Cup!" Verlona mencium pipinya kemudian masuk ke dalam mobil. Aiden terkejut setengah mati sampai menjatuhkan minuman dari genggaman tangannya, lalu meremas kepala botak Dendi yang ikut nimbrung sejak awal tadi. "Astaga! apaan sih lu! lu pikir kepala gua bola apa?!" Gerutunya kesal sambil menepis tangan Aiden. "Kayaknya mereka pacaran deh!" Gumam mereka. Beberapa detik kemudian Daniel melihat para mahasiswa tersebut. "Sial siapa yang berani mengusik pak Daniel kayaknya bakal keluar dari kampus dalam waktu seminggu." Bisik mereka lalu pada ngibrit membubarkan diri. Tak lama kemudian. Nampak Erlangga menghampiri Daniel sambil membawa berkas di tangannya. Memeluk bahu temannya itu, mereka berbicara sambil berjalan menuju ke ruang dosen bersama. "Bagaimana suasana kelasmu hari ini?" Tanya Daniel pura-pura tidak tahu. "Agak memusingkan, ada anak baru pindahan dari Australia, masa dia ditanya pas ada di kantorku. Kenapa kamu bisa pindah ke sini? katanya dia habis nyiram muka dosennya dengan cairan kimia! ngeri banget gak sih?!" Ujarnya sambil bergidik. "Ha ha ha ha! dasar si Verlona." Daniel terpingkal-pingkal mendengar temannya menceritakan tentang sepupunya itu. "Kamu kenal sama si sial itu?" Tanya Erlangga sambil melotot terkejut. "Cuma kenalan biasa." Ujarnya berbohong menutupi hubungan sebenarnya antara mereka berdua. "Dia pas baru masuk ke sini, sudah bikin ponselku jadi rempeyek!" Gerutu Erlangga lagi sambil menunjukkan ponselnya di atas meja. "Begitu banyak masalah yang di buat gadis polos itu." Bisik Daniel dalam hatinya kembali mengingat adik sepupunya itu lalu tersenyum kecil. "Dia tidak menggantinya?" Tanya Daniel lagi. "Diganti sih dengan duit lebih banyak dari harga ponselku. Dia juga kasih nomor teleponnya kalau kurang aku di suruh bilang dan meneleponnya." "Tapi yang bikin kesel itu dia gak minta maaf sama sekali, seolah-olah ponselku hancur adalah suratan takdir!" Gerutu lagi Erlangga sambil meremas ponselnya. Sepulang dari kampus, Daniel masuk ke dalam rumah lalu berdiri di depan cermin. "Aku pria tampan dan kaya raya tapi kenapa aku tidak menikah sampai sekarang?" Ujar Daniel sambil menyisir rambutnya di depan cermin. Verlona melongok ke dalam kamar melihat ke arahnya. Melihat Daniel sibuk menata rambutnya. "Kakak!" Teriaknya sambil berlari berdiri di sebelahnya. Ikut bercermin sambil meringis manja. Daniel hanya melemparkan bantal untuk menghalau Verlona pergi. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Verlona masuk ke dalam kamar Daniel. Pria itu sedang sibuk memakai bajunya. Dan Daniel terpaksa mengusirnya keluar dari dalam kamarnya. "Kamu cepat berangkat gih! Ntar terlambat lagi mau?" Ujar Daniel sambil mendorong punggung Verlona keluar dari dalam kamarnya. "Ya deh aku berangkat duluan, tung-tunggu! Gimana kalau kita berangkat sama-sama saja ke kampus!" Ujar Verlona sambil nyengir. "Gak bisa!" Ujar Daniel sambil memasukkan kertas portofolio ke dalam tasnya. "Kenapa? Kakak malu ya bareng Lona ke kampus?" Gadis itu cemberut dan murung menghentakkan sepatu high heelsnya di atas ubin hingga timbul suara sangat berisik memenuhi ruangan. Verlona memakai baju merah selutut, antingnya berbentuk lingkaran tampak sangat modis dan cantik. Gadis itu selalu mengekor kemanapun Daniel pergi. Kadang beberapa orang yang melihat mereka terus bersama menjadi salah paham jika mereka adalah sepasang kekasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD